Rabu, 09 November 2016

PROGRAM LITERASI JANGAN SETENGAH HATI

      Literasi media adalah kemampuan untuk memahami, menganalisis dan mendekontruksi media. Kemampuan untuk melakukan ini ditujukan agar pemirsa sebagai konsumen media, termasuk anak-anak menjadi sadar (melek) tentang cara media dikontruksi (dibuat) dan diakses (wikipedia.com). Dengan kemampuan literasi media, anak-anak (baca: siswa) mengatahui cara sebuah media dibuat dan bagaimana cara mengakses media tersebut. Kemampuan tersebut, terutama kemampuan mengakses media dapat menumbuhkan budaya membaca dan mungkin juga menulis. Walaupun tulisan yang mereka hasilkan bisa jadi belum memenuhi standar penulisan yang baik. Apalagi jika yang mereka akses adalah sosial media, dimana ragam tulisan sering tidak memenuhi standar penulisan yang baik dan benar. Bagaimanapun hal itu mempunyai dampak positif jika dilihat dari segi kemampuan mengakses media. Berbagai kemampuan siswa di bidang literasi yang kurang menggembirakan itulah yang membuat pemerintah menggalakkan dan membuat program literasi. 
   Salah satunya adalah indek membaca orang Indonesia yang masih rendah sangat rendah. Dari data UNESCO tahun 2012 menunjukkan bahwa indeks tingkat membaca orang Indonesia hanyalah 0,001. Itu artinya, dari 1.000 penduduk, hanya ada 1 orang yang mau membaca buku dengan serius. Dengan rasio ini, berarti di antara 250 juta penduduk Indonesia, hanya 250.000 yang punya minat baca. Padahal dengan membaca orang akan mempunyai wawasan yang luas dan berpengetahuan yang baik. Pada akhrinya dengan wawasan yang luas dan pengetahuan yang baik akan membawa generasi Indonesia menjadi generasi yang cerdas. Generasi yang cerdas ini akan dapat menyelesaikan berbagai permasalahan kehidupan dan permasalahan negara sebab di tangan merekalah masa depan bangsa Indonesia. 

Juara 1 LPSN 2016
Sementara di tingkat sekolah, hampir setiap sekolah memiliki apa yang disebut dengan gerakan literasi sekolah. Gerakan literasi sekolah (GLS) ini diluncurkan oleh Kemdikbud dengan tujuan agar siswa memiliki budaya membaca dan menulis sehingga tercipta pembelajaran sepanjang hayat. GLS ini tertuang dalam permendikbud No.23 Tahun 2015 dan salah satu kegiatan dalam gerakan tersebut adalah kegiatan 15 menit membaca buku non-pelajaran sebelum waktu belajar dimulai. Bahkan di beberapa sekolah mempunyai program yang lebih bervariatif dan lebih maju, tidak ‘hanya’ kegiatan membaca buku non-pelajaran selama 15 menit. Kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan seperti kegiatan workshop kepenulisan, mendatangkan para penulis buku,  membuat buku siswa, membuat perpustakaan kelas, dan lain sebagainya. Kegiatan literasi yang masif di sekolah nampaknya tidak diimbangi dengan keseriusan pemerintah menggalakkan program literasi tersebut. Tidak banyak lomba-lomba yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk memicu dan memotivasi siswa gemar membaca dan menulis. Yang penulis ketahui kegiatan kepenulisan yang diselenggarakan pemerintah yaitu Lomba Penelitian Siswa Nasional (LPSN) yang dulu namanya LPIR, menulis surat kepada presiden, lomba cipta cerpen (FLS2N), lomba cipta puisi (FLS2N), Lomba Karya Jurnalistik Siswa (LKJS), bahkan untuk LKJS kabarnya akan dihilangkan. Menurut penulis, jika memang pemerintah konsen dan serius menggalakkan program literasi seharusnya diperbanyak ragam lomba, jangan malah dihilangkan, bahkan kalau perlu hadiah ditambah. 
Juara 2 Jurnalistik (LKJS 2015)
Para pemenang lomba di atas sering merasa iri dengan hadiah yang didapatkan oleh para olahragawan karena hadiah dan bonusnya yang melimpah padahal jenjang dan tingkat yang diperebutkan sama, tingkat nasional. Kenapa bisa begitu? Apa kalau menulis itu tidak berkeringat sehingga hadiahnya tidak terlalu banyak? Atau adanya sponsor? Terlepas dari hadiah, pemerintah seharusnya cerdas mengembangkan bakat dan minat siswa di bidang literasi sehingga siswa Indonesia dapat bersaing dengan siswa negara lain. Ada beberapa cara untuk menumbuhkan dan mensukseskan program literasi yaitu
  1. Pemerintah memperbanyak lomba-lomba yang berhubungan dengan kegiatan literasi. Walaupun sudah ada beberapa lomba menulis seperti lomba menulis kepada presiden, lomba penelitian siswa nasional (LPSN/LPIR), Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) dan lain-lain, namun jenjang dan ragamnya kurang banyak. Alangkah baiknya jika pemerintah memulai lomba-lomba tersebut dari jenjang Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Lalu ragam lombanya apa saja? Ragam lomba bisa lomba menulis untuk menteri, berapa menteri yang kita miliki itulah ragam lomba yang ada. Lomba menulis untuk Dewan Perwakilan Rakyat, Majelis Permusyawaratan Rakyat dan lembaga pemerintah lainnya. Lembaga pemerintah yang ada diimbau untuk melaksanakan program literasi sebagai salah satu tanggungjawab bersama menggalakkan program pemerintah.
  2. Pemerintah Pusat mengharuskan Pemerintah Daerah dan Lembaga Pemerintah di daerah untuk melaksanakan program literasi misalnya duta baca, duta literasi, sekolah literasi, lomba resensi dan lain-lain. Lomba-lomba tersebut diperuntukkan bagi para pelajar dan mahasiswa di daerah masing-masing. Untuk hadiah mungkin tidak perlu terlalu besar sehubungan dengan pendapatan asli daerah yang berbeda-beda. Namun perlu ditekankan bahwa sertifikat kejuaraaan dapat dipergunakan untuk mendaftarkan ke sekolah lanjutan. Artinya sertifikat menambah nilai siswa waktu dia mendaftar ke sekolah yang lebih tinggi.
  3. Pemerintah dapat menggandeng berbagai media atau penerbit buku untuk menyelenggarakan sebuah event menulis. Dalam event tersebut akan terdapat dua keuntungan, baik bagi pemerintah maupun sponsor itu sendiri. Bagi pemerintah program literasi dapat berkembang pesat dan bagi penerbit dapat materi naskah yang baik sehingga penerbit dapat mempublish karya yang dihasilkan sebagai sebuah buku yang baik dan bermutu.
Itulah kegiatan-kegiatn lanjutan yang dapat pemerintah laksanakan dan terapkan di Indonesia. Dengan kegiatan-kegiatan di atas, penulis meyakini bahwa program literasi dapat berjalan dengan baik dan berkesinambungan sehingga para generasi Indonesia akan terbiasa dengan membaca dan menulis. Pada akhirnya ketika mereka harus berkompetisi dengan negara lain, generasi emas Indonesia akan benar-benar menjadi generasi emas yang berkilau karena kemampuan kognitifnya. Semoga pemerintah serius dalam membangun generasi bangsa menjadi generasi yang gemar membaca dan menulis. 

Daftar Pustaka                       

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.23 Tahun 2015 tentang gerakan membaca 15 menit sebelum pelajaran