Rabu, 09 November 2016

PROGRAM LITERASI JANGAN SETENGAH HATI

      Literasi media adalah kemampuan untuk memahami, menganalisis dan mendekontruksi media. Kemampuan untuk melakukan ini ditujukan agar pemirsa sebagai konsumen media, termasuk anak-anak menjadi sadar (melek) tentang cara media dikontruksi (dibuat) dan diakses (wikipedia.com). Dengan kemampuan literasi media, anak-anak (baca: siswa) mengatahui cara sebuah media dibuat dan bagaimana cara mengakses media tersebut. Kemampuan tersebut, terutama kemampuan mengakses media dapat menumbuhkan budaya membaca dan mungkin juga menulis. Walaupun tulisan yang mereka hasilkan bisa jadi belum memenuhi standar penulisan yang baik. Apalagi jika yang mereka akses adalah sosial media, dimana ragam tulisan sering tidak memenuhi standar penulisan yang baik dan benar. Bagaimanapun hal itu mempunyai dampak positif jika dilihat dari segi kemampuan mengakses media. Berbagai kemampuan siswa di bidang literasi yang kurang menggembirakan itulah yang membuat pemerintah menggalakkan dan membuat program literasi. 
   Salah satunya adalah indek membaca orang Indonesia yang masih rendah sangat rendah. Dari data UNESCO tahun 2012 menunjukkan bahwa indeks tingkat membaca orang Indonesia hanyalah 0,001. Itu artinya, dari 1.000 penduduk, hanya ada 1 orang yang mau membaca buku dengan serius. Dengan rasio ini, berarti di antara 250 juta penduduk Indonesia, hanya 250.000 yang punya minat baca. Padahal dengan membaca orang akan mempunyai wawasan yang luas dan berpengetahuan yang baik. Pada akhrinya dengan wawasan yang luas dan pengetahuan yang baik akan membawa generasi Indonesia menjadi generasi yang cerdas. Generasi yang cerdas ini akan dapat menyelesaikan berbagai permasalahan kehidupan dan permasalahan negara sebab di tangan merekalah masa depan bangsa Indonesia. 

Juara 1 LPSN 2016
Sementara di tingkat sekolah, hampir setiap sekolah memiliki apa yang disebut dengan gerakan literasi sekolah. Gerakan literasi sekolah (GLS) ini diluncurkan oleh Kemdikbud dengan tujuan agar siswa memiliki budaya membaca dan menulis sehingga tercipta pembelajaran sepanjang hayat. GLS ini tertuang dalam permendikbud No.23 Tahun 2015 dan salah satu kegiatan dalam gerakan tersebut adalah kegiatan 15 menit membaca buku non-pelajaran sebelum waktu belajar dimulai. Bahkan di beberapa sekolah mempunyai program yang lebih bervariatif dan lebih maju, tidak ‘hanya’ kegiatan membaca buku non-pelajaran selama 15 menit. Kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan seperti kegiatan workshop kepenulisan, mendatangkan para penulis buku,  membuat buku siswa, membuat perpustakaan kelas, dan lain sebagainya. Kegiatan literasi yang masif di sekolah nampaknya tidak diimbangi dengan keseriusan pemerintah menggalakkan program literasi tersebut. Tidak banyak lomba-lomba yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk memicu dan memotivasi siswa gemar membaca dan menulis. Yang penulis ketahui kegiatan kepenulisan yang diselenggarakan pemerintah yaitu Lomba Penelitian Siswa Nasional (LPSN) yang dulu namanya LPIR, menulis surat kepada presiden, lomba cipta cerpen (FLS2N), lomba cipta puisi (FLS2N), Lomba Karya Jurnalistik Siswa (LKJS), bahkan untuk LKJS kabarnya akan dihilangkan. Menurut penulis, jika memang pemerintah konsen dan serius menggalakkan program literasi seharusnya diperbanyak ragam lomba, jangan malah dihilangkan, bahkan kalau perlu hadiah ditambah. 
Juara 2 Jurnalistik (LKJS 2015)
Para pemenang lomba di atas sering merasa iri dengan hadiah yang didapatkan oleh para olahragawan karena hadiah dan bonusnya yang melimpah padahal jenjang dan tingkat yang diperebutkan sama, tingkat nasional. Kenapa bisa begitu? Apa kalau menulis itu tidak berkeringat sehingga hadiahnya tidak terlalu banyak? Atau adanya sponsor? Terlepas dari hadiah, pemerintah seharusnya cerdas mengembangkan bakat dan minat siswa di bidang literasi sehingga siswa Indonesia dapat bersaing dengan siswa negara lain. Ada beberapa cara untuk menumbuhkan dan mensukseskan program literasi yaitu
  1. Pemerintah memperbanyak lomba-lomba yang berhubungan dengan kegiatan literasi. Walaupun sudah ada beberapa lomba menulis seperti lomba menulis kepada presiden, lomba penelitian siswa nasional (LPSN/LPIR), Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) dan lain-lain, namun jenjang dan ragamnya kurang banyak. Alangkah baiknya jika pemerintah memulai lomba-lomba tersebut dari jenjang Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Lalu ragam lombanya apa saja? Ragam lomba bisa lomba menulis untuk menteri, berapa menteri yang kita miliki itulah ragam lomba yang ada. Lomba menulis untuk Dewan Perwakilan Rakyat, Majelis Permusyawaratan Rakyat dan lembaga pemerintah lainnya. Lembaga pemerintah yang ada diimbau untuk melaksanakan program literasi sebagai salah satu tanggungjawab bersama menggalakkan program pemerintah.
  2. Pemerintah Pusat mengharuskan Pemerintah Daerah dan Lembaga Pemerintah di daerah untuk melaksanakan program literasi misalnya duta baca, duta literasi, sekolah literasi, lomba resensi dan lain-lain. Lomba-lomba tersebut diperuntukkan bagi para pelajar dan mahasiswa di daerah masing-masing. Untuk hadiah mungkin tidak perlu terlalu besar sehubungan dengan pendapatan asli daerah yang berbeda-beda. Namun perlu ditekankan bahwa sertifikat kejuaraaan dapat dipergunakan untuk mendaftarkan ke sekolah lanjutan. Artinya sertifikat menambah nilai siswa waktu dia mendaftar ke sekolah yang lebih tinggi.
  3. Pemerintah dapat menggandeng berbagai media atau penerbit buku untuk menyelenggarakan sebuah event menulis. Dalam event tersebut akan terdapat dua keuntungan, baik bagi pemerintah maupun sponsor itu sendiri. Bagi pemerintah program literasi dapat berkembang pesat dan bagi penerbit dapat materi naskah yang baik sehingga penerbit dapat mempublish karya yang dihasilkan sebagai sebuah buku yang baik dan bermutu.
Itulah kegiatan-kegiatn lanjutan yang dapat pemerintah laksanakan dan terapkan di Indonesia. Dengan kegiatan-kegiatan di atas, penulis meyakini bahwa program literasi dapat berjalan dengan baik dan berkesinambungan sehingga para generasi Indonesia akan terbiasa dengan membaca dan menulis. Pada akhirnya ketika mereka harus berkompetisi dengan negara lain, generasi emas Indonesia akan benar-benar menjadi generasi emas yang berkilau karena kemampuan kognitifnya. Semoga pemerintah serius dalam membangun generasi bangsa menjadi generasi yang gemar membaca dan menulis. 

Daftar Pustaka                       

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.23 Tahun 2015 tentang gerakan membaca 15 menit sebelum pelajaran

Kamis, 25 Agustus 2016

PROGRAM BABONISASI WARGA MISKIN

     Babonisasi? Mungkin ini istilah atau kata yang baru anda dengar, walaupun program ini telah dilaksanakan sejak tahun 2008 di daerah kami, Kabupaten Bantul. Apa itu program Babonisasi? Babonisasi adalah program pemberian subsidi yang berupa ayam babon (ayam betina) kepada setiap peserta didik di Kabupaten Bantul. Apa tujuannya? Menurut beberapa sumber di pemerintahan Kabupaten Bantul, ada tiga tujuan yaitu 
  • Pertama, dengan program Babonisasi diharapkan anak-anak dan orangtua siswa secara tidak langsung dipaksa untuk mempunyai ketrampilan memelihara ayam. Biasanya yang mendapat bantuan ini adalah keluarga yang tidak mampu.
  • Kedua, kemudian setelah babon-babon tersebut bertelur maka telur-telur yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk menambah biaya pendidikan. Misalnya telur-telur tersebut dijual dan uang hasil penjualan dapat dimanfaatkan untuk membeli alat tulis atau membiayai biaya yang lain.
  • Ketiga, selain dimanfaatkan sebagai penambah pemasukan keluarga, sebagian telur yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan gizi makanan sehari-hari. Dengan mengkonsumsi telur-telur yang dihasilkan maka gizi anak-anak di Kabupaten Bantul dapat terjamin.
Itulah harapan dan tujuan yang ingin dicapai dalam program tersebut. Lalu apakah berhasil program Babonisasi tersebut? Ada sebuah penelitian yang dilakukan oleh  Setyawati, E. Yuningtyas dengan Babonisasi sebagai Usaha Pemberdayaan Masyarakat dalam Meningkatkan Kecukupan Gizi Keluarga (Studi Evaluasi tentang Pelaksaaan Program Babonisasi di Kecamantan Srandakan, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta) menyatakan bahwa program Babonisasi tersebut telah berhasil, baik proses maupun hasilnya. Termasuk target sasaran yang dapat subsidi babon juga telah tepat, artinya lebih dari 50% orang yang tidak mampu yang mendapatkan. Oleh karena itu program ini perlu dilanjutkan oleh pemerintah Kabupaten Bantul. Apalagi info dari berbagai sumber menyebutkan bahwa anak-anak dan remaja di Bantul banyak yang dapat berprestasi dalam berbagai lomba, baik lomba tingkat provinsi, nasional maupun internasional. Program ini telah menunjukkan bukti nyata sehingga patut kiranya bahwa program Babonisasi ini menjadi program nasional di Indonesia. Semoga.
Artikel ini diikutsertakan pada Kompetisi Menulis Blog Inovasi Daerahku https://www.goodnewsfromindonesia.id/competition/inovasidaerahku




Jumat, 19 Agustus 2016

HATI TAK SEKERAS BATU

“Tidak boleh. Kamu tidak boleh pergi, apalagi untuk kuliah. Mau jadi apa kamu?” bentak bapak sambil menunjuk ke arahku. Aku lihat bapak sangat marah. Untuk beberapa orang, bapak adalah sosok yang sangat berwibawa dan menakutkan. Sorot mata yang tajam, kumis yang lebat dan badan yang kekar menguatkan hal itu. Apalagi saat bapak marah, semua orang pasti akan takut tetapi aku harus memberanikan diri untuk menyampaikan keinginanku.
“Tapi pak aku...” aku coba membela diri.
“Tidak ada tapi-tapian, silakan kalau kamu mau menuruti kemauanmu tetapi ingat sekali kamu melangkahkan kaki pergi kuliah maka jangan pernah kembali,” ancam bapak. Bapak nampaknya masih marah. Dengan sorot mata yang tajam menghunjam ke arahku. Meredupkan api keberanian yang dari tadi menyala. Api itu tinggal kerlap-kerlip hampir padam. Sebegitu salahkah aku? Apa salahku demikian besar sehingga bapak marah besar hari ini? Aku hanya ingin menciptakan takdirku sendiri, menjadi sarjana dan lebih berguna bagi keluarga, kampung dan negara. Itu saja.
Ibu mendekatiku seperti biasa menenangkan sementara bapak entah pergi kemana.
“Sudahlah le, turuti saja kemauan Bapakmu,” bujuk ibu.
“Tapi bu, aku ingin kuliah dulu,” jawabku.
“Untuk apa kamu kuliah? Toh akhirnya kamu juga menjadi petani kopi seperti Bapak dan Ibu. Mending kamu serius menggarap kebun kopi Bapakmu. Bapakmu sudah semakin tua le. Siapa nanti yang akan membantu?”
“Tapi bu, masih ada mas Rohmad dan mbak Sri,” aku masih mempertahankan pendapatku.
“Benar, tetapi mereka juga kewalahan, apalagi sekarang mereka sudah berkeluarga sehingga tidak bisa maksimal mengurus kebun kopi kita.”
“Ibu, aku tidak keberatan menjadi petani kopi, apalagi mengurus semua kebun kopi milik kita tetapi aku ingin mengenyam bangku kuliah dulu. Lagian jurusan kuliahku tidak jauh-jauh dari ilmu perkebunan,” aku mencoba meyakinkan ibu. Hanya ibu satu-satunya harapanku. Ibulah yang kuharapkan dapat menjadi penolongku mewujudkan impian untuk bisa kuliah. Aku tidak mau seperti kakak-kakakku mengelola perkebunan kopi dengan cara lama dan ilmu yang turun temurun. Aku ingin tau lebih banyak. Aku ingin mengembangkan usaha keluarga. Apakah itu salah?
“ Kamu memang seperti Bapakmu, keras kepala.”
“Nah, berarti aku memang anak Bapak bu,” aku mengajak ibu bercanda. Ibupun ikut tersenyum.
“Yo wislah, terserah kamu,” kata ibu sambil meninggalkanku sendirian di ruang tamu.
“Tapi Bu, tolong bantu aku membujuk Bapak bu,” aku berlari mengejar ibu.
“Ya, nanti Ibu bantu. Tapi tidak bisa menjanjikan hasilnya ya?”
“Ya Bu. Minimal Ibu sudah mencoba,” jawabku. Aku menghentikan langkahku setelah mendengar kesanggupan Ibu. Aku berjalan menuju ke kamar.

-oo0oo-

Sore itu aku lihat bapak dan ibu sedang duduk di teras rumah, bercengkerama. Dihadapan mereka, sebuah meja kecil dengan secangkir kopi dan sepiring pisang goreng terhidang. Kami memang petani kopi dan kopi tetap menjadi minimun pokok kami sama seperti para petani padi yang tetap menjadikan padi sebagai makanan pokoknya. Bedanya kami sering mengolah dan mencampur kopi kami dengan berbagai bahan atau ramuan lainnya. Kadang kami campur dengan susu, cream, jahe dan lainnya. Jenis kopi yang kami tanam adalah Arabika. Terkenal dengan rasanya yang enak. Aku yang dari tadi melihat percakapan antara bapak dan ibu, tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk mendengarkan apa yang mereka bicarakan. Dengan mengendap-endap aku bersembunyi dibalik tembok, berusaha menyimak percakapan mereka. Dengan gesitnya ibu menyodorkan secangkir kopi hitam di hadapan bapak.
“Ini pak, kopinya, jangan sampai dingin lho,” ibu mengingatkan.
“Ya, makasih bune,” jawab bapak sambil menyeruput kopi.
Rupanya kesempatan itu dimanfaatkan dengan baik oleh ibu untuk membuka percakapan tentang masalahku.
“Pak, kenapa to Bapak tidak membolehkan Adit kuliah? Bukankah hasil panen kopi kita cukup untuk membiayai dia kuliah?” Aku mendengar ibu membuka percakapan itu dan aku senang ibu telah berusaha membelaku.
“ Ha! Gini bu, Ibu rela kalau Adit kuliah ke kota jauh dari kita? Terus di sana dia bergaul dengan orang-orang kota dan terpengaruh dengan pergaulan. Kemudian lupa dengan kuliahnya dan lupa dengan kita bu.”
“Ah, itu cuma prasangka Bapak saja. Tidak baik pak seperti itu. Ucapan itu sebuah doa lho pak,”
“Bukan begitu bu, cuma aku khawatir dengan nasib dia kalau kuliah cuma disia-siakan seperti si anu siapa itu bu?” tanya bapak.
“O, si Nawang? Ya jangan samakan anak kita dengan Nawang pak. Setiap anak mempunyai takdirnya sendiri. Kalau Bapak ragu-ragu dengan niat dan iman anak berarti kita belum maksimal mengajarkan anak kita tentang iman dan agamanya. Padahal saya yakin Bapak sudah bagus membimbing agamanya, apalagi dia sekolah di madrasah,” ibu nampaknya berjuang mati-matian. Aku hanya tersenyum mendengar bapak skakmat. Suasana hening aku tidak mendengar percakapan lagi. Apa bapak menyetujui atau bapak berusaha mencari pembelaan yang lain? Aku masih sabar menunggu percakapan selanjutnya.
“Sudahlah bu, aku belum bisa memutuskan,” pungkas bapak. Badanku terasa lemas, aku sudah tidak punya harapan lagi. Satu-satunya harapan hanya ibu dan sekarang ibu nampaknya menemui jalan buntu. Ada rasa jengkel dan tidak percaya dengan percakapan yang sia-sia tadi. Begitu susahnya meyakinkan bapak. Apakah aku pergi saja? Meninggalkan orangtua dan kakak di sini.
“Tetapi ingat pak, anak kita itu nekat lho kalau nanti dia minggat bagaimana?” ibu mengingatkan.
“Eh, iya Bapak tau,”
Bapak berdiri dan meninggalkan ibu sendirian. Ibu diam saja dan tidak berusaha mencegahnya. Akupun pergi dari tempat sembunyi. Suasana kembali hening dan nampaknya yang lain sudah menuju peraduan masing-masing. Malampun semakin larut, hanya suara jangkrik yang terdengar di daerah pegunungan ini. Daerahku dusun Kaliasat, Bondowoso, JawaTimur.
-oo0oo-
Pagi itu semua orang bersiap-siap pergi ke kebun kopi. Yang laki-laki mempersiapkan keranjang, sabit dan cangkul sementara yang perempuan mempersiapkan makanan untuk kami semua dan juga para buruh kopi. Ada lima belas buruh yang membantu kami mengolah dan memanen kopi. Tanaman kopi ini sudah berumur lima tahunan jadi saatnya untuk memanennya. Ini adalah panenan yang pertama untuk kopi Arabika kami dan kami akan memanen lagi setelah 10 atau 15 hari kemudian. Begitulah rutinitas kami para petani kopi. Monoton. Kulihat mas Rohmad sendirian menyiapkan alat-alat pertanian. Nah ini kesempatan aku mencari bantuan yang lain selain ibu.
            “Mas, boleh ngomong ga?” tanyaku sambil sesekali mata lirak lirik takut kalau tiba-tiba bapak muncul dan mengetahui rencanaku.
            “Hem, ada apa?” mas Rohmad balik bertanya.
            “Anu mas, mbok aku dibantuin ngomong sama Bapak,”
            “Ngomong apa?”
            “Ya, itu aku tuh mau kuliah dulu. Maksudku aku ingin meneruskan belajar yang lebih tinggi biar kita bisa mengelola perkebunan dengan lebih baik lagi. Tidak seperti ini. Sudah bagus sih cuma kalau kita punya ilmu yang lebih banyak tentang pekebunan kopi dan manajemen kan akan lebih bagus dan maju,” jawabku panjang lebar.
            “Ehm, ya Insha Allah nanti tak bantu. Tetapi nanti sore saja setelah semua pekerjaan kita beres. Gimana?”
            “Sip, mas. Makasih ya?”
            “Ya. Mas juga bangga kok kalau ada salah satu keluarga kita yang bisa kuliah. Bisa mengeyam pendidikan yang lebih tinggi. Apalagi itu kamu, satu-satunya adikku. Wis tak dukung, semoga besok kamu bisa mempraktekkan ilmumu di kampung kita, yang semuanya petani kopi.”
            “Iya, mas. Tumben mas ngomongnya bisa panjang lebar kali tinggi,” candaku.
            “Ah, kamu bisa saja, ” sahut mas Rahmad sambil melayangkan tinjunya.
Kulihat bapak keluar rumah membawa cangkul, akupun mulai menjauhi mas Rohmad. Aku takut bapak curiga aku mencari dukungan. Setelah semua dirasa siap kamipun berangkat menuju perkebunan kopi. Ada delapan belas orang, aku, mas Rohmad, bapak dan lima belas pekerja yang ikut membantu kami. Kami bekerja membersihkan daun-daun kering yang masih menempel di pohon. Sementara para pekerja memetik buah kopi yang sudah matang. Ada beberapa pohon yang tinggi sehingga mereka menggunakan tangga untuk memetiknya. Berhubung para pekerja sudah cukup mahir memanjat dan memanen kopi maka mereka tidak kesulitan memetiknya. Ada sekitar dua puluh lima karung berisi biji kopi matang yang kami peroleh hari itu. Semua akan dibawa pulang dahulu kemudian kami akan memilah biji kopi yang bagus dan yang kurang bagus. Biasanya untuk biji kopi yang bagus kami akan jual dan menyisakan sedikit untuk acara minum atau menjamu para tamu yang datang. Sedangkan kopi yang kurang bagus akan diolah sendiri menjadi kopi yang rasa pahitnya memiliki daya tarik tersendiri. Itupun kami lakukan dengan cara yang masih tradisional. Maklum ilmu yang kami miliki belum mampu untuk mengolah rasa kopi yang enak seperti di cafe atau restoran mahal di kota-kota besar. Tidak terasa hari semakin siang,. Matahari semakin terasa panas dan sayup-sayup terdengar suara adzan. Inilah saatnya kami istirahat terlebih dahulu.. Dari kejauhan aku melihat mbak Sri dan istri mas Rohmad  naik sepeda motor membawa rangsum, makan siang kami.
            “Ayo semuanya makan dulu, mumpung masih hangat,” ajak mbak Sri.
Tanpa dikomando dua kali semua pekerja menghentikan pekerjaannya dan merapat menuju tempat makanan dihidangkan. Bapak, mas Rohmad dan akupun tak ketinggalan. Menu siang itu adalah nasi bungkus dengan lauk telur goreng dan tempe goreng. Lumayan untuk mengganjal perut yang sudah keroncongan dari tadi. Kami makan dengan lahap. Sementara mbak Sri dan istri mas Rohmad meninggalkan kami dan menuju ke perkebunan kopi untuk melihat hasil panen hari itu. Setelah beristirahat kurang lebih satu jam kamipun bubar menuju ke tempat semula, melanjutkan pekerjaan kami. Tak lupa menyalakan rokok kami masing-masing. Ada beberapa pekerja yang mulai kepanasan dan mereka melepas baju.
            “ Mad, suruh mereka menaikkan karung-karung itu ke atas truk, terus kita pulang,” pinta bapak.
            “Ya pak,”
            Kemudian mas Rohmad menyuruh semua pekerja untuk memasukkan semua karung biji kopi ke bak truk. Tak berapa lama semua karung sudah di atas bak truk. Seperti biasanya aku diminta untuk menjadi sopir truk sementara mas Rohmad dan bapak berboncengan naik sepeda motor. Sedangkan para pekerja  ada yang membawa sepeda motor sendiri dan ada yang ikut naik di truk. Hari itu panen kopi sangat memuaskan karena kemarau cukup panjang sehingga biji kopi bisa kering dengan maksimal. Setelah setengah jam perjalanan, akhirnya kamipun sampai di rumah. Dengan sigap para pekerja menurunkan karung-karung biji kopi dan memasukkan ke gudang penyimpanan. Kemudian di hari berikutnya kami akan memilah-milah biji kopi tersebut. Bapak dan mas Rohmad tiba terlebih dahulu. Mereka tanpa mengenal lelah melanjutkan pekerjaannya membereskan barang-barang yang kami bawa tadi. Begitulah kegiatan kami setiap tahun. Monoton tidak ada kemajuan, tidak ada yang bisa kami lakukan lebih baik lagi. Namun dalam hatiku jika aku bisa kuliah dan mempunyai pengetahuan lebih soal pengolahan dan pengelolaan hasil kopi tentu keluargaku tidak akan terlalu repot seperti ini. Kami belum bisa mengolah kopi dengan baik sehingga kadang harga kopi di tingkat petani sangat murah padahal ketika sudah sampai pabrik harga kopi bisa sangat mahal. Itu yang perlu aku ubah dan perjuangkan sehingga para petani kopi di desaku dapat hidup lebih sejahtera.
-oo0oo-
Sore itu, saat yang aku tunggu-tunggu. Menunggu mas Rohmad bilang kepada bapak tentang niatku pergi kuliah. Sebetulnya bagiku kuliah itu hal yang sangat biasa tetapi kenapa bapak demikian khawatirnya. Apalagi khawatir mengenai pergaulan para mahasiswa sekarang ini. Ah, aku tidak mengerti pemikiran bapak. Bapak seperti biasa duduk di beranda rumah dan seperti biasa juga bersama ibu. Tidak ada yang beda khas suasana orang desa, orang kampung. Di meja juga masih sama ada secangkir kopi hitam dan sepiring tempe goreng. Jenis makanan gorengan inilah yang sering gonta-ganti karena ibu memang wanita yang pandai memasak. Sosok wanita idaman. Kelemahan seorang laki-laki adalah di perutnya, jika perutnya sudah terpuaskan maka dia tidak akan selingkuh. Apa bener ya? Ga taulah aku. Aku masih sekolah tidak memikirkan tentang rumah tangga dulu. Besok kalau aku sudah diwisuda maka aku akan menikahi seorang wanita yang pandai memasak. Ah, itu juga masih lama.
“Pak?” aku mendatangi bapak di teras.
“ Hem,” bapak hanya mendehem.
“ Pak, boleh ya pak Adit kuliah? Adit akan sungguh-sungguh belajar dan nanti kalau sudah diwisuda Adit akan pulang dan membantu Bapak, Ibu, Mbak Sri dan Mas Rohmad.”
“Berapa kali, Bapak bilang? Tidak boleh,” nada bapak meninggi. Ada perubahan raut mukanya.
“Kenapa Bapak tidak membolehkan? Bukankah belajar itu hal yang baik? Bukankah Bapak nanti ikut bangga jika aku berhasil menjadi sarjana.”
“Halah, apa itu? Apa tidak cukup kaya kamu dengan kebun kopi yang luas dan hasil panen yang melimpah? Kurang cukup apa? Bapak rasa itu cukup menghidupi kalian semua selama berpuluh-puluh tahun. Tidak perlu ke kuliah. Nanti yang membantu Bapak siapa?”
“Yang membantu Bapak saya pak, istri saya dan mbak Sri pak,” mas Rohmad menyela percakapan kami. Ini yang kuharapkan bantuan datang.
“Dit, nih tiru kakakmu dia nrimo menggarap kebun kopi dan tidak ingin kuliah yang jauh-jauh ke kota dan hasilnya tidak ada. Hanya menghambur-hamburkan uang saja.”
“Maaf, pak sebetulnya aku juga ingin kuliah Pak. Tetapi melihat Bapak dulu bersikeras melarang aku kuliah maka kuurungkan niatku Pak,” mas Rohmad memberanikan menjawab. Bapak terdiam, tidak berkata apa-apa.
“Sudahlah Pak, biarkan Adit kuliah lagi. Setiap orang mempunyai nasibnya sendiri. Siapa tahu dengan Adit kuliah lagi dia mempunyai ilmu yang cukup untuk mengembangkan perkebunan kita. Toh Adit kuliahnya di jurusan pertanian pak,” ibu ikut meyakinkan. Bapak nampak termenung dan tetap bungkam. Bapak menghela nafas panjang.
“Baiklah. Bapak setuju.” Nyes. Serasa hatiku diredam air es. Setengah tak percaya bahwa bapak akhirnya menyetujui keputusanku. Ini baru pertama kali dalam hidupku bapak mau mengikuti keinginan anak-anaknya. Biasanya bapak kalau sudah berkehendak tidak ada seorangpun yang dapat menghentikan atau merubahnya termasuk ibu. Bapak mempunyai hati yang keras. Namun hari ini hati itu akhirnya bisa ditaklukkan. Hari ini hati itu tidak sekeras baja lagi.
“Tetapi Bapak berpesan. Kamu harus belajar sungguh-sungguh, jangan main-main. Jangan buat Bapak kecewa. Setiap libur kuliah kamu harus pulang dan membantu kakak-kakakmu di sini. Selesaikan kuliahmu dengan cepat dan kembali ke kampung segera,” bapak memperingatkan. Aku hanya mengangguk-anggukkan kepala. Dalam hatiku syarat apapun yang bapak pinta pasti akan aku turuti sebab bagaimanapun ini kesempatan langka yang terjadi dalam keluargaku. Apalagi di desaku juga baru satu orang yang pergi ke kota untuk kuliah, ya mas Nawang. Namun memang mas Nawang tidak serius dengan kuliahnya sehingga hampir tujuh tahun lebih dia tidak lulus. Selama itu juga dia masih mondar-mandir pulang ke kampung.
“Baik, pak. Mohon doa restunya,” pintaku sambil mencium tangan bapak. Kemudian mendekati ibu dan mencium tangan ibu. Ibu nampak terharu dan matanya berkaca-kaca melihatku. Ibu mengusap kepalaku dan menciumnya. Aku sangat bahagia dan tak lupa aku juga menjabat erat tangan mas Rohmad, berkat mas Rohmadlah hati bapak bisa luluh dan mengijinkanku kuliah ke kota. Sore itu langit terasa begitu cerah seakan-akan mewakili hatiku yang berbunga-bunga menemukan kembali semangatku. Tak terasa aku merasa sangat haus. Tanpa memohon mas Rohmad aku ambil gelas kopinya dan sruffff..rasa pahit kopi tak terasa bahkan bagiku itulah kopi termanis yang pernah kuminum.
-oo0oo-
Serayu, 13 Agustus 2016







Rabu, 08 Juni 2016

NILAI 100 UNTUK BAHASA INGGRIS

   Ditengah mentok dan tidak meningkatnya nilai rata - rata Ujian Bahasa Inggris -dibandingkan dengan nilai beberapa kali TPM- ada sedikit kegembiraan yang bisa menjadi penghibur bagiku. Ya bagiku penghibur bagiku. Di saat nilai rata- rata UN kali ini tidak lebih dari 70 karena hanya 69.57 ternyata ada satu siswa yang mendapat nilai 100 untuk mata pelajaran bahasa Inggris. Ini hal luar biasa bagi saya karena baru pertama kali ini saya mendapat penghargaan seperti ini. Anugrah nilai 100 untuk UN mata pelajaran bahasa Inggria yang baru terjadi sekali ini. Ya memang baru sekali ini. Belum pernah sekalipun aku mendapati siswaku memperoleh nilai 100 untuk UN Bahasa Inggris di SMPN 2 Bambanglipuro. Walaupun dulu SMPN 2 Bambanglipuro pernah rangking 1 dan juga 3 untuk Bahasa Inggris se-kabupaten Bantul. Tetapi beberapa kali pengumuman UN setelahnya terjadi penurunan drastis, termasuk nilai rata - ratanya. Itulah yang kadang bikin sakit dan sakitnya seluruh badan :D terutama hati.
    Menurut analisa saya, mungkin perlu penyegaran dan pergantian untuk guru kelas 9, jangan saya terus mengajar. Saya merasa terlalu lama mengajar bahasa Inggris di kelas 9 ini. Di samping itu hal yang sama takut terjadi, yaitu menurunnya rangking  SMP yang masih  menduduki peringkat 10 besar se-kabupaten Bantul. Selain itu juga ada ketakutan nanti saya banyak acara di luar dan sering meninggalkan kelas karena beberapa keperluan.  Keperluan yang saya maksud adalah berhubungan dengan kegiatan saya seperti diklat, lomba, mgmp dan lain - lain yang terpaksa harus meninggalkan kelas. Itu juga mungkin yang menjadi kendala kenapa nilai bahasa Inggris sering jelek. Lha wong gurunya sering pergi dan hanya meninggalkan tugas kelaa. Ah..
    Tetapi aku yakin seratus persen bahwa aku merasa telah melaksanakan kewajiban saya sepenuh hati. Salah satunya mengadakan kegiatan di luar jam dengan siswa di sore hari, saya memberikan waktu saya untuk memberikan tambahan materi bahasa Inggris  dan konsultasi lewat WA. Itu usaha untuk menebus dosa dan sudah saya lakukan sepenuh hati. Jadi usaha sudah dan berdoapun sudah, lalu apa lagi? Saya rasa kalau usaha maksimal sudah dan doa yang khusuk juga sudah maka usaha terakhir yang bisa kita lakukan adalah menyerahkan semua hasilnya kepada Alloh dan apapun hasilnya harus kita terima. Itulah yang terjadi sekarang, saya harus menerima hasilnya walaupun saya agak kecewa dengan hasil nilai rata - rata UN tahun ini yang jauh dari espektasiku. Aku berharap dulu nilai rata - rata UN siswa di atas 70, ya di atas 7 wong KKM bahasa Inggris saja 75. Masak tidak sampai 70. Tetapi biarlah itu sudah terjadi, semoga saja ada hikmahnya.
    Bagaimanapun aku harus bersyukur atas hasil yang diperoleh para siswa dan ini bisa menjadi momentum bagi saya untuk instropeksi diri bahwa besok lagi lebih fokus lagi kepada siswa dan belajarnya.  Mungkin kemaren masih kurang. Bagaimanapun terimakasih Alloh atas semua hasil yang telah diperoleh para siswa tahub ini. Ternyata di balik nilai rata - rata UN yang buruk Engkau berikan saya penghargaan dengan memberikan siswa nilai 100 untuk pelajaran bahasa Inggris. Semoga UN tahun depan ada yang dapat nilai 100 lagi. Amin.

Senin, 06 Juni 2016

TUGAS 5 KMO : SELF EDITING NASKAHKU 3 HALAMAN

SUPER TEACHER
Bab 1. Who am I?
               Who am I? Siapa saya, siapa kita? Ya kita adalah para guru. Siapa guru? Guru adalah bagian penting dari dunia pendidikan. Jadi kalau kita berbicara tentang pendidikan, tentu tidak dapat dipisahkan dari peran guru. Guru yang mempunyai peran sangat penting dalam mendidik anak – anak bangsa menjadi generasi yang cerdas dan berakhlak mulia. Saking terkenalnya guru, guru mempunyai banyak peran dan arti. Guru dalam bahasa Jawa sendiri mempunyai akronim digugu dan ditiru, artinya guru dapat dipercaya dan diteladani. Di negara kita, Indonesia, definisi dan peran gurupun lebih jelas dan rinci dari sekedar ‘hanya’ digugu dan ditiru. Guru yang ada di Indonesia adalah guru ideal yang diharapkan dapat diemban oleh para guru tersebut. Lalu seperti apa guru ideal di Indonesia?
A.  Guru Ideal Indonesia
Berdasarkan Undang Undang Guru dan Dosen No.14 tahun 2005, yang dimaksud guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Wuih..ngeri ya tugasnya? Memang tugas guru banyak dan komplek makanya guru disebut pahlawan tanpa tanda jasa, tapi itu dulu. Lha sekarang? Kalau sekarang tanda jasanya banyak seperti guru dapat tunjangan sertifikasi yang besarannya satu kali gaji tiap bulan, pemberian beasiswa S2 atau S1, diklat PLPG gratis, dan lain sebagainya. Makanya menjadi guru sekarang ini mesti bangga dan disyukuri. Salah satu wujud rasa syukur itu adalah bekerja dengan sebaik - baiknya. Itu baru guru keren.
Lihatlah sekarang ini setelah guru - guru memperoleh tanda jasa berupa tunjangan sertifikasi dan penghargaan yang lain, banyak universitas membuka program keguruan. Di daerah penulis sendiri, sekarang baru booming jurusan PGSD ( Pendidikan Guru Sekolah Dasar). Kenapa menjadi booming? Karena berdasarkan informasi Antaranews dinyatakan bahwa pada tahun 2018 - 2020 nanti banyak guru SD yang pensiun. Ledakan guru yang pensiun ini sebenarnya sudah mulai tahun 2012 yang lalu namun puncaknya terjadi pada tahun 2018 – 2020. Jumlah guru yang pensiun mencapai puluhan ribu orang dan belum bisa terpenuhi sampai detik ini. Nah disitulah kesempatan menjadi guru terbuka lebar. Apa memang semudah itu? Engga juga sih, sebab mereka juga harus bersaing dengan yang lain dan seperti biasanya pendaftar melebihi kuota guru yang dibutuhkan. 
Sementara sekarang ini menjadi guru yang siap mental dan siap akal tidak mudah. Beruntung pemerintah kita, melaksanakan apa yang disebut dengan kuliah profesi guru selama setahun. Ya sama dengan profesi - profesi yang lain, seperti dokter, pengacara dan lain - lain. Harapannya dengan kuliah profesi tersebut seorang guru lebih tergembleng menjadi guru yang profesional. Guru yang mempunyai sikap, sifat dan tindakan yang mencerminkan manusia yang profesional, unggul dan super. Sehingga guru tipe ini dapat memiliki 4 kompetensi sesuai undang undang pemerintah, bukan yang lain.
B.  Aku guru tipe apa?
Kalau kita tanyakan pada diri kita, waktu masih sekolah dulu pasti kita telah mengenal berbagai tipe guru; ada guru killer, guru bersahabat, guru pembenci dan guru tipe humoris. Mungkin juga kita dulu waktu masih menjadi siswa atau mahasiswa, kita pernah diajar oleh keempat tipe guru di atas. Sekarang tanyakan pada diri kita, kita tipe guru yang mana? Atau kita memiliki keempat tipe tersebut? Atau kita belum paham apa kriteria tipe guru di atas. Baiklah kita ulas sebentar.
1. Guru killer
Guru killer? Ehm? Ciri - ciri guru ini adalah gaya mengajarnya dengan suara yang keras, sangat teliti, dan tidak ada toleransi terhadap pekerjaan rumah (PR). Artinya kalau sudah menjadi PR maka harus dikerjakan, tidak perduli apapun rintangannya. Walaupun masih ada ciri yang lain tetapi ciri yang paling menonjol adalah 3 sifat di atas. Guru killer ini biasanya sangat ditakutin oleh para siswa dan biasanya siswa juga berharap guru killer ini kosong atau tidak mengajar. Namun menurut penulis, hal itu tidak seluruhnya benar sebab walaupun guru ini killer tetapi ketika dia bisa mengajar dan dapat menjelaskan dengan baik, maka guru inilah yang selalu dicari. Benar ini kejadian di sekolah penulis. Ada temen penulis, dia tipe guru killer namun ketika beliau pensiun, beliau diminta oleh anak - anak untuk memberikan pembekalan materi pelajaran IPA sebab cara mengajar beliau mudah dipahami dibandingkan guru yang sudah ada. Benar kejadian ini.
Tetapi mungkin guru jenis ini -Ups..maaf salah bukan jenis, nanti dikira spesies he..he- guru tipe ini yang paling terkenal dan dikenang oleh siswa - siswanya. Kenapa? Sebab guru ini yang sering bikin siswa hidup. Kok hidup? Jelas hidup. Bukankah dengan hadirnya guru killer ini, jantung siswa berdetak lebih cepat dan membuat hidup siswa lebih hidup. Ini bukan iklan ya? Tetapi benarkan?
Nah hal ini hampir mirip dengan kisah dari nelayan di Jepang. Alkisah, dahulu kala ada nelayan di Jepang yang sering menangkap ikan Salmon di lautan, mereka sering membawa pulang hasil tangkapan dan dijual ke restoran. Para pemilik restoran selalu meminta dan membeli ikan salmon dalam keadaan masih hidup. Tau kenapa? Karena katanya daging ikan Salmon ini paling enak jika di masak dalam keadaan masih hidup. Fresh. Banyaknya pelanggan restoran yang menginginkan ikan salmon masih hidup menyebabkan ikan Salmon itu harganya menjadi mahal. Oleh karena itu, para nelayan menangkapnya dalam kondisi masih hidup. Ini yang menarik. Setiap ikan Salmon itu ditaruh dalam aquarium oleh pemilik restoran, ikan Salmon tersebut selalu mati. Padahal kalau sudah mati, dagingnya kurang lezat dan kurang laku sebab pelanggan restoran selalu minta ikan yang masih hidup. Pemilik restoran nampak bingung bagaimana caranya membuat ikan Salmon yang dibawa nelayan tersebut tetap hidup? Kalau cuma di taruh di aquarium, ikan tersebut hanya diam saja dan lama - lama mati sendiri. Lalu bagaimana caranya? Pemilik restoran tersebut  berpikir dengan keras. Akhirnya dia mendapatkan ide yang sedikit konyol. Dia mencoba menaruh ikan hiu tersebut dalam aquarium, dengan harapan bahwa ikan hiu tersebut membuat ikan Salmon terus bergerak. Dengan terus bergerak itulah yang diharapkan dapat membuat ikan Salmon tetap hidup. Kemudian langsung saja dia taruh ikan salmon dan ikan hiu dalam satu aquarium yang agak besar. Apa yang terjadi? Benar saja setelah ikan hiu melihat ikan Salmon, ikan hiu itu langsung mengejarnya. Berhubung ikan Salmon mau dimakan ikan hiu maka dia lari dan terus bergerak. Begitulah. Pemilik restoran tidak menyangka uji cobanya tersebut berhasil. Seperti yang telah dia prediksi sebelumnya bahwa ikan hiu tersebut terus mengejar - ngejar ikan Salmon tersebut. Sehingga ikan Salmon selalu bergerak karena dikejar - kejar ikan hiu. Yang tadinya ikan Salmon mati karena hanya diam saja, sekarang ikan Salmon harus bergerak terus agar tidak dimangsa ikan hiu. Itulah hidup terus bergerak. Salah satu tanda kita hidup adalah kita masih bergerak. Jadi intinya ikan hiu itu membuat ikan salmon bergerak dan terus hidup. Saya tidak menyamakan ikan hiu dengan guru killer namun saya hanya menceritakan bahwa kadang guru killer itu diperlukan manakala kita menghadapi siswa kita dalam kondisi tertentu. Guru killer selalu membuat para siswa selalu aktif dan kreatif. Betul? Semoga narasi di atas tidak berlebihan dan para guru killer tidak tersinggung. Amin :D
2. Guru pembenci
Tipe yang kedua juga tidak kalah seremnya. Guru tipe ini adalah guru yang membenci siswanya dengan alasan yang kadang rekan guru atau siswa sendiri tidak tau sebabnya. Guru tipe ini sering niteni, mengingat terus akan kesalahan siswanya dan parahnya lagi dia melampiaskan rasa bencinya dengan memberikan nilai raport yang rendah. Jadi satu kali siswa berbuat salah di mata guru pembeci ini maka bisa jadi nilai pelajaran siswa tersebut akan jelek selamanya. Ih..serem ya jadi guru tipe ini. Semoga kita bukan tipe guru ini. Kasihankan siswanya kalau seperti ini, seolah - olah hidup itu tidak adil. Semoga kita dijauhkan dari sifat dan perbuatan guru pembenci ini. Bismillah, kita tidak akan menjadi guru pembenci sebab kita adalah guru super. Setuju?
3.    Guru bersahabat
Nah, kalau 2 tipe guru di atas tidak disukai banyak siswa, maka tipe guru berikut adalah kebalikannya. Guru ini menjadi idaman para siswa. Ciri guru ini adalah cara mengajar yang enak, mudah dipahami, sabar dan mengajari siswa dengan hati. Saking baiknya, guru tipe ini sering diajak curhat siswanya. Namun tetap diingat walaupun tujuan anda dan siswa anda baik, tetap lakukan dengan cara-  cara yang baik. Misalnya berhubung akrabnya, siswa curhat sampai tengah malam, (ini curhat apa ronda?), tetap hargai privasi masing - masing. Apalagi jika antara siswa dan anda berbeda jenis kelamin atau anda sendiri telah berkeluarga, maka hentikan curhat tengah malam. Anda harus menjaga perasaan pasangan anda dan kegiaran curhat bisa dilanjutkan besokkan? (Serasa sinetron..berseri). Namun anda perlu tegas dan memberi batas - batas tertentu, antara guru dan siswa.
4.    Guru humoris
Tipe yang keempat adalah guru yang biasanya menjadi guru favorit di sekolah. Ciri guru ini biasanya menyisipkan humor ketika berbicara, entah ngobrol biasa atau dalam proses belajar mengajar. Pokoknya membuat siswanya happy dan senyum bahagia. Namun tetap saja bercanda perlu mengukur intensitas dan porsinya. Jadi fokus utama tetap materi pelajaran, kecuali di luar ruang kelas mungkin agak banyak joke - jokenya, ga papa. Bahkan sampai bergurau terus terusan dan berguling - guling menahan tawa juga boleh -kalau tidak malu sama umur-. Namun tetap dilihat dulu dimana tempat berguraunya dan siapa yang kita ajak bergurau? Bagaimanapun kita wajib menjaga wibawa kita di depan siswa, rekan guru dan masyarakat. Ingat kita adalah orang tua siswa di sekolah jadi mari kita bertindak proporsional dan profesional. 

ALHAMDULILLAH, JUARA 1 GURPRES

 
     Setelah melewati serangkain tes, dimulai dari tes tertulis -tes psikotes-, presentasi dan wawancara, akhirnya diumumkan aku sebagai juara 1 guru berprestasi tingkat kabupaten Bantul tahun ini. Patut aku syukuri sebab sebelumnya aku cuma, tepatnya ibu kepala sekolahku, menargetkan hanya masuk 10 besar. Ya wajarlah menarget hal tersebut berhubung seleksi guru berprestasi adalah lomba yang sangat, sangat berat dibandingkan lomba yang lain. Di samping tes yang saya sebutkan di atas, yang lebih berat adalah membuat portofolio - jadi tes di atas tidak berat?- bukan begitu namun mengumpulkan berkas, sertifikat, ijazah dan kertas pendukung itu repotnya minta ampun.
    Kalau tes tuliskan kan bentuknya pilihan ganda, jadi bisa atau tidakkan tetap bisa pilih  -walaupun salah- tetap terjawab. Informasi lebih lengkap silahkan klik disini

Sabtu, 04 Juni 2016

DUNIA MALAM TAK SESERAM PERSEPSI

    Duduk tidak jauh dari tempat pentas yang sederhana, group band ini dengan semangat mengalunkan lagu lagu lama. Lagu lama yang kebanyakan lagu - lagu koes plus. Ah..kembali ke masa silam. Ku nikmati alunan lagu itu sambil memesan beberapa makanan dan minum; dua buah sop buntut dan iga beserta 2 piring nasi. Ya 2 piring nasi, walaupun kami datang bertiga. Bulan karena uangnya cukup untuk pesan 2 piring, bukan itu. Tetapi kami rasa terlalu takabur jika kamu memesan tiga atau lebih kemudian tersisa atau hanya termakan sedikit atau malah lebih parah lagi tidak tersentuh. Masih utuh, mending uang untuk membeli itu kamui kasihkan ke pemain band. Biar mereka mengganti lagu yang lebih ngerock atau lagu yang sekarang baru ngetrend. Tetapi kayaknya tidak mungkin pemain band itu mengganti lagunya sebab banyak tamu yanh berusia di atas 40 tahun. Kasihan kalau lagu harus ngerock seperti guns and roses, nirvana atau bon jovi. Ah..andai diganti lagu itu tentu malam tidak sedingin  itu.
Pesanan akhirnya datang persis yang kami pesan. Seorang waiters membawa mangkuk sup buntut pesanan kami. Aroma sup segera menyebar dan hinggap ke hidung kami. Kami bertiga melihat dengan penasaran bagaimana rasanya sup itu. Tak terasa aku ikut menelan ludah ketika istri mencicipi sup itu. Sementara anakku sibuk mengatur makanan yang lain. Alangkag nikmatnya makan bersama keluarga. Namun aku mesti bersyukur atau sedih ketika anak lakiku tidak ikut serta. Dia lebih memilih ikut neneknya. Bukan karena apa apa cuma karen dia kangen naik bus. Ya sesimpel itu. Aku maklum saja namanya juga anak umur 3 tahun. Tahulah, bahwa anak seusia itu baru - senang - senangnya dengan sesuatu yang baru. Terus yang lama? Tentu saja yang lama ditinggalkan, dia sudaj bosan dengan itu. Mau apa lagi? Biarlah kami bertiga, toh ini tidak mengurangi kenikmatan kami menyantap hidangan ini. Istriku nampaknya tidak terlalu lapar. Dia nampak malas malasan memasukan nasi ke mulutnya. Aku? Tentu saja aku bersemangat, apalagi Haura, anakku dia begitu rakus seolah - olah dia besok tidak bolah makan atau puasa. Tetapi disitulah aku merasa bangga dimana kerja kerasku dapat dinikmati bersama dan anakku merasa lahap dengan rejeki yang kami dapatkan selama ini. Alhamdulillah. Semoga rejeki ini, rejeki yang halal dan barokah.
Persis seperti yang saya duga sebelumnya bahwa pesanan itu cukup untuk kami bertiga. Mungkin nampak sedikit tetapi nikmatnya suasan malam itu betul - betul memberi kesan magic, kesan malam itu spesial, tidak huru - hara, penganiayaan, perampokan atau tindakan kriminal lainnya. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, selain rasa kantuk yang mungkin jadi masalah bagi kami ketika pulang. Jarak masih cukup jauh dari rumah. Ketika perut mulai kenyang maka kantuk akan segera menyerang, seperti itu biasanya. Itu yang kutakutkan bukan yang lain. Malam itu aku dapat menyimpulkan bahwa malam itu hitam dan hitam itu pekat tetapi pekat itu tidak selalu berarti jahat. Pekat hanya simbul dari hitam yang sangat. Semoga aka  selalu seperti ini. Jogjaku aman, jogjaku nyaman dan jogjaku istimewa. Semoga.

MALIOBOROKU KINI

    Malioboroku mulai berbenah, Malioboroku? Plis mas jangan ngaku ngaku. Ok, malioboro kita mulai tertata walau belum sempurna, disana sini masih ada renovasi dan perbaikan trotoar. Namun tahukah anda, bahwa sekarang ini kita tidak bisa lagi parkir di depan toko - toko di Malioboro. Kenapa? Karena ya...sekarang ada pembenahan dan penataan ulang lahan parkir. Dulu kita bisa bebas menaruh motor kita di sepanjang malioboro. Sekarang no way. Sekarang anda harus menempatkan kendaraan anda di tempat tempat tertentu, baik yang legal maupun illegal. Lho, emang ada yang ilegal? Ada, buktinya di gang - gang menuju kampung di manfaatkan untuk parkir motor. Kenapa bisa begitu ya? Sebab jumlah kendaraan yang mau parkir ke Malioboro lebih banyak daripada jumlah dan space tempat parkir, apalagi ada tempat parkir yang jauh dari pusat keramaian seperti parkir Jl. Abu bakir ali. Di tempat parkir tersebut orang harus jalan kaki sekian ratus meter menuju ke Malioboro Mall , pasar Beringharjo dan destinasi yang lain.
    Memang perbaikan ini membawa konsekuensi yang sedikit merepotkan dan melelahkan bagi kita disebabkan jarak tempat parkir tersebut. Dulu kalau kita parkir sangat praktis, tinggal taruh motor di depan toko yang kita tuju terus masuk toko, gitu dah beres. Ada yang ngurusin. Kita tinggal fokus ke belanjaan kita. Begitupun kalau pulang, sangat mudah, tinggal ambil motor dan bayar, beres. Itu dulu, ya beberapa bulan yang lalu. Namun perubahan yang terjadi sekarang, memang menggembirakan, artinya ya kita bisa bebas jalan - jalan di Malioboro, tidak lagi terhalang motor parkir atau sulitnya jalan lebih cepat. Malioboro sekarang kelihatan lengang karena tidak ada lagi parkir motor di trotoar. Sekarang nyaman sekali untuk jalan, bahkan kita bisa pesan siomay yang baru lewat dan duduk di devider serta makan sambil melihat lalu lalang kendaraan yang lewat. Bahkan kita bisa menyaksikan atraksi musik jalanan yang tampil di pelataran tempat parkir yang kosong, yang dulu digunakan untuk tempat parkir. Sungguh eksotik dan menarik, kita bisa leluasa menikmati suasana malam di Malioboro. Suasana sekitar yang lengang, lampu dan musik menambah kenikmatan jalan - jalan kami.  Tetapi  kenyamanan kami terganggu dengan sampah yang berserakan, apakah itu disebabkan karena malam hari sehingga tidak ada lagi tukang kebesersihan, entahlah. Aku tidak tau, menurutku kalau mau bisa kok ada penjadwalan kebersihan sampai malam hari. Toh Malioboro buka 24 jam, yang tutup kan tokonya, bukan Malioboronya. Jadi ya itu mungkin saja, daripada kotor, betul?
Kekuatan tujuan wisata, di samping indahnya tempat tersebut dan keramahan para pelaku pariwisata, perlu juga dijaga kebersihannya. Dengan harapan, para wisatawan, baik wisatawan domestik maupun manca negara dapat betah tinggal di Yogyakarta. Oleh karena itu Malioboro yang sudah populer tersebut perlu diimbangi dengan kebersihan jalan dan lingkungan yang baik. Jangan malah kelihatan jorok, sampah ada di mana - mana, tidak terurus dengan baik. Kebersihan merupakan salah satu pelayanan yang bisa diupayakan. Syukur - syukur kondisinya seperti Singapore ( emang pernah kesana?) yang bersih dan tertara rapi, katanya. Ya memang sih saya belum pernah ke sana, tetapi sekarang ini, jaman modern ini kalau kita mau tau sesuatu tidak perlukan kita kesana? Gampangnya gini kita tinggal angkat Handphone dan googling di internet, pasti ketemu. Kalau tidak ketemu kita bisa mengundang siapa tuh artis yang dapat memcari orang yang telah membully dirinya? Hebat dia, bisa menemukan, kemudian membawa ke Jakarta dan gantian artis itu membully orang tadi, di depan TV lagi. Jadi sekarang siapa yang lebih jahat? Ya mereka sama saja, perbuatan jahat dibalas dengan perbuatan jahat yang lain. Lalu apa bedanya? Ya mereka berdua sama saja. Apapun alasannya, mereka hanya mencari kebenaran dengan versi mereka sendiri - sendiri. Wallahualam bi shawab. Ya biarlah Alloh yang menilai, saya tidak bisa menilai, bisanya komentar. Semoga komentarnya seimbang, tidak memihak salah satu orang tersebut. Nah itu, artis di atas yang bisa cari kalo saya cuma usul saja, takut juga saya kalau nanti dicari terus suruh nraktir bakso. :D
    Malioboroku sayang, malioboroku  berkembang. O..iya tidak semua berubah kok. Ada yang masih sama seperti sebelumnya. Sebagai contoh, untuk penempatan penjual aksesories, baju dan sandal juga masih sama, di emperan toko.  Kita tidak lagi tambah repot, sebab mereka tetap di tempat semula. Bayangkan kalau mereka pindah ke merapi -ah..berlebihan-, apa kita ga susah mencari dan menuju ke sana. Walaupun itu tidak mungkin juga kalau dipindah jauh - jauh, siapa yang mau. Jangankan pembeli, lha wong pedagangnya juga pasti tidak mau. Ya, iyalah jauh gitu lho. Walaupun tidak ada tempat yang permanen untuk para pedagang namun mereka, kayaknya sudah nyaman. Nyatanya tetap bertahan dan baik - baik saja, artinya mereka tidak protes dan mau membayar restribusi untuk penjualannya. Itu para pedagangnya, bagaimana tukang parkirnya? Apakah mau dan rela direlokasi? Katanya sih hal tersebut masih menyisakan masalah. Menurut informasi mereka dapat uang ganti rugi, ga tau itu ganti rugi apa ganti untung, wong cuma dapat 50 ribu per hari selama 3 bulan. Di samping penghasilan tersebut, mereka masih boleh melakukan kegiatan perparkiran dan mendapat tambahan penghasilan dari uang parkir di tempat yang baru. Jadi mereka dapat ganti rugi atau ganti untung? Ga taulah, besok saya tanyakan kalau saya sudah punya waktu luang dan nganggur. Tak sempet sempetin tanya tukang parkir, mereka dapat ganti rugi atau ganti untung, semoga saja saya tidak ditimpuk he...
    Melihat perkembangan dan kemajuan Malioboro, menurutku dinas tata kota perlu punya ide visioner, bukan hanya memindahkan tempat parkir di beberapa titik, namun membuat terobosan baru. Apa itu? Ya..mungkin membuat parkir bawah tanah dan tempatnya di bawah jalan Malioboro sehingga orang - orang yang datang ke Malioboro tidak seperti sekarang ini. Repot sekali. Duh..kebayangkan capeknya? Memang sih kita bisa sih parkir di kanan kiri supermarket, toh supermarket punya tempat parkir tetapi biasanya penuh, keduluan yang lain. Terus?
 Atau kita parkir di tempat warga sekitar? Ini juga bisa kita lakukan tetapi sulit juga masuknya sebab gangnya sempit dan juga padat sekali, ditambah ongkos parkir juga melambung menjadi 3ribu rupiah. Itu saja tidak dikasih karcis, apalagi snack boro - boro.
    Usulan saya bagi dinas tata kota ya di atas tadi, buat parkir bawah tanah, memang awalnya pembangunan menganggu dan semrawut namun setelah selesai itu sangat bermanfaat dalam jangka panjang dan visioner. Sehingga kita bisa meninggalkan anak cucu kita sebuah harapan dan grand design yang baik. Dengan begitu kita tidak akan lagi meninggalkan masalah bagi kehidupan mereka. Pada akhirnya mereka akan berterimakasih kepada kita sebagai nenek moyang yang baik -nenek moyang?- karena kita telah memikirkan sejauh itu dan sebaik itu tentang masa depan mereka. Anda setuju?