Literasi media adalah
kemampuan untuk memahami, menganalisis dan mendekontruksi media. Kemampuan
untuk melakukan ini ditujukan agar pemirsa sebagai konsumen media, termasuk
anak-anak menjadi sadar (melek) tentang cara media dikontruksi (dibuat) dan
diakses (wikipedia.com). Dengan kemampuan literasi media, anak-anak (baca:
siswa) mengatahui cara sebuah media dibuat dan bagaimana cara mengakses media
tersebut. Kemampuan tersebut, terutama kemampuan mengakses media dapat
menumbuhkan budaya membaca dan mungkin juga menulis. Walaupun tulisan yang
mereka hasilkan bisa jadi belum memenuhi standar penulisan yang baik. Apalagi
jika yang mereka akses adalah sosial media, dimana ragam tulisan sering tidak
memenuhi standar penulisan yang baik dan benar. Bagaimanapun hal itu mempunyai
dampak positif jika dilihat dari segi kemampuan mengakses media. Berbagai
kemampuan siswa di bidang literasi yang kurang menggembirakan itulah yang
membuat pemerintah menggalakkan dan membuat program literasi.
Salah satunya adalah indek
membaca orang Indonesia yang masih rendah sangat rendah. Dari data UNESCO tahun 2012 menunjukkan bahwa
indeks tingkat membaca orang Indonesia hanyalah 0,001. Itu artinya, dari 1.000
penduduk, hanya ada 1 orang yang mau membaca buku dengan serius. Dengan rasio
ini, berarti di antara 250 juta penduduk Indonesia, hanya 250.000 yang punya
minat baca. Padahal dengan membaca orang akan mempunyai wawasan yang luas dan
berpengetahuan yang baik. Pada akhrinya dengan wawasan yang luas dan
pengetahuan yang baik akan membawa generasi Indonesia menjadi generasi yang
cerdas. Generasi yang cerdas ini akan dapat menyelesaikan berbagai permasalahan
kehidupan dan permasalahan negara sebab di tangan merekalah masa depan bangsa
Indonesia.
Juara 1 LPSN 2016
Sementara di tingkat
sekolah, hampir setiap sekolah memiliki apa yang disebut dengan gerakan
literasi sekolah. Gerakan literasi sekolah (GLS) ini diluncurkan oleh Kemdikbud
dengan tujuan agar siswa memiliki budaya membaca dan menulis sehingga tercipta
pembelajaran sepanjang hayat. GLS ini tertuang dalam permendikbud No.23 Tahun
2015 dan salah satu kegiatan dalam gerakan tersebut adalah kegiatan 15 menit
membaca buku non-pelajaran sebelum waktu belajar dimulai. Bahkan di beberapa
sekolah mempunyai program yang lebih bervariatif dan lebih maju, tidak ‘hanya’
kegiatan membaca buku non-pelajaran selama 15 menit. Kegiatan-kegiatan yang
mereka lakukan seperti kegiatan workshop kepenulisan, mendatangkan para penulis
buku, membuat buku siswa, membuat perpustakaan kelas, dan lain sebagainya.
Kegiatan literasi yang masif di sekolah nampaknya tidak diimbangi dengan
keseriusan pemerintah menggalakkan program literasi tersebut. Tidak banyak
lomba-lomba yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk memicu dan memotivasi
siswa gemar membaca dan menulis. Yang penulis ketahui kegiatan kepenulisan yang
diselenggarakan pemerintah yaitu Lomba Penelitian Siswa Nasional (LPSN) yang
dulu namanya LPIR, menulis surat kepada presiden, lomba cipta cerpen (FLS2N),
lomba cipta puisi (FLS2N), Lomba Karya Jurnalistik Siswa (LKJS), bahkan untuk
LKJS kabarnya akan dihilangkan. Menurut penulis, jika memang pemerintah konsen
dan serius menggalakkan program literasi seharusnya diperbanyak ragam lomba,
jangan malah dihilangkan, bahkan kalau perlu hadiah ditambah.
Juara 2 Jurnalistik (LKJS 2015) |
Para pemenang lomba di atas
sering merasa iri dengan hadiah yang didapatkan oleh para olahragawan karena
hadiah dan bonusnya yang melimpah padahal jenjang dan tingkat yang diperebutkan
sama, tingkat nasional. Kenapa bisa begitu? Apa kalau menulis itu tidak
berkeringat sehingga hadiahnya tidak terlalu banyak? Atau adanya sponsor?
Terlepas dari hadiah, pemerintah seharusnya cerdas mengembangkan bakat dan
minat siswa di bidang literasi sehingga siswa Indonesia dapat bersaing dengan
siswa negara lain. Ada beberapa cara untuk menumbuhkan dan mensukseskan program
literasi yaitu
- Pemerintah memperbanyak lomba-lomba yang berhubungan dengan kegiatan literasi. Walaupun sudah ada beberapa lomba menulis seperti lomba menulis kepada presiden, lomba penelitian siswa nasional (LPSN/LPIR), Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) dan lain-lain, namun jenjang dan ragamnya kurang banyak. Alangkah baiknya jika pemerintah memulai lomba-lomba tersebut dari jenjang Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Lalu ragam lombanya apa saja? Ragam lomba bisa lomba menulis untuk menteri, berapa menteri yang kita miliki itulah ragam lomba yang ada. Lomba menulis untuk Dewan Perwakilan Rakyat, Majelis Permusyawaratan Rakyat dan lembaga pemerintah lainnya. Lembaga pemerintah yang ada diimbau untuk melaksanakan program literasi sebagai salah satu tanggungjawab bersama menggalakkan program pemerintah.
- Pemerintah Pusat mengharuskan Pemerintah Daerah dan Lembaga Pemerintah di daerah untuk melaksanakan program literasi misalnya duta baca, duta literasi, sekolah literasi, lomba resensi dan lain-lain. Lomba-lomba tersebut diperuntukkan bagi para pelajar dan mahasiswa di daerah masing-masing. Untuk hadiah mungkin tidak perlu terlalu besar sehubungan dengan pendapatan asli daerah yang berbeda-beda. Namun perlu ditekankan bahwa sertifikat kejuaraaan dapat dipergunakan untuk mendaftarkan ke sekolah lanjutan. Artinya sertifikat menambah nilai siswa waktu dia mendaftar ke sekolah yang lebih tinggi.
- Pemerintah dapat menggandeng berbagai media atau penerbit buku untuk menyelenggarakan sebuah event menulis. Dalam event tersebut akan terdapat dua keuntungan, baik bagi pemerintah maupun sponsor itu sendiri. Bagi pemerintah program literasi dapat berkembang pesat dan bagi penerbit dapat materi naskah yang baik sehingga penerbit dapat mempublish karya yang dihasilkan sebagai sebuah buku yang baik dan bermutu.
Itulah kegiatan-kegiatn lanjutan yang dapat pemerintah laksanakan
dan terapkan di Indonesia. Dengan kegiatan-kegiatan di atas, penulis meyakini
bahwa program literasi dapat berjalan dengan baik dan berkesinambungan sehingga
para generasi Indonesia akan terbiasa dengan membaca dan menulis. Pada akhirnya
ketika mereka harus berkompetisi dengan negara lain, generasi emas Indonesia
akan benar-benar menjadi generasi emas yang berkilau karena kemampuan
kognitifnya. Semoga pemerintah serius dalam membangun generasi bangsa menjadi
generasi yang gemar membaca dan menulis.
Daftar Pustaka
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.23 Tahun
2015 tentang gerakan membaca 15 menit sebelum pelajaran