Kamis, 04 Januari 2018

TANTANGAN PENULIS (1)

    Tantangan penulis sebenarnya banyak . Namun sekarang yang mau kita bicarakan adalah tantangan pertama tentang keluarga. Banyak penulis yang mengeluh tidak bisa menulis, tidak bisa ikut forum menulis dan tidak bisa workshop menulis gara-gara keluarga. Selalu beralasan, anaknya banyak, anaknya sering mengganggu dan tidak ada yang momong. Okelah, fix itu untuk ibu-ibu kan? Bahkan ada yang bilang jangan kan nulis, untuk buka WA saja tidak sempat. Duh.
    Kalau seperti itu serasa bahwa hidupnya habis untu ngurusi keluarga. Apa benar segawat itu? Apa iya tidak mempunyai waktu? Baiklah kita tidak perlu berdebat tentang itu. Aku mau mengisahkan tentang teman penulis. Dia seorang ibu, mempunyai anak dan suami, anaknya dua masih kecil-kecil, guru juga, apalagi ya? Oiya, dia membuka kelas menulis. Tuh, kurang sibu apa dia? Namun dia bisa membagi waktu. Bahkan dia produktif dalam menulis. Buku-bukunya hampir tiap bulan terbit. Malah naskah ada yang ngantri di penerbit. Hm, masih jadi masalah tentang keluarga.
    Tetapi mungkin keluarganya mendukung? Iya sih, keluarganya mendukung. Dan aku yakin tanpa dukungan keluarga atau pasangan kita sulit untuk melakukan itu. Sekarang aku mau tanya, sebagai pasangan, yang saling mencintai, apa iya bila salah satu pasangan mempunyai hobby atau kesenangan, pasangan lainnya tidak mendukung? Lalu kadar cinta itu sampai mana? Bukankah orang yang saling mencintai, menyayangi itu menerima dalam keadaan suka dan duka? Di saat pasangan kita menyukai sesuatu, harusnya idealnya pasangannya mendukung. 
     Mendukung itu tidak harus memberi uang, fasilitas atau apa. Cukup mendukung itu membiarkan, tidak menganggu. Kalau level di atasnya, mendukung itu mengantar ke tempat tujuan, tempat yang disukai pasangan kita. Itu mendukung. Tinggal komunikasi saja sih antara pasangan satu dengan yang lainnya. Kalau Anda seorang wanita dan suami Anda gemar memancing atau main sepakbola maka biarkan dia menekuni kegemaran tersebut. Kalau tidak bisa dan tidak suka dengan dua kegiatan tersebut, ya sudah biarkan saja. Tidak perlu dihalang-halangi. Yang penting tugas atau kewajiban seorang suami tidak ditinggalkan. Begitu pun sebaliknya.
     Perempuan boleh berkarier, perempuan boleh berkembang di luar tapi tetap kodrat wanita, tugas wanita tidak boleh diabaikan. Jadi kalau Anda wanita dan suka menulis, plis komunikasikan dengan suami. Apa agenda Anda, apa acara Anda dan apa yang akan Anda lakukan. Bila semua dikomunikasikan Insha Allah bisa berjalan dengan baik dan harmonis. Lalu bagaimana dengan anak? Apakah anak menjadi penghalang? Bila anak masih kecil, maka Anda harus mengalah dan berjuang. Menulislah di kala anak Anda sudah tidur. Apa itu bisa? Bisa banget. Tinggal tanya diri Anda sekuat apa semangat Anda. Sebab banyak orang yang KO oleh rasa kantuk, rasa capek dan rasa malas. Sehingga ya sudah di saat anak Anda tidur, Anda ikut tidur. Menulisnya kapan? Ya, kapan-kapan.
    Berbeda lagi dengan contoh berikut. Seorang ibu-ibu, dia bekerja, guru juga, mempunyai anak dan suami tetap semangatnya luar biasa. Di saat ada workshop penulisan dia selalu ikut. Biar di kata jaraknya jauh dia tempuh. Di kata alamatnya tidak jelas, dia tanya. Pokoknya dia mempunyai semangat yang membara. Dan jarak atau lokasi tidak masalah, toh sudah ada google map kan? Lagian bisa juga minta alamat kepada penyelenggara, terus cari sendiri dan tanya kanan kiri. Ah, kalau niat, nekad dan semangat pasti dapat.
    Ibu itu mempunyai anak yang masih kecil. Itu pun tidak menjadi penghalang bagi dirinya. Malah anaknya diajaknya dalam komunitas itu. Diajaknya anak tersebut dalam workshop tersebut. Jadi di saat dia upgrade tentang ilmu penulisan, dia sekalian momong anak. Hebat bukan? Di saat orang lain beralasan mempunyai anak kecil, dia sudah memecahkan masalahnya. Anak bukan penghalang. Itu malah menjadi tantangan sebesar apa niat untuk mampu menulis. Dan aku salut dengan orang-orang seperti itu.
    Mungkin saja ilmu yang diserap ibu itu tidak banyak, sebab dia membawa anak. Tetapi sedikit apa pun masih lumayan daripada di rumah. Di rumah kita tidak bisa berkembang, apalagi dalam dunia tulis menulis. Kita butuh orang lain untuk berkembang. Entah itu informasi dari teman tentang penulisan, informasi tentang penerbit dan juga informasi tentang penawaran naskah. Yang jelas tidak ada ruginya kalau berkumpul dengan orang-orang yang sehobi. Kalau suami minta pergi ke mana? Ajak saja suami dalam acara tersebut. Siapa tahu dia suka.
     Aku pernah bertanya kepada ibu itu, "Bu, suami tidak marah ibu ikut acara seperti ini?"
     Kemudian dia menjawab, "Tidak Pak. Suamiku marah kalau aku lupa pekerjaan rumah. Saat pekerjaan sebagai istri dilaksanakan, apa pun kegiatanku dia mendukung."
     Mantap. Begitulah sebuah pasangan saling take and give, saling memberi dan menerima. Saling mendukung, wong namanya cinta itu ya mencintai juga apa yang dicintai pasangan kita. Jangan malah marah-marah tidak jelas. 
    Kalau tidak suka ya sudah, yang penting jangan dihalang-halangi. Toh, tidak ada ruginya kan mengikuti acara-acara seperti itu? Menurutuku itu tantangan seorang penulis; mengatasi masalah yang paling dekat. Anak-anak dan pasangan hidupnya. Kalau kedua komponen itu tidak masalah, kok Anda belum menulis, maka yang menjadi masalah adalah Anda. Anda tidak mempunyai keinginan menjadi penulis. Anda malas dan Anda tidak mau berkembang. Itu masalah besar.