Diumur yang tidak muda lagi ini, aku mesti banyak bersyukur dan merenungi : apa yang telah aku capai sampai detik ini? Bukan pencapaian materi yang aku maksud tetapi prestasi - prestasi dan karya yang telah kuhasilkan sampai usiaku sekarang ini. Menurutku betapa sia - sianya kita jika terlalu santai dan nyaman dengan kehidupan tersebut. Padahal diluar sana dan orang - orang di sekitar kita berlomba dan berkarya yang menunjukkan eksistensi kita, kemanfaatan kita bagi lingkungan kita. Bukankah orang yang paling bagus itu, orang yang dapat bermanfaat bagi seluas - luasnya manusia di sekitarnya? Namun apa yang terjadi padaku? Aku masih di sini asyik dengan hidupku, nyaman dengan hidupku, dan tidak melakukan apapun unutk hidupku, karierku dan masa depanku. Aku harus bangkit dan segera merintis masa depanku. Aku yakin kalau aku tidak berbuat apapun maka tidak akan ada apapun yang terjadi dalam hidupku. Oleh karena itu, hidup prelu bergerak, dinamis dan kreatif. Mengapa akhir - akhir ini kreatifitasku berkurang? kalau tidak bisa dikatakan hilang sama sekali. Apa yang menyebabkan aku begini? Apa pekerjaanku terlalu banyak sehingga tidak ada lagi waktu, ide dan tenaga berbuat yang lain? Mungkin, bisa jadi tetapi inilah saatnya aku berbenah, masih ada hari dan waktu bagiku untuk mengejar ketertinggalanku ini sehingga aku bisa bangkit dan meraih prestasi - prestasi yang lain. Ah..memang itu tidak mudah namun aku perlu mencoba sehingga aku yakin apa yang aku usahakan ini memang benar - benar tidak mudah. Dalam hal ini aku juga perlu meyakini bahwa dengan kerja keras, ketekunan dan doa, tangan Tuhan pasti bekerja. Itu yang perlu kuyakini dan kuyakinkan kepada kamu juga. Kalau orang lain bisa kenapa aku tidak dan kenapa anda juga tidak? Itu saja.
Rabu, 26 Agustus 2015
Selasa, 30 Juni 2015
GURU PERLU UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN
Perubahan kriteria kelulusan seorang peserta didik
membuat otoritas seorang guru diakui. Yang dulunya kriteria kelulusan peserta
didik hanya ditentukan oleh nilai Ujian Nasional (UN), sekarang seorang peserta
didik harus menempuh 4 kriteria kelulusan. Ke-empat kriteria kelulusan peserta
didik yaitu : a) menyelesaikan seluruh program pembelajaran, b) berakhlak mulia
dengan indikator memperoleh nilai
minimal baik untuk seluruh mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, mata
pelajaran estetika dan mata pelajaran jasmani, olah raga dan kesehatan, c)
lulus Ujian Sekolah dan d) lulus Ujian Nasional.
Dari uraian di atas
posisi Ujian Nasional berada paling akhir, artinya bahwa sebelum pengumuman
kelulusan Ujian Nasional, peserta didik harus lulus kriteria yang lain.
Sehingga peserta didik tidak akan berpersepsi bahwa setelah ia lulus Ujian
Nasional maka ia telah lulus dari sekolahnya. Hal ini masih menjadi pandangan
banyak peserta didik maupun orang tua peserta didik. Kejadian seorang guru yang
tidak memberikan nilai yang baik terhadap seorang peserta didik baru-baru ini, yang
membuat ia tidak lulus sekolah, semestinya tidak menjadi pro dan kontra di
kalangan kita. Penilaian peserta didik merupakan otoritas seorang guru jadi
walaupun peserta didik lulus Ujian Nasional tidak bisa otomatis peserta didik
tersebut lulus dari sekolahnya. Kalau peserta didik hanya mengejar kelulusan
pada Ujian Nasional, alangkah baiknya jika peserta didik tersebut masuk ke
lembaga bimbingan belajar saja bukan masuk ke lembaga sekolah.
Lembaga sekolah bukan hanya mengajar tetapi sekolah juga
mendidik, sehingga kita mesti appreciate
terhadap para guru yang berani menjalankan fungsinya sebagai pendidik. Asumsi
penulis, tidak mungkin seorang guru tidak meluluskan peserta didik jika peserta
didik tersebut tidak kebangetan bodohnya atau nakalnya. Jadi mari kita beri
ruang terhadap para guru untuk berwibawa dan mempunyai kewenangan dalam
penilaian. Selama ini guru telah dikebiri wewenangnya dengan adanya Ujian
Nasional. Momen inilah yang tepat untuk menunjukkan kredibilitas, keprofesionalan
dan keberanian seorang guru. Walaupun penentuan kelulusan seorang peserta didik
melalui rapat Dewan Guru, tetapi pasti peserta didik atau orang tua peserta
didik akan memandang guru sebagai perseorangan sehingga ini sangat riskan
terhadap keselamatan guru. Peserta didik dan orang tua peserta didik akan
melihat mata pelajaran apa yang membuatnya tidak lulus. Dengan melihat mata
pelajaran atau guru yang mengampu secara terpisah, peserta didik dan orang tua
akan mengabaikan peran rapat Dewan Guru dalam mengambil keputusan lulus atau
tidak lulus seorang peserta didik. Oleh karena itu, sudah saatnya Undang-Undang
Perlindungan Guru (UUPG) dibuat demi keselamatan seorang guru dalam memberikan
penilaian yang semestinya.
Dengan UUPG, guru mempunyai keberanian untuk menilai
peserta didik secara obyektif dan akuntabel. UUPG akan membuat para guru nyaman
bekerja, berani memberikan penilaian yang semestinya dan keselamatan terjamin. Lihat
saja di media Televisi, para peserta didik yang tidak lulus Ujian Nasional,
mereka merusak sekolahnya dan Dinas Pendidikan setempat, apalagi jika mereka
mengetahui yang tidak meluluskan adalah guru secara pribadi. Misalnya guru
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), guru Agama atau guru lain secara
perseorangan. Bisa dibayangkan apa yang akan terjadi terhadap para guru yang
pemberani tersebut? Ketidak-siapan peserta didik atau orang tua peserta didik
menerima kenyataan tidak lulus sekolah yang disebabkan oleh seorang guru, akan
berakibat fatal terhadap seorang guru tersebut. Oleh karena itu, penting
kiranya Undang-Undang Perlindungan Guru untuk dibuat segera.
GURU VERSUS TV
Kemajuan teknologi telah mebuat hidup lebih
praktis dan efisien. Banyak produk kemajuan teknologi dewasa ini telah masuk ke
dalam rumah kita.Salah satu prodk teknologi yang hampir semua orang punyai
adalah televisi.Produk ini sangat mengesankan karena memberikan pelayanan audio
visual tentang tentang informasi segala macam.Televisi yang kita punyai bisa
sangat bermanfaat bagi kita dalam menyerap segala informasi.Karena televisi
meyajikan dan menyiarkan berbagai program acara. Dimana acara-acara itu perlu
kita seleksi untuk kita tonton.Tanpa kita pilih maka dampak yang kurang baik
akan mempengaruhi jalan kita.
Banyak keuntungan yang bisa kita dapat dari
broadcast televisi,namun ada juga kerugiannya.Melalui televisi kita
men-download informasi dan ilmu pengetahuan.Sebab televisi merupakan alat
komunikasi satu arah,maka segala komplain dan tanya jawab tidak bisa kita
lakukan secara langsung.Dengan adanya pengaruh yang negatif bagi kita
khususnya,anak didik kita,menyebabakan kita harus mewanti-wanti kepada siswa
kita untuk memilah dan memilih acara –acara yang bermutu dan sesuai dengan
perkembangan jiwanya.
Rasanya tidak berlebihan bila menjadikan televisi
adalah musuh bagi para pendidik.Sebab ternyata anak didik kita belum bisa
memilih dan memilah acara yang berbobot bagi kehidupannya.Contohnya ;kejadian
tidak kriminal ,bunuh diri,tindakan meniru olah raga berbahaya dan
lain-lain.Semua contoh tersebut meupakan hasil”bimbingan”produk televisi.
Televisi telah menjadi guru bagi anak didik
kita.Telvisi telah memberi lebih mengajarnya daripada guru.Bahkan bisa sampai
24 jam non stop,televisi menjadi pengajar privat di dalam kamar,ruang tamu dan
tempat-tempat yang lain. Jika guru ditandingkan dengan televisi,pasti akan
kalah.Karena guru bisa jadi kurang menarik dan kurang lama dalam mempengaruhi
dan mengajar kebaikan.Jadi guru perlu partner untuk memenangkan pertarungan
itu.Siapa partner guru untuk melawan televisi? Partnernya yaitu para orang tua
atau wali murid siswa-siswa tersebut.Tanpa bantuan orang tua dan wali
murid,niscaya guru sanggup melawan pengaruh buruk yang merasuki jiwa anak anak
tercinta seperti perilaku konsumtif,malas belajar dan asosial.Oleh karen itu
kita perlu men-sinergiskan peran orang tua dirumah dan para pendidik
disekolah.Sehingga para siswa bisa mengambil manfaat dari adanya kemajuan
tersebut.
IPAD, ANAKKU DAN SERTIFIKASI
“Yah beliin Ipad, ya?” rengek anakku yang masih berumur
6 tahun. Aku kaget dan merasa heran darimana ia mengetahui Ipad segala.
Nampaknya perkembangan teknologi telah merambah ke segala usia. Buktinya anakku
sudah mengenal gadget yang satu ini.
Kalau anakku yang masih kecil saja sudah mengenal peralatan teknologi,
bagaimana dengan para peserta didik kita? Mungkin mereka lebih canggih daripada
anakku. Dari kondisi yang ada ini aku
tertantang untuk mengetahui lebih banyak tentang teknologi, minimal jangan
sampai kalah dengan anakku. Dan yang penting juga aku jangan sampai kalah
dengan para peserta didikku. Jika para peserta didi sudah bias membuat e-mail,
maka aku harus dapat membuat blog dan jika peserta didikku sudah dapat membuat
blog maka aku harus dapat membuat cyber class. Malu rasanya jika aku sebagai
guru kurang pergaulan (kuper ) dan gagap teknologi (gaptek) dihadapan para
peserta didik. Kalau sampai kalah wah..jangan-jangan mereka belajar bukan dari
gurunya tetapi malah belajar dari mbah Google.
Sebagai guru saat ini, malu rasanya tertinggal informasi
di sekitar kita, bukankah semua materi/ bahan pelajaran dapat kita dapatkan
dari lingkungan termasuk teknologi yang tersedia di sekitar kita. Kita harus
mendengar dan melihat sekeliling kita, Indonesia kita dan dunia kita. Kemudian
kita dapat menghubungkan pengetahuan tentang sekeliling kita dengan mata
pelajaran yang kita ajarkan. Dengan cara tersebut, informasi yang diperoleh
siswa selalu actual. Apalagi jika kita para guru yang sudah sertifikasi ada
baiknya tambahan gaji tersebut untuk berlangganan surat kabar (melihat
sekeliling) dan membeli laptop serta berlangganan internet (melihat dunia
kita). Kedua fasilitas tersebut dapat juga kita gunakan untuk menunjang
pembelajaran. Dengan sarana tersebut kita dapat menyajikan materi pelajaran
dengan lebih menarik dan sistematis. Kita perlu mengurangi model pembelajaran
dengan ceramah dan mencatat, karena itu pasti membosankan peserta didik kita.
Mari kita sisihkan beberapa lembar uang tunjangan
profesi kita untuk menambah pengetahuan melalui surat kabar dan laptop
terintegrasi dengan internet untuk menjadi guru yang professional. Bukankah
gaji kita naik 100%? Logikanya ika gaji kita naik 1 x lipat maka etos kerja
kita juga harus naik 1 x lipat, tidak seperti biasa-biasa saja sebab gaji kita
sudah luar biasa besarnya.
Langganan:
Postingan (Atom)