Jumat, 20 Juli 2012

JOKI UJIAN:KEJUJURAN YANG TERGADAI

Sungguh mencengangkan ketika penulis membaca berita kemarin bahwa para mahasiswa kedokteran UGM melakukan perjokian masal. Ada 45 calon mahasiswa yang tertangkap sedang mengikuti tes masuk fakultas kedokteran UGM. Dan tidak main-main mereka sudah dikondisikan dan koordinasi dengan sangat profesional. Bagaimana tidak? Mereka menggunakan HP yang sudah dimodifikasi dengan canggih sehingga dapat digunakan sebagai alat bantu untuk menjawab. Perangkat canggih ini telah terhubung dengan operator yang sudah siap dengan kunci jawabannya. Semua akan ditolong karena mereka sudah membuat kesepakatan ketika mereka diterima maka mereka akan membayar sekian juta. Bayangkan jika mereka tidak tertangkap; mereka akan diterima di fakultas kedokteran, ketika mereka lulus dan bekerja, mereka akan hitung-hitungan dengan semua uang yang telah mereka keluarkan termasuk uang untuk jasa si joki. Setelah hitung2 an selesai, apakah mereka dapat berlaku dan bertindak profesional? Apakah mereka dapat menjalankan kode etik kedokteran? Belum tentu. Sebab apa yang mereka mulai dengan cara-cara yang salah, cara-cara yang haram, bagaimana kita dapat mengambil kemanfaatan dari sesuatu yang haram? Semoga mereka menyadari perbuatan mereka. Ini bukan salah para bapak ibu guru, sebab bapak ibu guru tidak pernah mengajarkan untuk meraih cita-cita dengan jalan pintas seperti itu, jalan kotor untuk mendapat profesi yang mulai. Sungguh kita perlu prihatin dengan kejadian ini. Entah apa yang ada dibenak mereka. Semoga ini kejadian yang pertama dan terakhir sebab kita masih butuh banyak orang yang jujur dan berani mengambil resiko dengan kejujurannya walaupun mungkin tidak diterima di fakultas kedokteran UGM. Tetapi kita masih bisa berjalan dengan tegak karena prinsip kejujuran kita itu. Semoga.

BRIDGING COURSE: Program latah?

        Tahun ini nampaknya menjadi tahun pelajaran yang agak berbeda dengan tahun yang lalu. Pasalnya apa? Sebab mulai sekarang para peserta didik baru harus mengikuti apa yang disebut dengan program Bridging Course setelah mereka mengikuti MOS (Masa Orientasi Sekolah). Apakah program ini ada manfaatnya? Ataukah program ini hanya sebuah latah saja? Bukan menjadi rahasia lagi bahwa kebiasaan orang Indonesia adalah jika ada program yang baru dan dikira penting maka program itu akan diadakan. Parahnya lagi kita sering dijadikan tempat ujicoba sebuah program dan ketika program itu belum seluruhnya teraplikasi kita akan berubah lagi dengan program baru yang lainnya. Sungguh memboroskan uang negara. Sama seperti Bridging course (Matrikulasi) ini juga latah dengan program perkuliahan yang mana selalu dilakukan untuk menjebatani dari SMA menuju Perguruan Tinggi atau dari S1 menuju S2.