Selasa, 30 Juni 2015

GURU PERLU UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN



Perubahan kriteria kelulusan seorang peserta didik membuat otoritas seorang guru diakui. Yang dulunya kriteria kelulusan peserta didik hanya ditentukan oleh nilai Ujian Nasional (UN), sekarang seorang peserta didik harus menempuh 4 kriteria kelulusan. Ke-empat kriteria kelulusan peserta didik yaitu : a) menyelesaikan seluruh program pembelajaran, b) berakhlak mulia dengan indikator  memperoleh nilai minimal baik untuk seluruh mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, mata pelajaran estetika dan mata pelajaran jasmani, olah raga dan kesehatan, c) lulus Ujian Sekolah dan d) lulus Ujian Nasional.
            Dari uraian di atas posisi Ujian Nasional berada paling akhir, artinya bahwa sebelum pengumuman kelulusan Ujian Nasional, peserta didik harus lulus kriteria yang lain. Sehingga peserta didik tidak akan berpersepsi bahwa setelah ia lulus Ujian Nasional maka ia telah lulus dari sekolahnya. Hal ini masih menjadi pandangan banyak peserta didik maupun orang tua peserta didik. Kejadian seorang guru yang tidak memberikan nilai yang baik terhadap seorang peserta didik baru-baru ini, yang membuat ia tidak lulus sekolah, semestinya tidak menjadi pro dan kontra di kalangan kita. Penilaian peserta didik merupakan otoritas seorang guru jadi walaupun peserta didik lulus Ujian Nasional tidak bisa otomatis peserta didik tersebut lulus dari sekolahnya. Kalau peserta didik hanya mengejar kelulusan pada Ujian Nasional, alangkah baiknya jika peserta didik tersebut masuk ke lembaga bimbingan belajar saja bukan masuk ke lembaga sekolah.
Lembaga sekolah bukan hanya mengajar tetapi sekolah juga mendidik, sehingga kita mesti appreciate terhadap para guru yang berani menjalankan fungsinya sebagai pendidik. Asumsi penulis, tidak mungkin seorang guru tidak meluluskan peserta didik jika peserta didik tersebut tidak kebangetan bodohnya atau nakalnya. Jadi mari kita beri ruang terhadap para guru untuk berwibawa dan mempunyai kewenangan dalam penilaian. Selama ini guru telah dikebiri wewenangnya dengan adanya Ujian Nasional. Momen inilah yang tepat untuk menunjukkan kredibilitas, keprofesionalan dan keberanian seorang guru. Walaupun penentuan kelulusan seorang peserta didik melalui rapat Dewan Guru, tetapi pasti peserta didik atau orang tua peserta didik akan memandang guru sebagai perseorangan sehingga ini sangat riskan terhadap keselamatan guru. Peserta didik dan orang tua peserta didik akan melihat mata pelajaran apa yang membuatnya tidak lulus. Dengan melihat mata pelajaran atau guru yang mengampu secara terpisah, peserta didik dan orang tua akan mengabaikan peran rapat Dewan Guru dalam mengambil keputusan lulus atau tidak lulus seorang peserta didik. Oleh karena itu, sudah saatnya Undang-Undang Perlindungan Guru (UUPG) dibuat demi keselamatan seorang guru dalam memberikan penilaian yang semestinya.
Dengan UUPG, guru mempunyai keberanian untuk menilai peserta didik secara obyektif dan akuntabel. UUPG akan membuat para guru nyaman bekerja, berani memberikan penilaian yang semestinya dan keselamatan terjamin. Lihat saja di media Televisi, para peserta didik yang tidak lulus Ujian Nasional, mereka merusak sekolahnya dan Dinas Pendidikan setempat, apalagi jika mereka mengetahui yang tidak meluluskan adalah guru secara pribadi. Misalnya guru Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), guru Agama atau guru lain secara perseorangan. Bisa dibayangkan apa yang akan terjadi terhadap para guru yang pemberani tersebut? Ketidak-siapan peserta didik atau orang tua peserta didik menerima kenyataan tidak lulus sekolah yang disebabkan oleh seorang guru, akan berakibat fatal terhadap seorang guru tersebut. Oleh karena itu, penting kiranya Undang-Undang Perlindungan Guru untuk dibuat segera.   

GURU VERSUS TV



     Kemajuan teknologi telah mebuat hidup lebih praktis dan efisien. Banyak produk kemajuan teknologi dewasa ini telah masuk ke dalam rumah kita.Salah satu prodk teknologi yang hampir semua orang punyai adalah televisi.Produk ini sangat mengesankan karena memberikan pelayanan audio visual tentang tentang informasi segala macam.Televisi yang kita punyai bisa sangat bermanfaat bagi kita dalam menyerap segala informasi.Karena televisi meyajikan dan menyiarkan berbagai program acara. Dimana acara-acara itu perlu kita seleksi untuk kita tonton.Tanpa kita pilih maka dampak yang kurang baik akan mempengaruhi jalan kita.
Banyak keuntungan yang bisa kita dapat dari broadcast televisi,namun ada juga kerugiannya.Melalui televisi kita men-download informasi dan ilmu pengetahuan.Sebab televisi merupakan alat komunikasi satu arah,maka segala komplain dan tanya jawab tidak bisa kita lakukan secara langsung.Dengan adanya pengaruh yang negatif bagi kita khususnya,anak didik kita,menyebabakan kita harus mewanti-wanti kepada siswa kita untuk memilah dan memilih acara –acara yang bermutu dan sesuai dengan perkembangan jiwanya.
Rasanya tidak berlebihan bila menjadikan televisi adalah musuh bagi para pendidik.Sebab ternyata anak didik kita belum bisa memilih dan memilah acara yang berbobot bagi kehidupannya.Contohnya ;kejadian tidak kriminal ,bunuh diri,tindakan meniru olah raga berbahaya dan lain-lain.Semua contoh tersebut meupakan hasil”bimbingan”produk televisi.
   Televisi telah menjadi guru bagi anak didik kita.Telvisi telah memberi lebih mengajarnya daripada guru.Bahkan bisa sampai 24 jam non stop,televisi menjadi pengajar privat di dalam kamar,ruang tamu dan tempat-tempat yang lain. Jika guru ditandingkan dengan televisi,pasti akan kalah.Karena guru bisa jadi kurang menarik dan kurang lama dalam mempengaruhi dan mengajar kebaikan.Jadi guru perlu partner untuk memenangkan pertarungan itu.Siapa partner guru untuk melawan televisi? Partnernya yaitu para orang tua atau wali murid siswa-siswa tersebut.Tanpa bantuan orang tua dan wali murid,niscaya guru sanggup melawan pengaruh buruk yang merasuki jiwa anak anak tercinta seperti perilaku konsumtif,malas belajar dan asosial.Oleh karen itu kita perlu men-sinergiskan peran orang tua dirumah dan para pendidik disekolah.Sehingga para siswa bisa mengambil manfaat dari adanya kemajuan tersebut.

IPAD, ANAKKU DAN SERTIFIKASI



“Yah beliin Ipad, ya?” rengek anakku yang masih berumur 6 tahun. Aku kaget dan merasa heran darimana ia mengetahui Ipad segala. Nampaknya perkembangan teknologi telah merambah ke segala usia. Buktinya anakku sudah mengenal gadget yang satu ini. Kalau anakku yang masih kecil saja sudah mengenal peralatan teknologi, bagaimana dengan para peserta didik kita? Mungkin mereka lebih canggih daripada anakku. Dari kondisi yang ada ini aku tertantang untuk mengetahui lebih banyak tentang teknologi, minimal jangan sampai kalah dengan anakku. Dan yang penting juga aku jangan sampai kalah dengan para peserta didikku. Jika para peserta didi sudah bias membuat e-mail, maka aku harus dapat membuat blog dan jika peserta didikku sudah dapat membuat blog maka aku harus dapat membuat cyber class. Malu rasanya jika aku sebagai guru kurang pergaulan (kuper ) dan gagap teknologi (gaptek) dihadapan para peserta didik. Kalau sampai kalah wah..jangan-jangan mereka belajar bukan dari gurunya tetapi malah belajar dari mbah Google.
Sebagai guru saat ini, malu rasanya tertinggal informasi di sekitar kita, bukankah semua materi/ bahan pelajaran dapat kita dapatkan dari lingkungan termasuk teknologi yang tersedia di sekitar kita. Kita harus mendengar dan melihat sekeliling kita, Indonesia kita dan dunia kita. Kemudian kita dapat menghubungkan pengetahuan tentang sekeliling kita dengan mata pelajaran yang kita ajarkan. Dengan cara tersebut, informasi yang diperoleh siswa selalu actual. Apalagi jika kita para guru yang sudah sertifikasi ada baiknya tambahan gaji tersebut untuk berlangganan surat kabar (melihat sekeliling) dan membeli laptop serta berlangganan internet (melihat dunia kita). Kedua fasilitas tersebut dapat juga kita gunakan untuk menunjang pembelajaran. Dengan sarana tersebut kita dapat menyajikan materi pelajaran dengan lebih menarik dan sistematis. Kita perlu mengurangi model pembelajaran dengan ceramah dan mencatat, karena itu pasti membosankan peserta didik kita.
Mari kita sisihkan beberapa lembar uang tunjangan profesi kita untuk menambah pengetahuan melalui surat kabar dan laptop terintegrasi dengan internet untuk menjadi guru yang professional. Bukankah gaji kita naik 100%? Logikanya ika gaji kita naik 1 x lipat maka etos kerja kita juga harus naik 1 x lipat, tidak seperti biasa-biasa saja sebab gaji kita sudah luar biasa besarnya.

Jumat, 19 Juni 2015

JAVA INTERNASIONAL LIBRARY : PERPUSTAKAAN BERGAYA LOKAL TETAPI KUALITAS INTERNASIONAL



 Oleh : Joko Sulistya, M.Pd*)

Perkembangan pesat perpustakaan di berbagai daerah perlu kita syukuri karena hampir di tiap kecamatan bahkan setiap dusun telah berdiri perpustakaan. Di samping pesatnya perkembangan perpustakaan, sekarang juga mucul berbagai bentuk atau model perpustakaan. Ada model perpustakaan berbasis komunitas yang beranggotakan masyarakat dari berbagai tingkat usia, pendidikan dan latar belakang, perpustakaan berbasis pengetahuan, perpustakaan berbasis pasar, yang intinya koleksi buku disediakan berdasarkan permintaan atau keinginan pasar (baca:pemustaka) dan lain – lain.  Dalam amanat Undang-Undang Dasar 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, peran perpustakaan sangatlah penting. Perpustakaan dapat menjadi jembatan bagi para pencari sumber pengetahuan dan ketrampilan. Perpustakaan bukan lagi monopoli orang – orang intelek atau berpendidikan tetapi hampir semua golongan dapat menimba ilmu di perpustakaan. Pengusaha kecil, peternak, petani, dan profesi-profesi yang lain dapat mencari pengetahuan di perpustakaan karena perpustakaan dapat menyajikan dan menyediakan bacaan yang mereka inginkan. Jika mereka tidak menemukan di perpustakaan dusun, mereka dapat mencari perpustakaan di tingkat daerah dan provinsi. Kalaupun mereka belum menemukan yang mereka cari, mereka dapat mengakses internet yang telah disediakan di perpustakaan secara gratis.
 Sekarang perpustakaan telah berkembang demikian maju, perpustakaan tidak hanya menyediakan hard copy atau buku tetapi sarana untuk mengakses soft copy termasuk akses internet telah mereka sediakan.  Namun sayangnya masih banyak perpustakaan yang belum mengindahkan tentang pentingnya pelayanan prima (excellent service) sehingga kelengkapan koleksi buku dan kecanggihan sarana-prasarana yang disediakan kurang berarti. Malah bisa-bisa para pengunjung kecewa dan antipasti dengan perpustakaan karena keramahan dan profesionalisme pustakawan tidak dijaga dan ditingkatkan. Oleh karena itu, peningkatan dan pengembangan perpustakaan tidak hanya sarana – prasarana tetapi juga sumber daya manusia (SDM) yang ada di perpustakaan. Sebelum kita membahas tentang pengembangan perpustakaan yang sesuai dengan kekhasan daerah masing – masing, ada baiknya kita membahas tentang pengertian dan model perpustakaan yang ada terlebih dahulu.
A.    Pengertian perpustakaan
Menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan, Perpustakaan Nasional adalah lembaga pemerintah non departemen yang melaksanakan tugas pemerintahan dalam bidang perpustakaan yang berfungsi sebagai perpustakaan pembina, perpustakaan rujukan, perpustakaan deposit, perpustakaan penelitian, perpustakaan pelestarian dan pusat jejaring perpustakaan, serta berkedudukan di ibukota negara. Bagi perpustakaan nasional mungkin hal itu tidak menjadi kendala karena terpenuhinya sumber dana, sarana-prasaran dan sumber daya manusia (SDM) sehingga tidak menjadi masalah seandainya perpustakaan nasional memiliki berbagai fungsi. Tetapi untuk perpustakaan yang berada di tingkat bawah, alangkah baiknya jika mengkhususkan diri pada salah satu fungsi dengan mengoptimalkan koleksi dan SDM. Dengan banyaknya fungsi perpustakaan memberikan kesempatan kepada para pengelola untuk mengembangkan perpustakaan atau kalau tidak mungkin pengelola perpustakaan dapat menfokuskan diri kepada salah satu fungsi perpustakaan. Ciri khas sebuah perpustakaan, baik koleksi buku maupun sarana-prasaran akan menjadi nilai lebih dan daya tarik bagi para pengunjung.
Darmono (2001:2) mengemukakan bahwa Perpustakaan pada hakekatnya adalah pusat sumber belajar dan sumber informasi bagi pemakainya. Perpustakaan sebagai pusat sumber belajar dan informasi artinya bahwa perpustakaan tidak harus selalu berupa koleksi buku semata, tetapi dapat ditambah dengan koleksi – koleksi yang dapat melengkapi kekhasan perpustakaan itu sendiri. Misalnya perpustakaan berfungsi sebagai perpustakaan penelitian maka di dalam perpustakaan tersebut berisi hasil – hasil penelitian dan juga koleksi buku yang dapat dijadikan referensi untuk penelitian tersebut. Sementara Wafford (2001) menterjemahkan perpustakaan sebagai salah satu organisasi sumber belajar yang menyimpan, mengelola dan memberikan layanan bahan pustaka baik buku maupun non buku kepada masyarakat tertentu maupun masyarakat umum.
B.     Model – model perpustakaan
Perpustakaan adalah suatu unit kerja dari satu badan atau lembaga tertentu yang mengelola bahan-bahan pustaka, baik berupa buku-buku maupun bukan berupa buku (non book material) yang diatur secara sistematis menurut aturan tertentu sehingga dapat digunakan sebagai sumber informasi oleh setiap pemakainya.
Perpustakaan yang berbasis pasar akan memberikan nuansa yang sangat beerbeda pada perpustakaan. Karena pelayanan akan diberikan berdasarkan kebutuhan pengguna. Biasanya pelayanan pada perpustakaan hanya berdasarkan keinginan pengelola perpustakaan, namun apabila dilaksanakan berbasis pasar maka pelayanan akan diberikan berdasarkan kebutuhan, permintaan, dan keinginan customer. Sebagai contoh kecil adalah penyediaan buku pada perpustakaan di sebuah perguruan tinggi.
C.     Pengembangan perpustakaan
Blasius Sudarsono dalam bukunya “Antologi Kepustakawan Indonesia” mengatakan bahwa pembangunan perpustakaan umum di Indonesia masih sangat lemah (Sudarsono, 2006 : 164).
1.      Sumber Daya Manusia (SDM) atau Pustakawan
Sumber daya manusia di perpustakaan dapat terdiri dari pustakawan, tenaga administrasi dan operator komputer yang senantiasa selalu ditingkatkan kualitasnya dengan diikutsertakan dalam kegiatan pelatihan, seminar-seminar, loka karya, workshop dan kongres dibidang perpustakaan maupun disiplin ilmu yang relevan.Pemakaaian seragam pegawai bagi pustakawan baik dan sah – sah saja tetapi untuk menunjukkan eksistensi kelokalan maka alangkah baiknya jika pustakawan menggunakan pakaian adat. Sebagai contoh untuk pustakawan di Jogjakarta, pustakawan memakai pakaian adat jawa; laki – laki mengenakan blangkon dan sorjan dan perempuan menggunakan kebaya. Alangkah elegan dan indahnya dipandang mata. Kalau DKI saja berani mewajibkan para pegawai pemerintah memakai pakainan adat betawi, masak kita tidak dapat mewajibkan para pegawai perpustakaan memakai pakaian tradisional. Di samping itu, para petugas dapat memberikan contoh dan model pakaian jawa kepada para generasi muda atau pemustaka yang datang ke perpustakaan. Namun pakaian jawa yang kelihatan pemakaiannya ribet dapat di antisipasi dengan membuat model yang praktis dan simpel tetapi tidak mengurangi esensi pakaian tersebut.
Di samping itu, Endraswara (2003) mengatakan bahwa watak dasar orang Jawa adalah sikap nrima. Nrima adalah menerima segala sesuatu dengan kesadaran spiritual-psikologis, tanpa merasa nggrundel (menggerutu karena kecewa di belakang).orang Jawa begitu menjunjung tinggi sifat keramahtamahan dan nilai kerukunan antar sesama sehingga begitu menghindari konflik demi mencapai kedamaian dalam hidup (Suseno, 2001).Bratawijaya (1997) mengatakan bahwa orang Jawa dikenal memiliki sikap yang lamban, tidak mau tergesa-gesa dalam melakukan pekerjaan, sopan santun, lemah lembut, ramah dan sabar.

2.      Sarana Prasarana
Untuk sarana dan prasarana yang ada di perpustakaan baiknya diciptakan sebagai tempat dan sumber belajar sehingga dari luar harus sudah memberikan kesan dan ciri khas sebuah gedung perpustakaan  daerah tertentu. Oleh karena untuk saran dan prasarana, penulis membagi dalam beberapa bagian seperti:
a)      Gedung atau bangungan perpustakaan
Gedung perpustakaan harus yang benar-benar dirancang untuk perpustakaan, dimana lokasinya harus strategis dan mudah dijangkau oleh masyarakat penggunanya serta diperlengkapi dengan sarana dan fasilitas pendukung seperti aula, ruang layanan, ruang pengolahan, ruang staf dan pimpinan, toilet, areal parkir yang memadai dan memperhatikan kenyamanan pengguna untuk membaca.
Untuk gedung mungkin tulisan ini agak terlambat atau kalau memungkinkan dipugar kembali, penulis menyarankan untuk membuat gedung yang bercirikas lokal. Kalau perpustakaan di Jogjakarta, maka baiknya gedungnya berbentuk joglo dengan arsitektur jawani. Pemberian hiasa janur- janur dan beraneka ketrampilan tangan dari daun kelapa tersebut dapat dijadikan hiasan menambah kesan adat dan budaya Jawa. Kita dapat mencontoh budaya yang ada di pulau Bali, hampir semua tempat memberikan corak dan ciri khas bali, entah itu bentuk bangungan/gedung maupun hiasan – hiasan yang lain. Untuk itu alangkah baiknya jika di Jogjakarta juga menerapkan model gedung berciri Jogjakarta. Ini juga sebagai sumber belajar para generasi muda dalam memahami bentuk bangungan daerah tertentu.
b)      Cafe atau mini resto dalam perpustakaan
Penulis berpendapat bahwa tidak tabu untuk membiarkan para pengunjung membawa makanan dan minuman. Malah kalau perlu pihak perpustakaan membuka sebuah cafe atau mini resto yang menyediakan  makanan d  dan minuman ringan. Cafe ini berada di dalam gedung perpustakaan dengan model self service. Para pengunjung dapat mengambil dan melayani sendiri karena ini merupakan bagian dari kantin kejujuran. Dengan harapan bahwa perpustakaan juga ikut andil dalam membangun karakter bangasa yang jujur dan berani. Pendapatan cafe ini akan selalu di audit setiap minggu dan diinformasikan kepada para pengujung tentang hasil dari cafe kejujuran tersebut. Apakah cafe mengalami keuntungan atau kerugian dalam berniaga? Jangan lupa juga ucapkan juga terimakasih kepada pengunjung atas kejujurannya berbelanja di cafe kejujurannya.Perpustakaan Sebagai Lembaga Nirlaba Perpustakaan sebagai lembaga informasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat tidak menitikberatkan pada pencarian keuntungan materi. Mari bersama – sama kita ciptakan generasi penerus yang jujur dan berani.
c)      Interior dan eksterior perpustakaan
Interior yang ada di perpustakaan baiknya dihias dengan ciri khas Indonesia atau kedaerahan seperti untuk Jawa bisa dengan memberikan wayang geber atau berjejernya beberapa wayang di sudut perpustakaan. Nah kalau memungkinkan juga dipajang beberapa gamelan di dalam gedung perpustakaan dengan diberikannya tulisan nama gamelan tersebut. Untuk nguri-nguri kesenian tradisional, khususnya karawitan, pihak perpustakaan dapat memberikan kursus atau diklat nabuh gamelan pada waktu – waktu tertentu. Dengan cara tersebut maka perpustakaan dapat sebagai sumber belajar dan sekaligus pelestari kesenian Jawa.

3.      Pelayanan atau service
Layanan perpustakaan dapat berupa layanan terbuka (open acces) dan layanan tertutup (closed acces). Sedangkan sistem layanan untuk perpustakaan umum ada baiknya diterapkan adalah sistem layanan terbuka (open acces). Sementara itu fasilitas-fasilitas yang perlu diberikan oleh perpustakaan untuk dapat dikatakan ideal adalah : (a) layanan otomasi, (b) layanan foto copy, (c) layanan pandang dengan (audio visual), (d) layanan hotspot (wifi) internet, (e) layanan untuk orang dengan kondisi khusus (cacat).
a)      Peminjaman
komputer dalam otomasi perpustakaan ini terdiri dari : (a) Sistem akuisisi dan pemesanan bahan pustaka, (b) Sistem sirkulasi, (c) Sistem pengatalogan, (d) Kontrol terbitan berseri. Sedangkan perangkat lunak (software) yang dapat digunakan atau dipilih diantara yang beredar di pasaran sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan finansial perpustakaan itu sendiri. Perangkat lunak itu antara lain adalah NCI-Bookman, INMAGIC, LIBRARIAN, Micro CDS/ISIS ataupun versi Windowsnya yaitu Winisis, VTLS, TINLIB dan lain-lain. Penerapan komputer atau otomasi perpustakaan tentulah berdasarkan pertimbangan terhadap kemampuan komputer yang sangat cepat dan tepat dalam pekerjaan yang sering dan selalu berulang-ulang. Sehingga dengan menggunakan komputer biaya pengerjaannya akan lebih murah dibanding dengan tenaga manusia (Davis, 1986:43).Fungsi Deposit Sesuai arti kata deposit yakni menyimpan, maka perpustakaan merupakan tempat menyimpan informasi yang dibutuhkan oleh para pemakai. Fungsi penyimpanan yang dimaksudkan menyimpan informasi yang telah dikemas dalam berbagai bentuk kemasan. Pada umumnya orang mengenal perpustakaan sebagai tempat menyimpan buku, akan tetapi perkembangan saat ini, informasi dapat dikemas dalam bentuk CD atau VCD.
b)      Menjalin komunitas
Menurut pasal 12 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007, tentang Perpustakaan, menyebutkan bahwa perpustakaan melakukan kerja sama dengan berbagai pihak untuk meningkatkan layanan kepada pemustaka. Tujuan kerjasama ini adalah untuk meningkatkan jumlah pemustaka yang dapat dilayani dan meningkatkan mutu layanan perpustakaan.Untuk menjalin kerjasama dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu yang formal atau informal. Menjalin kerjasama secara formal adalah dengan menjalin kerjasama dengan warga sekolah dan warga masyarakat. Kerjasama secara informal yaitu dengan menjalin kerjasama dengan para pengguna facebook atau twitter. Ketika para pengunjung datang dan meminjam buku, pustakawan dapat meminta alamat facebook atau twitter untuk menjalin kerjasama di kemudian hari. Dengan fasilitas tersebut pustakawan dapat menginformasikan tentang buku – buku baru dan info – info yang berhubungan dengan perpustakaan seperti lomba yang diadakan perpustakaan pusat atau perpustakaan daerah.
c)      Peningkatan promosi dan publikasi
fungsi publikasi ini dapat dimaksimalkan sebagai media komunikasi informasi, agar hasil karya sivitas akademik dikenal dan dimanfaatkan oleh berbagai pihak. Perpustakaan perlu menambah tenaga kerja yang mahir menangani Teknologi Informasi. Tujuannya adalah meningkatkan promosi dan publikasi karena bagaimanapun sebuah lembaga atau instanti perlu terus melakukan promosi dan publikasi atas kegiatan – kegiatannya.
Kesimpulan
Gambaran dan impian tersebut yang terangkum di bawah ini antara lain adalah : (1) gedung dan bangunan yang megah atau mewah dengan sejumlah ruangan yang memadai, (2) para pegawai yang bersemangat, berintegritas, berdisiplin dan menjiwai serta loyal kepada pekerjaan, (3) lokasi yang strategis dengan lahan yang luas dan mudah diketahui masyarakat dan mudah dijangkau pengunjung disertai sejumlah papan penunjuk, (4) sarana dan prasarana yang memadai, perlengkapan/inventaris kantor yang baik dan standar, seperti meubiler, alat transportasi, dan beberapa mesin untuk mendukung pelaksanaan aktivitas organisasi, (5) sumber informasi (koleksi) bahan pustaka yang relatif lengkap, bervariasi, bermutu dan jumlah yang memadai dan selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (up to date), (6) tersedia dan dilengkapi penerapan teknologi, terutama teknologi informasi, dan (7) sistem, prosedur dan mekanisme kerja yang baik (Supriyanto, 2006 : 28).


Daftar Pustaka:
Darmono, Manajemen dan Tata Perpustakaan Sekolah (Cet. I; Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2001), h. 2
Sudarsono, Blasius.2006. Antologi Kepustakawanan Indonesia. Jakarta : Pengurus Pusat IPI bekerja sama dengan Sagung Seto
Davis, William S.. 1986. Sistem pengolahan informasi. Jakarta : Erlangga.