Minggu, 13 April 2014

KENDURI MENDIDIK KITA BOROS?

        Kesibukan yang dilakukan tetanggaku sebelah, sungguh luar biasa, untuk melakukan "hajatan", Kenduri, ia harus rela hutang sana sini dan mempesiapkan ini dan itu. Dia tak sempat berpikir dengan apa nanti ia harus melunasi hutang - hutang tadi. Mungkin dalam pikirannya, ia mesti melaksanakan kenduri untuk orang tuanya yang baru saja meninggal dunia. Padahal rentetan adat kenduri yang harus ia laksanakan sudah menanti di kemudian hari seperti; tujuh harinya orang yang meninggal, 40 harinya orang yang meninggal, 100 hari orang yang meninggal dan terakhir 1000 harinya orang yang meninggal. Tradisi kenduri menjadi hajatan yang melelahkan bagi tuan rumah. Begitulah, kenduri sudah menjadi tradisi di banyak masyarakat Indonesia. Dunia boleh semakin maju tetapi adat istiadat semacam itu susah untuk dihilangkan. Apalagi dilihat dari segi ekonomi, tradisi itu benar benar memberatkan bagi orang yang tidak mampu. Belum kalau kita lihat dari segi agama, itu juga tidak ada tuntunan/sunah nabi yang mengajurkan orang untuk melaksanakan kenduri.
      Tetapi kuatnya ikatan tradisi yang melekat membuat kita sebagai generasi muda sukar untuk merubahnya. Itulah realitanya, doa - doa (dzikir) yang dilantunkan selama prosesi kenduri sah - sah saja dilakukan. Permohonan ampun (maaf) yang dilakukan untuk orang yang meninggal dunia dalam kenduri boleh - boleh saja dilakukan. Namun kita harus mengingat batas kemampuan tuan rumah dalam menyiapkan sarana - prasarna. Jangan sampai tuan rumah memaksakan diri memberikan suguhan yang melebihi batas kemampuannya. Itu sudah menjadi rahasia umum bahwa dalam kenduri orang datang disuguhi minum dan makanan kecil (snack), lalu dzikir sebentar, kemudian makan besar dan penutup doa. Dan ketika tamu pulang, tuan rumah biasanya memberikan bungkusan (kardus/besek;jawa) yang bisa berisi bahan makanan (beras, mie, telur dan lain - lain) atau makanan matang (nasi gurih, sayuran, jajanan, telur, pisang dan lain - lain)
           Sungguh itu perilaku yang sangat berlebihan bagi keluarga yang kurang mampu.  Ironisnya, jika ia menolak melakukan kenduri maka akan ada banyak gunjingan dan omongan yang kurang mengenakkan. Sedangkan ia tidak punya keberanian untuk menolak tradisi tersebut. Namun kenduri akan menjadi hal sepele dan tidak memberatkan secara ekonomi bila yang melaksanakan orang yang mampu. Lalu nilai apa yang bisa kita ambil dari kenduri? Silahturahmi? Karena jika kita mau merenungkan dan memikirkan kita bisa mengambil nilai silahturahmi dari kenduri tanpa "menekan" tuan rumah untuk menyiapkan ini dan itu. Apa nilai dzikir? Jika kita mau, kita bisa dzikir/berdoa dan memohonkan ampun untuk orang yang meninggal dengan mencari bentuk yang lain, yang sesuai dengan agama Islam dan lebih sederhana.
            Nabi bersabda sesungguhnya telah aku tinggalkan kepadamu jika kamu berpegang teguh kepadanya, maka kamu tidak akan tersesat selamanya yaitu Al- qur'an dan As sunnah (HR.Al hakim). Kita sebagai muslim pasti percaya bahwa Rasullullah adalah tauladan yang baik sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Ahzab ayat 21. Maka mari kita teladani dengan meninggalkan hal - hal yang tidak beliau ajarkan atau lakukan. Ditambahkan lagi dalam hadist riwayat Muslim dari Nabi Muhammad SAW yaitu barang siapa yang membuat kebiasaan baik, maka ia akan mendapat pahala dan akan mendapat pahala dari orang yang melakukan kebaikan itu dan barang siapa yang membuat kebiasaan jelek maka ia mendapat siksa dan juga mendapat siksa dari orang yang melakukan kebiasaan jelek tersebut (HR. Muslim). Bukankah perbuatan itu termasuk perbuatan Bid'ah/ Sekarang tinggal pertanyaan di bawah ini yang perlu dijawab, adat kenduri itu kalau dipertahankan apakah menjadi kebiasaan baik ataukah menjadi kebiasaan buruk? Atau kenduri malah malah mendidik kita boros? Wallahua'lam bish shawwab.