Rabu, 26 September 2018

SUSAHNYA BAYAR PAJAK DI INDONESIA

   Seperti yang kuceritakan kemarin, salah satu harta yang bernilai (baca: sepeda motor) telah habis masa berlakunya. Sehingga aku harus membayar pajak agar bisa digunakan. Karena satu dan dua hal, pembayaran pajak tertunda beberapa minggu hingga hari ini. Ini aku sudah berniat baik lho, tidak peduli sudah terlambat dan terkena denda.

Tetap sebagai warga negara yang baik, aku harus taat pajak. Begitu prinsipku.

   Oleh karena itu, dengan semangat 45 dan 1998 aku mau mengurus pajak sepeda motor sendiri. Mumpung hari ini mengajar hanya 2 jam pelajaran. Jadi daripada ngerumpi atau nyinyirin hidup orang lain maka aku berangkat ke Samsat Bantul.

Berbekal STNK, KTP dan BPKB, aku pergi ke Samsat. Oiya FYI aku harus ganti plat nomor sebab sudah masuk pajak lima tahunan. Okelah.

Pertama-tama yang kulakukan adalah cek fisik terlebih dahulu. Ya, diperiksa berapa nomor mesin, nomor rangka dan sebagainya.Eh, ternyata sebelum ke situ, aku harus mengurus pendaftaran terlebih dahulu dan memfotokopikan syarat-syarat adiministasi. Jadi aku balik lagi sebelum mengurus cek fisik.
Begitu dapat lembar formulir dan sudah difotokopikan, aku kembali ke bapak pengecek mesin dan rangka motor. Dia terima lembar formulir. Cek dan cak cek selesai.
Kupikir aku bisa langsung mendaftarkan pajak, ternyata tidak. Aku harus mengesahkan lembar tadi di konter pengesahan. Tok tok tok, sudah disahkan, kemudian pindah di ruang satunya lagi. Di situ aku harus membayar 160 ribu rupiah. Baiklah, aku manut saja.

Selesai pembayaran dan bukti pengesahan, aku masukkan di kotak formulir pendaftaran. Ternyata tidak sampai berhenti di situ. Berhubung alamat STNK dan BPKP berbeda maka kata petugas; aku harus ke Poresta mengurus pergantian alamat baru terlebih dahulu. Kantor Polesta agak jauh dari samsat. Itu artinya, aku harus keluar dari parkiran dan pindah tempat ke polresta.

Sabar...sabar.

Di polresta, aku harus mencari ruangan khusus penanganan BPKB. Setelah melampirkan berkas yang diminta (fotokopi STNK dan KTP serta BPKB), aku kembali ke Samsat. Dan katanya BPKB bisa diambil tanggal 5 Oktober 2018. Ya, Alloh semoga aku ingat. 
Bismillah tetap semangat. Ganbate

Pindah lagi, sekarang balik ke Samsat. Di situ, aku menaruh syarat syarat membayar pajak lagi. Eh, ternyata ada yang kurang sebab waktu di Polresta ada beberapa fotokopian diambil petugas BPKB Okelah, aku harus memfotokopikan syarat lagi.
Aku keluar ruangan lagi, fotokopi lagi. Sret..sret, fotokopian selesai. Sudah lengkap, aku kembali ke petugas pajak motor tadi, Dia ambil berkasku dan diperiksa sekilas.

"Pak, ini STNK bisa diambil tanggal 2 Oktober. Ini kertas pengambilannya."

Ya, Alloh mau bayar pajak saja susah banget. Pantesan banyak orang pada ngemplang. Lha ribet. Sudah ribet, bayar lagi. Duh, Indonesiaku.

Kamis, 20 September 2018

JUARA MENULIS ARTIKEL UNTUK GURU

    Kalau melihat kembali saat pertama kali mengetahui informasi lomba guru menulis, aku ingin selalu tersenyum. Bagaimana tidak, waktu itu aku hanya melihat status WA seorang teman. Iseng saja lihat statusnya. Eh, kok dia posting tentang lomba guru tersebut. Hum, kayaknya bisa ikut nih, batinku. Maka segera mempelajari tema dan memilih cerita. 
   
    Cerita yang dibungkus dari kegiatan nyata di sekolah dan merupakan original ide saya. Artinya aku belum pernah ada seorang guru pun yang menggunakan cara-cara seperti yang kulakukan dalam pembentukan karakter. Okelah, sekarang tinggal ditulis dan disajikan beberapa data yang ada. Zaman sekarang sangat gampang kan mencari data. Dengan kemampuan internet yang super duper keren maka aku mulai menulis artikel. 
   
    Tidak membutuhkan waktu lama untuk menulis, sebab hanya tiga lembar yang dibutuhkan oleh dewan juri. Meskipun sepertinya susah mengutarakan ide-ide dengan lembar yang terbatas. Malah kalau tidak mengingat ketentuan aku menulisnya melebih batas maksimal. Namun coba aku rem dan padatkan tulisanku, termasuk daftar pustaka hanya kutampilkan dua saja. Tidak lebih sebab kalau aku melebihi ketentuan bisa jadi naskahku akan didrop dan dianggap tidak memenuhi syarat. Maka okelah, aku harus pandai menghemat kalimat.

  Syukurlah, pas tiga halaman sudah bisa ditulis semua. Meskipun dalam hati belum puas dan tuntas. Biarlah. Dengan naskah yang seperti itu, aku kirim ke panitia. Beberapa minggu berikutnya, aku mendapat WA dari seseorang yang menyatakan kalau aku juara 2. Alhamdulillah, tidak menyangka aku bisa lolos dan menjadi juara 2 tingkat provinsi. Padahal tidak menyangka sama sekali. Terimakasih ya Alloh atas rezeki yang luar biasa ini.
     Sekarang tugasku adalah menunggu proses selanjutnya sebab menurut infor lomba akan akan mendapat sertifikat, uang pembinaan dan piala. Berapa hadiahnya, aku tidak tahu pasti sebab tidak disebutkan secara jelas dalam informasi lomba. Berapa pun itu, tetap aku bersyukur bisa mengembangkan kemampuan. Semoga ini menjadi awal untuk kembali menulis artikel dan lolos lagi, juara lagi. Begitu seterusnya sampai aku bosan. Wkkak mana bosan kalau juara terus ya?

WORKSHOP KEMITRAAN SMP TAHUN 2018

"Tugas besar membutuhkan tanggungjawab besar"

     Tidak menyangka bahwa program ini begitu rumit. Habis workshop guru mitra 2 (guru dari luar Jawa) ke mitra 1 (ke Yogyakarta). Itu artinya mereka tidak pulang selama 11 hari.
    Begitu pun, aku nanti diundang dulu ke Jakarta, kemudian pergi ke sekolah mitra 2 (Gorontalo). Setelah menyelesaikan tugas selama 7 hari, kembali lagi ke Jakarta baru pulang ke Yogya. Jadi aku pun akan meninggalkan keluarga selama 10-11 hari di Gorontalo.
    Perlu persiapan mental dan segalanya. Cos selama ini mengajar di tempat yang enak dan asyik. Tidak banyak kendala yang berarti. Sekarang diterjunkan di medan yang sama sekali baru. But, bismillah saja. Jika ini tujuan baik pasti dimudahkan segala urusan. Begitulah aku memahami
Kata penyelenggara, orang-orang yang ada dalam kegiatan ini adalah guru-guru yang nilai UKG nya tinggi, eh tinggi atau paling tinggi ya? Di samping itu karena guru yang diundang adalah guru berprestasi. Bukan guru sembarangan. Biar pun dari GM 2 tetapi mereka adalah yang terbaik dari daerahnya.

    Dari penjelasan tersebut, aku tidak masuk kriteria guru memiliki nilai UKG tinggi. Malah nilai UKG ku biasa saja. Tinggi enggak rendah juga tidak, sedang gitu. Tetapi ketika poin menjadi guru berprestasi, aku termasuk sih. Ya, paling tidak aku menghibur diri sendiri. Betewe, aku sangat beruntung bisa masuk dalam program ini. Sebab program ini seperti program pertukaran pelajar atau petukaran kepala sekolah yang pernah dilakukan beberapa waktu yang lalu.
    Nah, sekarang digilir gurulah yang dilibatkan. Tidak semua sih.Maksudnya tidak seluruh Indonesia sebab dari Yogyakarta saja hanya ada dua perwakilan daerah. Kami dari Bantul dan kotamadya Yogyakarta. Aku berharap banyak mendapatkan pengalaman yang bermanfaat di Gorontalo. Paling tidak mengenang beberapa puluh tahun lalu mengajar anak di daerah yang banyak keterbatasan. Termasuk, keterbatasan sarana prasarana.
    Dalam kondisi tersebut tentu banyak ide yang tercipta. Ide akan terus berkembang untuk menyelesaikan permasalahan di lapangan atau di dalam kelas. Kita akan termotivasi bagaimana caranya menjelaskan materi bahasa inggris kepada siswa yang terbatas. Hum, sepertinya itu pengalaman yang luar biasa. Siapa tahu juga aku mendapat materi untuk naskah bukuku selanjutnya. Bukankah aku berapada di daerah asing dan jauh, tentu akan ada kisah, makanan dan budaya yang berbeda denan Yogyakarta. Nah, itulah harta yang tersimpana dan bisa digali serta siapa tahu bermanfaat bagi orang lain saat materi itu aku tulis. Bismillah saja, mendapatkan hal yang terbaik di daerah penugasan. 

KELILING YOGYAKARTA

    Mulai Minggu kemarin, 9 September 2018 kita sudah kedatangan guru mitra 2 dari daerah lain (daerah luar pulau Jawa). Ada dari Aceh, NTB, Gorontalo, Manokwari, Kalimantan, dan Maluku. Uniknya mereka belum pernah ke Jawa, apalagi menginjakkan kaki ke Yogyakarta. Belum pernah sama sekali. Oleh karena itu sebagai tuan rumah yang baik, kita ajak mereka mengunjungi tempat tempat yang menjadi ikon Yogyakarta.

    Pertama kami pergi ke Candi Prambanan, jangan tanya kenapa bukan ke Borobudur. Hello, Borobudur bukan di Yogya. So kami promosi obyek di Yogya saja. Oke, Fik. Candi Prambanan menjadi tujuan destinasi pertama. Candi yang sangat menarik bagi wisatawan domestik ini kurang greget ketika para petugas kurang ramah. Tidak ada seulas senyum pun tersungging di wajah mereka. Apakah mereka tidak dilatih tentang 5S atau excellent service sehingga begitu dingin wajahnya. Sayang sekali. Padahal ini termasuk jual jasa lho.
      Kemudian yang kedua keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Namun sayang, keraton saat ini masih tutup untuk persiapan labuhan. Demikian juga dengan taman sari, tidak bisa kami kunjungi.
  Obyek pindah tempat. Yang menjadi pilihan berikutnya dalah Tebing Breksi. Tempat ini sangat favorit dan malah viral beberapa saat yang lalu. Maka datanglah kami kesana. Di Tebing Breksi kami tidak bisa naik ke atas. Bus kami harus tertahan di bawah. Maka dengan jumlah peserta 22 orang kami menyewa tiga mobil. Satu orang membayar lima belas ribu rupiah ditambah onglos parkir. Cukup murah sih.
    Destinasi berikutnya adalah makan siang di Kalakijo. Tempat ini terkenal dengan inkung ayam. Kami memilih salah satu warung makan yang terkenal di situ. Namun sayang mungkin kami yang datang terlembat atau memang prepare warung itu yang kurang. Saat kami datang sayur yang ada hanya oseng-oseng pepaya, ditambah teri dan ingkung.
   Padahal kalau ada makanan lain tentu akan lebih meriah dan tidak akan mengecewakan kami. Okelah mungkin kami datang terlalu siang.
   Setelah makan dan istirahat sebentar, kami melanjutkan wisata lainnya. Sesuai rencana kami mengunjungi batik di Wijirejo. Sayangnya produksi atau tepatnya pengolahan dan acara membatik sedang libur. Sehingga kami tidak bisa melihat cara membatik yang benar. Katanya ada yang meninggal dunia jadi ya pada takziah.
     Ga papa lah, yang penting teman-teman senang. Dan memang benar, mereka pada borong batik di tempat itu. Ada yang beli 2, 3 dan 4 baju atau kain. Hum, pemiliknya pasti senang inih. Setelah puas membeli baju dan kain batik, kami lanjutkan shopping lagi. Kali ini kami menyempatkan mampir di Kerajinan Kulit Manding.
     Di Pusat Kerajinan Kulit Manding, lagi-lagi teman-teman membeli dengan membabi buta. Ada yang beli sepatu, ikat pinggang, dompet dan lainnya. Sungguh senang melihat teman-teman belanja dengan wajah sumringah. Entah berapa duit mereka habiskan hari ini.
     Setelah diopyak opyak untuk berhenti, teman-teman akhrinya berhenti dan berkumpul di bus. Kami harus melanjutkan perjalanan sebab masih ada satu lagi tempat yang wajib kita kunjungi. Yups, kami mengunjungi Toko Buku.
   Sungguh aneh bila kami (sebagai guru dan pendidik) hanya suka belanja barang konsumtif dan tidak suka buku. Buku itu jendela ilmu. Pendidik itu harus dinamis dan gemar membaca agar siswanya bangga saat mendapati gurunya wawasannya luas.
Begitulah keseruan kami hari ini

YANG MEMBUAT BAPAK SAJA, BU

   Setelah singgah di perpusda, aku biasanya menyempatkan diri minum es kopi. Sebenarnya tidak seratus persen yang dijual kopi semua. Sebab ada juga creamer yang dibuat beberapa varian. Dan ternyata, saat memesan selalu berbeda tastenya. Hum, kenapa ini kok setiap beli selalu berbeda rasa yang kudapatkan.
    Selidik punya selidik, kokinya yang bikin beda cita rasanya. Sebagai bartender jalanan, ada yang berbeda. Baru kutahu bahwa penyaji perempuan dan laki-laki berbeda. Tangan cowok rupanya bisa membuat es kopi lebih enak. Beda dengan es kopi yang dibuat ibu penjualnya.
    Maka hari ini, aku beranikan diri untuk meminta pelayanan khusus.

"Maaf Bu, yang membuat Bapak saja," pintaku dengan perasaan deg degan.

    Bagaimana tidak gemetar sebab ibu penjual sudah mempersiapkan gelas plastik dan akan membuat es kopi. Tapi ya bagaimana lagi, bapak penjual lebih enak racikannya. Begitulah yang kurasakan. Ibu penjual mengiyakan dan memasrahkan pekerjaannya kepada suaminya. Beberapa kali aku meminta maaf atas permintaan yang aneh itu. Ya, memang jarang di Indonesia ini berani "ngarani" meminta perlakukan khusus dan di luar kebiasaan umum.
     Biarlah. Memang aku ingin mendapatkan yang terbaik dan terenak. Dan itu hanya bisa kudapatkan bila bapak penjual yang meraciknya. Mungkin ini juga yang membuat banyak laki-laki menjadi koki. Lihatlah di restoran atau hotel, pasti kebanyakan chef atau juru masaknya laki-laki.
    Kalau pun ada perempuan pasti bisa dihitung dengan jari tangan. Itu pun laki-laki lebih mendominasi. Terasa aneh enggak sih, laki-laki malah piawai memasak. Padahal di kehidupan sesungguhnya, perempuahlah koki sejati di rumah.
    Namun di dunia bisnis dan jasa pelayanan makanan, laki-laki lebih mendominasi. Seperti es kopi ini yang lebih enak saat dibuat bapak penjualnya. Hum, luar biasa.

DEMI PENAMPILAN SEORANG GURU

    Menjadi abdi negara, terutama pendidik di Bantul harus banyak yang diingat. Apa yang diingat? Salah satunya yang harus diingat adalah penampilan. Penampilan? Ya. Kalau tidak mau diketawain teman-teman dan siswa maka berpenampilanlah sesuai hari dan momennya.

Bantul memiliki aturan yang berbeda dengan negara lain, eh tempat lain. Kalau di belahan bumi lain (baca : daerah lain) baju hijau satpam tidak dipakai, bagi daerah kami tetap dipakai.

    Kami memakai baju ijo lumut itu setiap Senin. Jadi kalau Senin ngumpul untuk upacara, maka kami tampak seperti agar agar atau pudding hijau. Kadang orang menyebutnya pudding pandan wangi.
   Itu Senin. Kalau Selasa beda lagi, kita pakai baju kuning keki. Keki itu istilah saja bukan sejenis sifat sirik atau iri hati ya?  Lalu Rabu, kita memakai baju biru dongker. Ini juga istilah warna saja, bukan nama artis film; siapa itu Adipati Dongker. Bukan. Jangan salah ya?
    Selanjutnya Kamis, kami pakai baju batik. Terserah batiknya. Mau parang rusak, parang wedang atau parangtritis. Bebas. Kemudian hari Jumat, kami harus pakai baju putih dan celana hitam. Atau kalau mau, kita boleh pakai seragam olahraga. Dengan catatan; kaosnya berwarna putih. Begitulah ketentuan seragam di daerah kami.
    Eh, iya itu belum ditambah dengan hari-hari atau momen tertentu. Pas tanggal 17 tiap bulan, kami memakai baju korpri. Tanggal 20 tiap bulan, kami memakai pakaian adat dan setiap tanggal 25, kami memakai baju seragam PGRI. Hum, cukup rumit ya? Begitulah

Lah, kalau lupa?

Kalau lupa ya nasibnya sama kayak saya pagi ini, harus balik pulang dan berubah menjadi seperti di bawah ini. Untung tidak tiap hari salahnya

Jumat, 07 September 2018

MAKANAN GURU YANG MUBAZIR

     
     Setiap kegiatan entah itu workshop, diklat atau yang lain, selalu saja ada kegiatan makan snack atau makan besar. Mungkin tidak masalah ketika makanan sudah tersaji dalam dus atau tempat makan. Baik itu makanan kecil atau makanan berat. Sebab dengan terbungkus rapi seperti itu maka kita bisa membawa pulang saat makanan tersebut tidak habis. Kita bisa membawanya sebagai oleh-oleh atau diberikan orang lain. Pokoknya makanan itu bisa "diselamatkan."
     Beda kasus bila makanan dalam kegiatan edukatif itu prasmanan. Kita bisa memilih makanan apa saja. Dari makanan pembuka sampai makanan penutup, semua tersedia. Kita bisa memilih sesuka hati dan memilih yang disenangi. Namun sayangnya, banyak orang yang tidak memperhitungkan kekuatan perut. Banyak saya lihat orang mengambil semua makanan. Makanan tertumpuk penuh di sebuah piring. Bahkan hampir semua makanan dimuat dalam sebuah piring yang terbatas. Dalam bayangan saya, apa mungkin semua akan termakan habis? Mengingat semua makanan dibawa ke meja makannya. Belum minuman dan desertnya.
    Ya, Allah. Apa yang kukhawatirkan terjadi. Banyak makanan yang tidak dimakan dan tersisa sia-sia. Tidak tertuntaskan. Ada yang sudah secuil dirasakan. Ada yang masih utuh dan bertumpuk rapat dengan makanan yang lain. Semua makanan teronggok sempurna di atas piring. Lalu pertanyaannya, apakah ada yang mau mengambil atau memakannya? Tidak ada yang akan mengambil dan memakannya sebab bukankah itu makanan sisa. Meskipun kondisi makanan tersebut masih utuh. Jadi menurut saya makanan seperti itu sia-sia belaka. Makanan yang terlihat utuh tapi tetap menjadi sampah.