Menulis buku bukan barang baru bagiku. #Halah. Eh, maksudnya menulis buku dewasa, semacam artikel atau cerita pendek gitu. Namun menulis buku anak ini beda. Sangat jauh beda. Dan aku beruntung pernah tercemplung dalam dunia anak, eh menulis buku anak.
Awal menulis buku anak bermula dari adanya lowongan partner menulis dari penulis buku anak. Dia, sebut saja Mas Redy Kuswanto (nama sebenarnya) mencari partner buku anak. Berhubung aku tuh orang yang gemar mencari lomba. Aku menyebut diriku itu Championship Hunter (pemburu kejuaraan). Di mana ada perlombaan, di situlah ada aku. Ya, minimal kalau aku mampu aku berusaha untuk ikut. Kalau tidak mampu biasanya aku akan up grade dengan mbah gugel atau tanya beberapa ahli. Atau orang yang pernah ikut lomba tersebut.
Ya, pokoknya hampir setiap lomba aku ikut. Bahkan di kalender rumah, banyak corat-coretannya. Itu tandanya deadline suatu lomba. Dengan menuliskan, aku akan selalu lihat dan selalu ingat. Maka bila waktu mengizinkan dan sempat, pasti aku ikut. Jadi bukan suka atau tidak suka, selama itu mampu waktu, aku pasti ikut. Bagaimana kalau tidak mampu dengan jenis lombanya? Aku akan belajar dan mencaritahu.
Sebagai contoh, aku pernah ikut lomba membuat naskah skenario film pendek remaja. Dan tanpa banyak belajar dari orang, serius waktu itu aku belajar hanya dari gugel. Aku dapat lolos dan menjadi finalis di sana. Aku diundang ke Bali selama 5 (lima) hari dan mendapat satu laptop. Itu artinya kemampuan itu bisa kita gali. Dan yang lebih penting lagi kita berani mencoba. Soal menang kalah, lolos tidak itu, urusan nanti. Begitu pun untuk lomba-lomba yang lain.
Aku juga pernah ikut lomba menulis lagu anak. Yah, namanya iseng-iseng berhadiah. Apa salahnya kalau dicoba. Enggak salah sih. Karena enggak salah maka aku coba. Syair sudah ditulis. Ritme atau irama lagu sudah dapat, tinggal not balok. Waktu itu aku tidak bisa membuat not balok. Akhirnya meminta pertolongan teman yang bisa menulis not balok. Akhirnya bisa jadi juga not balok tersebut. Tetapi masih ada kendala lagi, bagaimana dengan rekaman lagu tersebut.
Bukankah tidak mungkin aku serahkan rekaman lagu dengan musik ala kadarnya. Aku memang bisa bermain gitar namun tidak secanggih Dewa Bujana atau AXL Rose. :D Aku bisa main gitarnya ya masih standar saja sih. Oleh karena itu, agar rekaman lagu itu terdengar merdu maka carilah aku, teman yang bisa main alat musik. Dapatlah seorang teman yang bisa memainkan keyboard, tepatnya organ tunggal. Maka aku minta tolong dia, untuk merekamkan lagu instrumentalia laguku tersebut. Tentu saja setelah kukirimkan not balok.
Dan apa yang terjadi? Laguku tidak lolos dalam lomba tersebut. Padahal aku sudah berjuang mati-matian dan mengerahkan seluruh energi dan kemampuan. Tetapi memang mungkin bukan rezekiku. Akhirnya aku terima kekalahanku tersebut. Kemudian menjalani hidup seperti biasa. Aku sudah biasa tertolak, tidak lolos dan tidak menang, jadi kalau cuma tidak lolos itu sudah khatam. No galau no risau. Kalah coba lagi, tidak menang, ikut lagi.
Berbeda dengan dua kisahku di atas, dalam seleksi menulis buku anak, aku lolos. Mas Redy mengumumkan aku sebagai yang terpilih. Betapa bahagia hatiku. Belajar dari pakar anak, eh pakar cerita anak. Ibaratnya aku yang masih newbie di penulisan cerita anak, langsung dapat mastah yang kelibernya nasional. Duh, berat. Namun aku harus berusaha keras. Setelah pengumuman tersebut, aku diajak pertemuan. Kalau tidak salah ingat dua atau tiga untuk membahas konsep buku.
Kebetulan buku yang mau ditulis lebih komplek. Jadi ceritanya dalam satu judul besar menjadi tiga cerita. Wow. Misalnya nih cerita tentang burung, maka akan dibuat tiga versi. Versi pertama, cerita unik dari burung itu. Fakta unik dari burung itu. Versi kedua tentang burung di zaman nabi. Dan versi ketiga cerita rekaan atau imajinasi tentang burung tersebut. Aku harus membuat dua cerita tersebut, fakta unik binatang dan binatang di zaman nabi. Luar biasa.
Sebagai pendatang baru aku harus bisa mengimbangi Mas Redy, minimal mengimbangi kecepatan menulis. Kalau soal benar salah, masuk akal atau tidak nanti akan dibetulkan beliau. Ibaratnya aku ini seorang pengrajin kayu. Aku memotong dan membentuk. Kemudian Mas Redy memperhalus dan memberi pernis kemudian dicat. Beliaulah yang membuat cerita itu menjaid asik dan menarik bagi anak-anak. Sementara aku masih belajar lagi tentang dunia tulis menulis buku anak.
Beruntungnya aku mempunyai anak-anak yang masih kecil. Kadang aku bertanya kepada anakku yang palng besar. Dialah editor pertamaku. Setelah aku selesai menulis, aku biasanya memberikan naskah tersebut kepadanya. Dia biasanya membaca dan memberi komentar. Itu sangat menguntungkan bagiku. Bukankah bukuku nanti dibaca oleh anak-anak juga. Jadi tidak ada salahnya kalau anakku menjadi editor pertamaku. Ya, walaupun kadang mereka minta bayaran. Tidak apa-apa. Toh aku bilang kalau aku memberi bayaran saat naskah itu menjadi buku. Kemudian mendapat royalti. Lagian murah membayar dia, hanya lima ribu rupian per cerita.
Begitulah lika-likuku menjadi penulis buku anak. Mungkin hanya sekelumit dan semoga bermanfaat bagi pembaca. Khususnya bagi diriku sendiri dulu sih. Yang jelas mulai saat ini aku lebih care dengan buku-buku anak, dunia anak-anak dan anakku. Hal yang paling menarik menulis buku anak adalah aku dan anakku bisa berkolaborasi membaca dan diskusi tentang cerita anak. Bukankah cerita anak bisa menyatukan duniaku dengan dunia anak? Nahm disitulah aku feel home.