Jangan berpikiran
negatif dahulu. Sabu-sabu yang kumaksud adalah satu bulan satu buku. Ya, aku
menargetkan diri dalam satu bulan bisa menulis satu buku. Berat ya? Jelas.
Tetapi kalau tidak berat namanya bukan target, namanya bukan resolusi.
Menurutku ya kalau mau berkembang kita harus memaksa diri. Memaksimalkan diri.
Mengeluarkan kemampuan kita yang tersembunyi. Jangan manja dan banyak alasan.
Lalu bagaimana caranya mengeluarkan kemampuan yang tersembunyi? Menurutku ya,
salah satunya mem-puss diri kita. Sejauh
mana kita mampu. Seberapa besar tekad kita. Dan seberapa besar kompetensi kita.
Begitulah aku.
Pernah membaca buku The Power Of Kepepet? Dalam buku
tersebut disebutkan bahwa kekuatan kita akan muncul dan maksimal saat kita kepepet, saat kita terdesak. Nah, pas kita terdesak maka alam bawah
sadar kita akan memerintah untuk menyelesaikan. Alam bawah sadar memerintah
otak dan otak menyuruh seluruh anggota tubuh bergerak. Kemudian berkreasi dan
berkarya. Mungkin saat kita menulis, keringat dingin keluar. Mungkin hati kita berdebar-debar
kencang. Degup jantung berdetak semakin cepat. Namun itulah saat kemampuan
keluar. Dan akhirnya jadi juga karya kita.
Hal ini tidak hanya
dialami satu dua orang saja. Namun banyak orang melakukannya. Saat mereka
mengikuti sebuah lomba atau kompetisi, mereka mengirim belakangan. Para peserta
lomba biasanya mengirim pada saat-saat terakhir (deadline). Tidak salahnya dengan hal tersebut. Memang gaya mereka
seperti itu, bisa berkarya di detik-detik terakhir. Dan hasilnya, tidak kalah
dengan peserta yang lain. Itulah kehebatan kekuatan kepepet. Saat mereka kepepet,
mereka benar-benar bisa mendorong diri secara maksimal. Serasa ada kekuatan
dasyat yang membantu deadliner
tersebut.
Kembali ke resolusiku,
aku juga ingin memaksa diri menulis buku. Dengan target sebulan menulis satu
buku, Insha Allah bisa terlaksana. Minimal sejak awal tahun ini, sudah pasang
target tersebut. Aku yakin dan percaya mampu mewujudkan hal tersebut. Kuncinya
hanya satu, rajin menulis. Menulis setiap hari, di kala senggang dan sempit.
Selalu sempatkan diri menulis beberapa lembar setiap lembar. Aku bisa
memanfaatkan fasilitas yang ada. Bisa menulis melalui buku, laptop atau HP.
Semua fasilitas tersebut bisa kita gunakan kapan pun dan di mana pun.
Apalagi gadget seperti
HP atau Ipad, wah itu teknologi yang sangat membantu. Kita bisa menulis di Ipad
atau HP kita jika tidak sempat. Waktu yang sempit dan repot, bisa kita akali
dengan menulis menggunakan HP kita. Memang sih tidak bisa menulis
berpanjang-panjang. Sebab kalau panjang, mungkin tangan kita akan capek dan
loading lama. Maka kita bisa mengakali dengan menulis yang pendek-pendek atau
sekadar outline saja. Dengan begitu, saat di rumah dan bisa menggunakan laptop
kita bisa tuangkan di situ. Kita bisa tambah dan kembangkan outline tersebut.
Itulah cara kita
memaksimalkan gadget yang kita miliki. Jadi gadget jangan hanya digunakan
sebagai gaya-gayaan atau life style.
Gadget itu ya kalau bisa mendukung aktivitas kita atau mendukung kerjaan kita.
Sukur-sukur menjadi alat utama dalam menjalankan tugas kita. Salah satunya ya
untuk menulis tersebut. Sehingga di samping sebagai alat komunikasi, gadget
bisa menjadi alat menulis. Alat tulis yang fleksibel dibawa ke mana saja. Tidak
terbatas dan tidak ribet. Jelas berbeda dengan laptop atau buku tulis. Gadget
lebih multi tasking. Gadget bisa lebih banyak pilihan dalam penggunaannya.
Aku pun begitu
memanfaatkan HP untuk menulis. Apa yang tebersit dalam pikiran langsung kutulis
lewat HP. Beberapa karya tulis kuposting di media sosial. Kadang di Instagram
dan kadang di Facebook. Kedua media sosial itulah sebagai sarana aku menyimpan
ide-ide yang melintas. Lintasan ide dan gagasan harus segera ditulis sebab bila
tertunda maka ide bisa berkurang atau lenyap. Beberapa kali aku membiarkan ide
terlintas dan saat mau ditulis ternyata sudah banyak berubah. Awalnya ide itu
mengalir dan tampak bagus. Namun saat tertunda dan ditulis lagi menjadi hambar
dan ada yang terlupa. Makanya sekarang setiap ada ide muncul, langsung aku
tulis.
Dan bila
postingan-postingan yang ada media sosial itu aku kumpulkan dan kembangan,
pasti akan menjadi buku. Ide yang masih fresh
dan sesuai dengan keadaan pada saat itu, sungguh sangat mengasikkan.
Setelah dapat banyak postingan yang sejenis dan banyak, aku tinggal
mengumpulkan. Kemudian aku tinggal menambah bagian awal sebuah buku (cover,
kata pengantar, daftar isi) dan daftar pustaka. Setelah itu, aku bisa menerbitkan
naskah tersebut. Tidak peduli, apakah diterbitkan di penerbit mayor atau
penerbit indie. Yang jelas naskah tersebut bisa dibukukan.
Entah itu buku solo,
buku duet atau buku antologi. Pokoknya satu buku setiap bulan. Aku percaya
kalau aku niat dan berusaha pasti bisa. Perhitungan sederhanaku dalam sebulan
ada 30 hari. Kalau kita menulis setiap hari 5 lembar maka akan dapat 150
lembar. Jumlah 150 lembar cukup untuk dibuat sebuah buku yang agak tebal. Kalau
misalnya tidak bisa menulis 5 halaman, bisa diturunkan misalnya 3 lembar. Maka
nominal halaman yang dihasilkan adalah 90 halaman. Itu pun cukup untuk
dijadikan buku. So, mau alasan apalagi? Tinggal kita niat atau tidak, bukan?
Lalu bagaimana dengan
jenis tulisan? Nah, itu bisa kita spesifikasi sendiri sih. Apa kegemaran kita? Kita suka menulis apa? Sebab banyak jenis
tulisan juga. Ada puisi, cerpen, novel, artikel, esai dan lain sebagainya.
Bahkan kita bisa menulis kumpulan quote atau kata-kata bijaksana karya kita
sendiri. Itu lebih simpel dan mudah. Jadi menulis itu tidak sulit kan? Setidaknya
menulis dengan versi kita, menulis secara bebas. Tidak perlu dengarkan orang
lain, yang penting adalah originalitas tulisan kita. Selama itu tulisan kita
kenapa harus malu, kenapa harus ragu. Hajar saja.
Bagaimana denganku? Aku
suka berbagai jenis tulisan. Aku bisa menulis puisi walaupun mungkin kurang
bagus. Aku mampu menulis cerpen biarpun kurang greget. Aku bisa menulis artikel
dan esai juga. Jadi tinggal pilih sih, bulan ini mau nulis apa. Atau bisa juga
semua digabung dan dikombinasikan. Artinya sebulan menulis dua sekalian.
Sehingga dalam dua bulan langsung dapat dua buku. Misalnya gini, bulan januari
menulis cerpen dan puisi. Itu kan belum selesai maka dilanjut di bulan
Pebruari. Sehingga pada bulan Pebruari, kita mendapat dua naskah buku puisi dan
cerpen.
Untuk mempermudah ya
menulis sesuka kita. sesuai selera kita. Tidak perlu harus nulis ini dan itu
dulu. Toh, kita baru belajar menulis. Latihan dulu, latihan lagi dan latihan
lagi. nanti lama-lama akan mahir. Bukankah menulis itu sebuah keterampilan,
bukan sebuah bakat? Lebih mudah lagi, kita menulis semerdeka kita dan memulai
dari sekitar kita. Ditambah hal-hal yang dekat dengan kita. Pas deh. Tulisan
itu akan mengalir dan lebih menarik serta hidup. Sebab mengangkat sekitar kita
sehingga kita dapat mencurahkan dengan bebas dan menjiwai. Itu menurutku sih.
Setelah menulis lancar
ya tinggal diterbitkan saja. Tinggal pilih, mau penerbit apa? Kalau misal tidak
bisa terbit di penerbit mayor, ya sudah terbitkan sendiri. Toh, banyak penerbit
indie yang memberikan kemudahan dan promosi. Kita bisa memanfaatkan fasilitas
yang ditawarkan penerbit tersebut. Tinggal bayar sesuai berapa banyak jumlah buku
yang kita inginkan, plus fasilitas tersebut yang diberikan penerbit. Sebab
semakin komplit fasilitas yang diberikan penerbit maka akan biaya semakin
mahal. Kalau tidak mau rugi ya, buku tersebut dijual kepada teman dan orang
lain. Pasti deh, modal akan kembali. Dan aku sudah membuktikan hal tersebut.
Sekarang yang harus
kujaga adalah konsisten dan kontinuitas. Sebulan terbit satu buku. Begitu
seterusnya sampai jumlah buku yang kutulis melampai usiaku. Paling tidak setiap
tahun usiaku terwakili dengan lahirnya sebuah buku. Bukan hanya dirayakan
dengan pesta ulang tahun. Namun juga perayaan pesta buku. Kalau orang lain bisa
menulis buku dan produktif, aku juga bisa. Kalau kelasnya belum semahir dia
atau belum seproduktif dia, minimal aku sudah mengambil jalan yang benar.
Itulah targetku di
tahun 2018 ini. Sabu-sabu merupakan target jangka pendek. Ada dua lagi targetku
yaitu target jangka menengah dan target jangka panjang. Target menengahku
adalah membeli tanah di belakang rumah. Entah kapan bisa terwujud tetapi itu
sudah masuk dalam targetku. Sekarang baru merintis dan mengumpulkan dana untuk
membeli. Dengan tanah di belakang rumah maka banyak yang bisa kulakukan. Aku
bisa membuat Taman Baca Masyarakat (TBM).
TBM ini akan aku
manfaatkan untuk berbakti kepada masyarakat sekitar. Paling tidak anak-anak dan
masyarakat sekitar bisa membaca buku di rumah. Mereka tidak perlu pergi
jauh-jauh untuk membaca buku dan mencari ilmu. Aku bisa menyediakan buku sebab
stock buku di rumah juga banyak. Ada buku anak, buku dewasa dan buku pelajaran.
Hampir komplit untuk bacaan masyarakat. Kalau pun nanti kurang koleksinya, aku
bisa mengajak kerjasama dengan perpustakaan daerah.
Siapa tahu mereka
bersedia datang pada hari-hari tertentu. Kemudian meminjamkan bukunya. Dan itu
terjadi di TBMku. Dengan TBM tersebut aku berharap menambah pahala dan baktiku
kepada lingkungan sekitar. Tidak itu saja sih rencana. Maksudku bukan sekadar
TBM yang melayani pinjam meminjam buku, namun lebih dari itu. Aku juga ingin
berbagi ilmu kepada mereka. Memberikan pelatihan kepada mereka. Pelatihan baik
bagi anak-anak maupun orang tua.
Kalau anak-anak ya
tergantung usia mereka. Kalau masih kecil (PAUD/kelas 1-3 SD) kita bisa
melakukan pelatihan mewarnai atau menggambar. Bukan aku yang membimbing tetapi
aku bisa meminta teman guru menggambar. Dengan bantuan teman maka tidak
diperlukan budget yang besar. Sebab
aku pun tidak menarik bayaran kepada warga sekitar. Rasanya senang sekali saat
melihat mereka asik membaca buku. Rumahku terlihat lebih hidup dan meriah.
Mereka dengan antusias memilih-milih buku di rak. Kemudian membalik-balik
lembar demi lembar.
Ada juga yang anak yang
lebih besar mengobrol. Namun yang mereka bicarakan bukan soal kegiatan mereka.
Atau tempat ke mana mereka akan pergi. Mereka sedang berdiskusi, saling tukar
menukar gagasan. Mereka mendiskusikan tentang isi buku, tentang ide dalam buku.
Sebab isi buku penting bagi mereka. Kemudian di hari-hari yang lain, aku
mengadakan bimbingan belajar. Bimbingan belajar bahasa Inggris, Matematika atau
mata pelajaran yang lain. Mereka bisa datang pada jam dan waktu-waktu yang
sudah terjadwal. Aku usahakan juga bahwa semuanya gratis, tidak dipungut uang
sepeserpun.
Itu untuk anak-anak
yang fokus ke mata pelajaran di sekolah. Terus waktu yang lain bisa juga diisi
dengan pelatihan menulis, berpidato, membuat kerajinan dan lain sebagainya.
Intinya kalau sudah mempunyai tempat yang cocok yaitu belakang rumah, Isha
Allah semua akan mudah. Setidaknya ada yang mengawasi TBM tersebut. Aku yakin
banyak orang-orang yang mau membantuku, tanpa dipungut uang sepeser pun. Terus
kalau anak-anak membaca buku maka orangtua (ibu-ibu) kita latih membuat
kerajinan tangan. Bisa kerajinan daur ulang
atau masak memasak. Eh, kalau masak memasak enggak saja. Sebab terlalu
melebar ke mana-mana. Mending membaca buku cara memasak saja yang lebih simpel
dan praktis. Kalau memasak kok terasa agak mengganggu tujuan utama yaitu
membaca.
Sering sih aku
membayangkan, TBM itu berdiri. Terus aku menangani TBM itu dibantu para pemuda
kampung. Mereka ikut mengelola dan merawat barang-barang yang ada di TBM. Kalau
mereka tidak bisa pas hari kerja, ya kita bukanya sore dan pas hari Minggu.
Sehingga kehadiran TBM ini benar-benar bermanfaat bagi lingkungan sekitar. Ah,
bayangan-bayangan itu selalu muncul. Aku selalu senang membayangkan hal
tersebut. Itulah resolusi menengahku, membuat TBM di kampung. Sebenarnya ada
satu lagi resolusi panjangku. Target paling jauhku. Dan ini sudah
kuimpi-impikan jauh-jauh hari. Entah kapan bisa terlaksana.
Itu resolusi tingkat
menengah. Ada satu lagi yang menjadi resolusiku; resolusi panjang. Resolusi
panjangku adalah aku memiliki sebuah kafe. Ya, kafe. Namun jangan salah sangka
dulu. Kafe ini bukan sembarang kafe. Kafe ini masih ada hubungannya dengan
duniaku, dunia tulis menulis. Aku ingin memiliki sebuah kafe buku. Di samping
kafe itu menyediakan makanan dan minuman, kafe itu menyediakan buku-buku.
Buku-buku yang terpajang di dindingnya. Dan juga ada beberapa rak buku di kiri
kanan. Orang yang datang ke situ tidak saja ingin kenyang perutnya namun
kenyang pula otaknya. Mereka boleh membaca di situ dan mereka juga bisa membeli
buku tersebut. Bebas. Mereka akan membeli atau hanya nongkrong dan membaca
buku.
Selama ini, kalau para
pembeli warung atau angkringan hanya mengobrol, maka di fae ini mereka membaca.
Minimal mereka mendiskusikan tentang pengetahuan. Bukan malah ngerumpi atau
ghibah orang. Mereka bisa meminjam buku dan dibaca di tempat atau dibawa
pulang. Buku-buku yang banyak jenisnya. Buku itu tidak hanya tulisanku, tetapi
juga buku tulisan teman-temanku. Terus kadang di hari-hari tertentu, kita
mengundang penulis buku atau narasumber untuk mengisi acara. Ya, acara jumpa
penulis atau acara bedah buku. Pokoknya format acara tentang dunia tulis
menulis. Hm, sungguh impian yang luar biasa, menurutku. Itulah tiga target
dalam hidupku. Target pertama yaitu sabu-sabu (satu bulan satu buku). Target
kedua, memiliki TBM dan target ketiga memiliki kafe buku. Itu saja sih,
keinginanku di tahun 2018 ini.
Sekarang yang menjadi
resolusi utamaku adalah sabu-sabu, satu bulan satu buku. Aku harus fokus ke
sana. Untuk target yang lain, aku yakin akan mengikuti sebab ketiganya saling
mendukung. Insha Allah, keinginanku bisa terwujud dan mohon doanya semoga
dilancarkan. Amin.