Jumat, 31 Maret 2017

GURU KOK GAPTEK?

      Tuntutan jaman memaksa guru harus dapat mengungguli siswanya. Apalagi dalam hal teknologi. Tidak perlu mahirlah, cukup melek teknologi saja. Ya, seperti memanfaatkan teknologi sebagai sumber belajar atau media pembelajaran. Jangan hanya bangga punya smart phone tetapi yang punya tidak smart.

      Apalagi kita tuh sekarang dapat double salary, dari gaji bulanan dan juga sertifikasi, sip kan? Gunakan dong uang sertifikasi untuk upgrade kemampuan, terutama penguasaan teknologi. Jangan pelitlah keluar duit, kan sertifikasi tujuannya untuk peningkatan kesejahteraan dan kemampuan. Sisihkanlah sedikit untuk ikut kursus atau beli buku ketrampilan, biar lebih PD ngajar dengan IT.
       Seandainya IT dikuasai maka banyaklah materi dan media pembelajaran yang dapat kita peroleh. Bahkan kita dapat mengirim tugas, melakukan broadcast dan juga mengajar secara online. Belum punya laptop? Haduh, dikemanakan saja uang sertifikasi? Di tabung? Dibelikan motor? Mobil? Rumah? Tanah? Untuk umrah? Naik haji. Ckck, boleh saja sih tetapi ayolah jadi guru yang profesional dulu baru materi kemudian.
Tahu ga sih, siswa sekarang canggih-canggih, jadi kalau soal IT mereka lebih jago. Namun kita juga haru lebih cerdas dari mereka. Misalnya kita mencari soal dari internet, ya harus dimodifikasi jangan plek, blek persis dan apa adanya. Kalau gitu kejadiannya bisa-bisa siswa sudah punya soal plus kuncinya. Kelihatan kalau kita tidak smart.
Kalau mau ditelusur lebih jauh lagi, agak menggelikan jika guru berangkat ke sekolah membawas tas cangklong. Ini mau ngajar apa ke pasar? Apa muat laptop di dalamnya? Kalau tidak, apa dong isinya? Lipstik? Kartu kredit? HP? Tab? IPAD? Atau surat-surat berharga? Ayolah malu dengan selembar sertifikat pendidik profesional jika fashion masih ditonjolkan.
Pernah suatu ketika seorang guru tidak bisa menyambung kabel laptop ke LCD, minta deh bantuan siswa, kalau hal sepele seperti ini ga bisa, maka wajar deh jika nanti terus dikerjain siswa. Yang kabelnya rusaklah, ada yang ga konek dan lain-lain. Itu baru kabelnya saja tidak paham, apalagi konten materi di dalamnya, file-filenya, power point, materinya, videonya dan yang lainnya. Ah, tambah heran saja.
Belum siswa yang ngetes gurunya, tanya inilah, itulah, padahal dia sudah tahu jawabannya. Kelihatan kan kita tidak siap dan tidak smart. Masih mau jadi guru gaptek? Enggalah ya?

Senin, 23 Januari 2017

MENGAKALI UJIAN NASIONAL 2017

      Ah, yang benar emang bisa mengakali Ujian Nasional? Bisa kok, terutama untuk para guru sih, sebab dalam buku ini dijelaskan bagaimana seorang guru bisa melakukan metode yang tertulis di buku itu. Penjelasan di buku ini jelas kok, step-stepnya, jadi tidak perlu khawatir jika anda tidak mampu melakukannya. Sebab apa yang tertulis dalam buku ini pernah kok dilakukan oleh si penulis sehingga ini true story, kisah nyata. Jadi bukan sesuatu yang baru teori atau sesuatu yang menjadi angan-angan. Ini sudah dibuktikan dan telah dilaksanakan sendiri oleh si penulis. Malah sebelum naskah ini saya tulis menjadi buku, saya sudah melakukan metode ini sebagai karya penelitian saya.
       Pada waktu itu, naskah saya, saya ikutkan dalam Lomba Karya Ilmiah Guru yang diadakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Alhamdulillah, lolos. Kemudian saya diminta datang ke Jakarta dan  diminta mempresentasikan naskah tersebut di depan para juri. Di situlah saya juga jelaskan metode ini bagaimana kita sebagai guru dapat membawa peserta didik meraih keberhasilan dalam mengikuti Ujian Nasional. Jadi isi buku ini berasal dari penelitian? Yups, betul itu hasil penelitian saya yang saya tulis ulang menjadi buku yang In Sha Alloh enak dibaca dan mudah dipraktekkan. 
      Emang apa saja metode dalam buku itu? Ya, sesuai judul bukunya metode yang terdapat dalam buku tersebut menguraikan tentang Early Detection atau deteksi dini. Nah, deteksi dini ini dilakukan terhadap siswa, materi UN dan juga hasil latihan ujian yang dilakukan. Lalu bagaimana cara mendeteksi tersebut biar tidak asal jalan. Menurut saya nih ya, (senyum manis) anda silakan beli buku saya. Buku ini hanya seharga Rp. 47.000 ditambah ongkos kirim. Kalau rumah anda dekat maka saya akan mengantar langsung, tidak perlu ongkos kirim. Yang mau pesan bisa WA saya 081328475275.

Rabu, 09 November 2016

PROGRAM LITERASI JANGAN SETENGAH HATI

      Literasi media adalah kemampuan untuk memahami, menganalisis dan mendekontruksi media. Kemampuan untuk melakukan ini ditujukan agar pemirsa sebagai konsumen media, termasuk anak-anak menjadi sadar (melek) tentang cara media dikontruksi (dibuat) dan diakses (wikipedia.com). Dengan kemampuan literasi media, anak-anak (baca: siswa) mengatahui cara sebuah media dibuat dan bagaimana cara mengakses media tersebut. Kemampuan tersebut, terutama kemampuan mengakses media dapat menumbuhkan budaya membaca dan mungkin juga menulis. Walaupun tulisan yang mereka hasilkan bisa jadi belum memenuhi standar penulisan yang baik. Apalagi jika yang mereka akses adalah sosial media, dimana ragam tulisan sering tidak memenuhi standar penulisan yang baik dan benar. Bagaimanapun hal itu mempunyai dampak positif jika dilihat dari segi kemampuan mengakses media. Berbagai kemampuan siswa di bidang literasi yang kurang menggembirakan itulah yang membuat pemerintah menggalakkan dan membuat program literasi. 
   Salah satunya adalah indek membaca orang Indonesia yang masih rendah sangat rendah. Dari data UNESCO tahun 2012 menunjukkan bahwa indeks tingkat membaca orang Indonesia hanyalah 0,001. Itu artinya, dari 1.000 penduduk, hanya ada 1 orang yang mau membaca buku dengan serius. Dengan rasio ini, berarti di antara 250 juta penduduk Indonesia, hanya 250.000 yang punya minat baca. Padahal dengan membaca orang akan mempunyai wawasan yang luas dan berpengetahuan yang baik. Pada akhrinya dengan wawasan yang luas dan pengetahuan yang baik akan membawa generasi Indonesia menjadi generasi yang cerdas. Generasi yang cerdas ini akan dapat menyelesaikan berbagai permasalahan kehidupan dan permasalahan negara sebab di tangan merekalah masa depan bangsa Indonesia. 

Juara 1 LPSN 2016
Sementara di tingkat sekolah, hampir setiap sekolah memiliki apa yang disebut dengan gerakan literasi sekolah. Gerakan literasi sekolah (GLS) ini diluncurkan oleh Kemdikbud dengan tujuan agar siswa memiliki budaya membaca dan menulis sehingga tercipta pembelajaran sepanjang hayat. GLS ini tertuang dalam permendikbud No.23 Tahun 2015 dan salah satu kegiatan dalam gerakan tersebut adalah kegiatan 15 menit membaca buku non-pelajaran sebelum waktu belajar dimulai. Bahkan di beberapa sekolah mempunyai program yang lebih bervariatif dan lebih maju, tidak ‘hanya’ kegiatan membaca buku non-pelajaran selama 15 menit. Kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan seperti kegiatan workshop kepenulisan, mendatangkan para penulis buku,  membuat buku siswa, membuat perpustakaan kelas, dan lain sebagainya. Kegiatan literasi yang masif di sekolah nampaknya tidak diimbangi dengan keseriusan pemerintah menggalakkan program literasi tersebut. Tidak banyak lomba-lomba yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk memicu dan memotivasi siswa gemar membaca dan menulis. Yang penulis ketahui kegiatan kepenulisan yang diselenggarakan pemerintah yaitu Lomba Penelitian Siswa Nasional (LPSN) yang dulu namanya LPIR, menulis surat kepada presiden, lomba cipta cerpen (FLS2N), lomba cipta puisi (FLS2N), Lomba Karya Jurnalistik Siswa (LKJS), bahkan untuk LKJS kabarnya akan dihilangkan. Menurut penulis, jika memang pemerintah konsen dan serius menggalakkan program literasi seharusnya diperbanyak ragam lomba, jangan malah dihilangkan, bahkan kalau perlu hadiah ditambah. 
Juara 2 Jurnalistik (LKJS 2015)
Para pemenang lomba di atas sering merasa iri dengan hadiah yang didapatkan oleh para olahragawan karena hadiah dan bonusnya yang melimpah padahal jenjang dan tingkat yang diperebutkan sama, tingkat nasional. Kenapa bisa begitu? Apa kalau menulis itu tidak berkeringat sehingga hadiahnya tidak terlalu banyak? Atau adanya sponsor? Terlepas dari hadiah, pemerintah seharusnya cerdas mengembangkan bakat dan minat siswa di bidang literasi sehingga siswa Indonesia dapat bersaing dengan siswa negara lain. Ada beberapa cara untuk menumbuhkan dan mensukseskan program literasi yaitu
  1. Pemerintah memperbanyak lomba-lomba yang berhubungan dengan kegiatan literasi. Walaupun sudah ada beberapa lomba menulis seperti lomba menulis kepada presiden, lomba penelitian siswa nasional (LPSN/LPIR), Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) dan lain-lain, namun jenjang dan ragamnya kurang banyak. Alangkah baiknya jika pemerintah memulai lomba-lomba tersebut dari jenjang Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Lalu ragam lombanya apa saja? Ragam lomba bisa lomba menulis untuk menteri, berapa menteri yang kita miliki itulah ragam lomba yang ada. Lomba menulis untuk Dewan Perwakilan Rakyat, Majelis Permusyawaratan Rakyat dan lembaga pemerintah lainnya. Lembaga pemerintah yang ada diimbau untuk melaksanakan program literasi sebagai salah satu tanggungjawab bersama menggalakkan program pemerintah.
  2. Pemerintah Pusat mengharuskan Pemerintah Daerah dan Lembaga Pemerintah di daerah untuk melaksanakan program literasi misalnya duta baca, duta literasi, sekolah literasi, lomba resensi dan lain-lain. Lomba-lomba tersebut diperuntukkan bagi para pelajar dan mahasiswa di daerah masing-masing. Untuk hadiah mungkin tidak perlu terlalu besar sehubungan dengan pendapatan asli daerah yang berbeda-beda. Namun perlu ditekankan bahwa sertifikat kejuaraaan dapat dipergunakan untuk mendaftarkan ke sekolah lanjutan. Artinya sertifikat menambah nilai siswa waktu dia mendaftar ke sekolah yang lebih tinggi.
  3. Pemerintah dapat menggandeng berbagai media atau penerbit buku untuk menyelenggarakan sebuah event menulis. Dalam event tersebut akan terdapat dua keuntungan, baik bagi pemerintah maupun sponsor itu sendiri. Bagi pemerintah program literasi dapat berkembang pesat dan bagi penerbit dapat materi naskah yang baik sehingga penerbit dapat mempublish karya yang dihasilkan sebagai sebuah buku yang baik dan bermutu.
Itulah kegiatan-kegiatn lanjutan yang dapat pemerintah laksanakan dan terapkan di Indonesia. Dengan kegiatan-kegiatan di atas, penulis meyakini bahwa program literasi dapat berjalan dengan baik dan berkesinambungan sehingga para generasi Indonesia akan terbiasa dengan membaca dan menulis. Pada akhirnya ketika mereka harus berkompetisi dengan negara lain, generasi emas Indonesia akan benar-benar menjadi generasi emas yang berkilau karena kemampuan kognitifnya. Semoga pemerintah serius dalam membangun generasi bangsa menjadi generasi yang gemar membaca dan menulis. 

Daftar Pustaka                       

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.23 Tahun 2015 tentang gerakan membaca 15 menit sebelum pelajaran

Kamis, 25 Agustus 2016

PROGRAM BABONISASI WARGA MISKIN

     Babonisasi? Mungkin ini istilah atau kata yang baru anda dengar, walaupun program ini telah dilaksanakan sejak tahun 2008 di daerah kami, Kabupaten Bantul. Apa itu program Babonisasi? Babonisasi adalah program pemberian subsidi yang berupa ayam babon (ayam betina) kepada setiap peserta didik di Kabupaten Bantul. Apa tujuannya? Menurut beberapa sumber di pemerintahan Kabupaten Bantul, ada tiga tujuan yaitu 
  • Pertama, dengan program Babonisasi diharapkan anak-anak dan orangtua siswa secara tidak langsung dipaksa untuk mempunyai ketrampilan memelihara ayam. Biasanya yang mendapat bantuan ini adalah keluarga yang tidak mampu.
  • Kedua, kemudian setelah babon-babon tersebut bertelur maka telur-telur yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk menambah biaya pendidikan. Misalnya telur-telur tersebut dijual dan uang hasil penjualan dapat dimanfaatkan untuk membeli alat tulis atau membiayai biaya yang lain.
  • Ketiga, selain dimanfaatkan sebagai penambah pemasukan keluarga, sebagian telur yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan gizi makanan sehari-hari. Dengan mengkonsumsi telur-telur yang dihasilkan maka gizi anak-anak di Kabupaten Bantul dapat terjamin.
Itulah harapan dan tujuan yang ingin dicapai dalam program tersebut. Lalu apakah berhasil program Babonisasi tersebut? Ada sebuah penelitian yang dilakukan oleh  Setyawati, E. Yuningtyas dengan Babonisasi sebagai Usaha Pemberdayaan Masyarakat dalam Meningkatkan Kecukupan Gizi Keluarga (Studi Evaluasi tentang Pelaksaaan Program Babonisasi di Kecamantan Srandakan, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta) menyatakan bahwa program Babonisasi tersebut telah berhasil, baik proses maupun hasilnya. Termasuk target sasaran yang dapat subsidi babon juga telah tepat, artinya lebih dari 50% orang yang tidak mampu yang mendapatkan. Oleh karena itu program ini perlu dilanjutkan oleh pemerintah Kabupaten Bantul. Apalagi info dari berbagai sumber menyebutkan bahwa anak-anak dan remaja di Bantul banyak yang dapat berprestasi dalam berbagai lomba, baik lomba tingkat provinsi, nasional maupun internasional. Program ini telah menunjukkan bukti nyata sehingga patut kiranya bahwa program Babonisasi ini menjadi program nasional di Indonesia. Semoga.
Artikel ini diikutsertakan pada Kompetisi Menulis Blog Inovasi Daerahku https://www.goodnewsfromindonesia.id/competition/inovasidaerahku