Selasa, 22 Agustus 2017

WISATA KULINER BANJARMASIN


Wisata kuliner Banjarmasin, Kalimantan Selatan menjadi agenda pertama di hari pertama. Setelah mendarat dengan agak mulus di bandara udara Syamsudin Nor, aku pun menuju mobil jemputan. Biasa nih kalau KPK punya gawe pasti servisnya habis-habisan. Ga nanggung gitu loh.
   Di bandara sudah ada yang jemput dan mengantar ke hotel. Jadi ingat waktu dulu terpilih Teacher Supercamp tahun 2016. Semua ya hampir sama, dilayani dan diwongke. Seperti kejadian hari ini, di hotel Mercure sudah ada panitia memesankan kamar, kita mah tinggal masuk dan istirahat sejenak. 
    Kebetulan aku terpilih dari sekian ribu, halah lebay, ya pokoknya aku terpilih dari sekian peserta untuk menjadi narasumber workshop anti korupsi. Ya, nanti tugasku share tentang kegiatan nyataku. Entah dalam pembelajaran atau dalam praktik antikorupsi di sekolah. Kita sharing saja. Siapa tahu ide atau kegiatan di sekolahku menginspirasi dan menjadi kegiatan di sekolah yang lain. Termasuk menjadi kegiatan di sekolah peserta workshop. 
    Kata panitia peserta workshop dari peserta TK sampai SMA. Jadi lumyan banyak. Kemudian aku harus ngomong di depan mereka. Presentasi gitu. Kemudian meyakinkan mereka bahwa kegiatan antikorupsi di sekolahku sudah berhasil. Layak mereka tiru. Tetapi memang tempatku sudah melaksanakan beberapa program antikorupsi. Kegiatan tersebut seperti kantin kejujuran, kegiatan membuat poster SPAK (Saya Pelajar Anti Korupsi), pemaparan informasi keuangan di papan pengumuman, website, SMS Gateway (ini dulu) dan masih banyak lagi. Termasuk membuat hiasan gantung anti korupsi dan digantungkan di pohon-pohon depan kelas masing-masing. 
   Berhubung aku tiba di hotel siang hari, maka acara makan siang sudah lewat, tinggal nunggu makan malam. Makan malam yang ditunggu-tunggu juga belum ada, maka aku pun berinisiatif mencari makanan sendiri. Malu kan kalau asal datang dan makan di hotel yang masih asing gitu. Dari pada nunggu lama dan perut kelaparan aku keluar hotel mencari makan. Untungnya hotel itu bersebelahan dengan sebuah mall. Dari sekian pilihan makanan yang ada di mall, aku memilih makan di KFC, bukan apa-apa dan bukan pula anti makanan Indonesia. Hanya dalam bayanganku KFC itu ayamnya kriuk dan renyak jadi tentu lebih krispi. 
    Apalagi minyak dalam daging ayamnya tidak terlalu banyak, malah bisa dibilang tidak ada minyak goreng yang menempel di ayam gorengnya. Jadilah aku pesan satu dada goreng, dua nasi (maklum dari siang belum makan), soup bening dan soft drink. Begitu kelar bayar, kuterima makanan di nampan dan mencari tempat duduk. Hm, kayaknya enak nih, duduk di dekat kaca, pinggin jalan. Makan sambil melihat orang lalu lalang, ramai dan bisa cuci mata. Nampan sudah kutaruh dan menarik kursi kemudian duduk senyaman mungkin. 
    Makan malam siap disantap. Suapan pertama masuk ke mulus dengan mulus dan lanjut ke suapan kedua. Belum masuk ke mulut, ada WA dari panitia KPK kalau malam ini akan makan malam di sebuah warung makan yang terkenal di Banjarmasin. Kita mau wisata kuliner yang ada di Banjarmasing, Kalimantan Selatan. Pak sopir ternyata orang sini dan hafal daerah ini serta menu makanan yang enak. Akhirnya, kita berlima meluncur ke masakan yang maknyus dan top markotop, namanya Lontong Orari.
   Denger-denger dulu warung makan ini ada di stasiun radio Orari jadi dipakailah nama itu. Di warung makan Orari ini yang paling enak katanya lontong Haruan, ayam dan telurnya. Langsung saja deh, tanpa pesan mereka sudah memesankan menu andalan itu. Tak berapa lama, lontong Haruan pun mendarat di depanku. Dan rasanya mak nyus. Sekilas seperti gulai tetapi lebih manis dan rasanya nendang. Wah, enggak rugi bisa ke sana dan mencicipi makanan lezat tersebut. Kurasa kalau aku tidak menulis tentu aku tidak bisa terbang ke mana-mana. Itulah keuntungan kita mau menulis, bisa merasakan wisata kuliner di Banjarmasin. Sudah transportasi dan akomodasi gratis masih ditraktir makanan enak-enak. Luar biasa.

TIPS PANJANG UMUR

   Tips memanjangkan umur kali ini diekpos oleh media AlaUlala, yang belum terbukti kebenarannya. Jadi tidak perlu diambil hati atau ambil yang lain. Entar kalau asal ambil, dikira maling lho. Eits, kenapa jadi jauh amat bahasannya, wis lah langsung saja. Nih tipsnya, semoga berhasil ya?

1. Nikmati hidupmu dengan ikhlas, saat senang, susah atau terpuruk, usahakan bahagia, ya minimal senyum walau pahit. Karena pahit itulah nanti ada obatnya, contohnya jamu. #ups

2. Tidak usah dengarkan nada-nada miring, apalagi nada fals, cuekkan saja. Sebab bikin telinga memerah saja.

3. Tetap melaju dan fokus ke depan, tidak perlu tengak-tengok, apalagi lihat ke belakang sebab sudah ada spion, gunakan saja itu.

4. Berjuanglah dengan orang-orang yang tersayang dan baik, tidak perlu mengajak orang syirik apalagi mengajak negara api, entar bikin panas saja.

5. Yakinlah pada diri sendiri, tetapi jangan percaya pada diri sendiri, nanti jadi musyik. Percaya saja sama Alloh, jangan pada diri sendiri.

6. Jika semua tips di atas tidak manjur membuat Anda panjang umur maka Anda boleh buat sendiri. Sebab tidak ada obat untuk segala penyakit. (Bagaimanapun umur kita sudah dibatasi, tidak usah dibuat panjang atau malah dipanjang-panjangin, ini bukan resep mak gembrot).

MERDEKA MENULIS

MERDEKA MENULIS
Banyak orang menulis untuk kaya dan terkenal, itu sah-sah saja, boleh-boleh saja. Namun cobalah renungkan kembali, apakah kamu merasa terpaksa, tertuntut dan terobsesi dengan hal itu. Jika jawabnya ya, maka kamu belum merdeka dalam menulis.

Menurutku merdeka menulis itu jika dalam hatimu tertanam rasa senang melakukan sehingga menulis itu menjadi hobi. Bukan karena dituntut untuk bisa begini dan menghasilkan itu. Merdeka dalam berkarya itu, melakukan karena suka, bukan karena terpaksa atau malah ingin mengejar harta. Jika masih seperti itu, perbaikilah niat awal menulis, mengejar materi atau sekadar berbagi?

Jumat, 18 Agustus 2017

BARIS BERBARIS DAN MENULIS

BARIS BERBARIS DAN MENULIS

Bari berbaris di simpang lima Bejen
Saat melihat lomba baris berbaris yang begitu banyak apresiasinya padahal hanya tingkat kabupaten, duh hati menjadi sedih. Bukan apa-apa, cuma kenapa hal seperti itu, tidak berlaku di dunia tulis-menulis?

Dunia tulis-menulis yang sepi peminat bahkan saat juara tingkat nasional pun tidak dilirik. Apalagi dijadikan contoh yang baik untuk siswa yang lain. Bahkan sebagai guru, aku kesulitan merekrut siswa. Sungguh, susahnya minta ampun. Sementara menjadi pasukan baris berbaris, komandan baris berbaris atau mayoret drumb band menjadi impian setiap siswa. Apakah karena dunia tulis-menulis sepi apresiasi dan jauh dari hingar bingar? Sementara baris berbaris dan drumband jauh lebih meriah, wah dan megah? Kenapa menulis menjadi momok sehingga yang ikut ekstra pun bisa dihitung dengan jari? Itu pun akan berkurang seiring berjalannya waktu. Aku tahu menulis itu berat di pikiran, sementara baris berbaris berat di badan.

Pertanyaan selanjutnya adalah apa yang salah dengan negeri ini? Katanya literasi dijalankan di setiap sekolah, lalu kenapa majalah sekolah saja tidak ada? Katanya negara menggalakkan gerakan literasi sekolah (GLS), tetapi kenapa lomba menulis untuk siswa saja tidak ada? Pernah memang dulu, dulu sekali. Ada lomba jurnalistik atau LKJS, kemudian dihapus karena ada penghematan anggran. Hello? Kalau penghematan suruh para wakil rakyat menghemat, suruh para pejabat berhemat, jangan generasi muda menjadi tumbalnya. Mungkin semua hanya proyek dan literasi itu hanya...ah entahlah, aku tidak mau mengumpat. Apalagi aku tidak mau diciduk hanya karena mengkritik pemerintah. Maafkan aku pemerintah, itu semua salah saya dan salah siswa. Kenapa siswa malas berpikir? Apakah menulis susah? Atau mereka cuma wegah? Tak tahulah.

Hal ini berbanding terbalik dengan lomba baris berbaris, pemerintah, entah pemerintah pusat maupun daerah menggelontorkan dana yang tidak sedikit. Padahal hanya sekelumit. Lihatlah persiapan berhari-hari dan menghabiskan biaya yang berjeti-jeti padahal hanya untuk sehari. Ironi. Mereka yang ikut baris berbaris pun tidak pernah diberi sertifikat, yang mungkin berguna untuk melanjutkan sekolah. Namun kendala mungkin pesertanya banyak dan bukan by name, namun mereka berkelompok. Ah, itu hanya alasan. Berbeda dengan lomba tulis menulis, siapa yang juara dia mendapat sertifikat yang bisa menambah poin nilai saat mendaftar ke jenjang sekolah berikutnya. Tetapi saja menulis tidak menariknya, menulis tidak majis, yang dapat menghipnotis generasi muda keranjingan dunia menulis. Duh, mimpiku kepagian.

Oh, negeriku, ironi negari penuh sensasi dimana gerakan literasi hanya fantasi dan ilusi. Aku sedih melihat kenyataan ini, kapan negeriku menyadari, literasi pasti aksi bukan hanya basa basi

Senin, 14 Agustus 2017

TIPS MEMILIH PASANGAN


         Apa susahnya sih memilih pasangan? Hm, emang tidak susah sih, tetapi susah bingit, kadang yang kita anggap jodoh kita, pasangan kita, eh ternyata bukan. Begitupun sebaliknya yang semula kita anggap tetangga dan teman biasa eh, ternyata pasangan kita. Begitulah, pasangan atau jodoh itu rahasia Allah SWT namun tidak ada salahnya juga jika kita mau memastikan bahwa si A atau si B itu pasangan kita bukan. Untuk lebih detailnya kamu bisa baca uraian berikut ini. Jika Tips Memilih Pasangan ini tidak sesuai dengan harapanmu, ya anggap saja ini sekedar solusi ringan dan norak. Selebihnya cari sendiri ya, wong pasangan-pasanganmu sendiri. Entar kalau dicarikan dikira kembali ke zaman Siti Nurbaya atau Malin Kundang, eits Malin Kundang bukan tentang jodoh ding, itu tentang anak yang tidak berbakti kepada ibunya karena sudah mempunyai jodoh yang cantik. Ups, salah, langsung saja deh, nih tipsnya.

  1. Pastikan pasangan kita itu manusia, sebab kalau uang namanya pesangon bukan pasangan. Pasangan yang kamu pilih usahakan jangan yang matre, yang sederhana saja, apa adanya jangan ada apanya. Pokoknya kalau pasanganmu manusia maka jauhkan tabiatnya yang mata duitan, kalau terpaksanya dia mata duitan ya sudah kamu kasih pesangon saja. Beres.
  2. Pastikan juga pasangan kita bukan Amuba, sebab pasangan itu bereproduksi, bukan membelah diri
  3. Jika pasangan kamu laki-laki, pastikan dia sudah bekerja, sebab kalau tidak, kamu yang akan dikerjai #eh
  4. Jika pasanganmu perempuan, pastikan dia bisa masak, sebab kalau tidak, dia akan berlangganan Go Food
  5. Jika pasanganmu dekat, maka jauhkanlah biar ada kesan LDR (Long Distance Relationship), hubungan jarak jauh.
  6. Jika pasanganmu jauh, biarkan saja, selama perginya mencari modal untuk bangun rumah, bukan nyari serep.
Begitulah enam resep yang dijamin tidak manjur sebab hidup itu dinamis apalagi yang namanya manusia, bisa jadi esok tempe sore dele, atau bisa juga esok tempe sore tahu. 

Jumat, 31 Maret 2017

GURU KOK GAPTEK?

      Tuntutan jaman memaksa guru harus dapat mengungguli siswanya. Apalagi dalam hal teknologi. Tidak perlu mahirlah, cukup melek teknologi saja. Ya, seperti memanfaatkan teknologi sebagai sumber belajar atau media pembelajaran. Jangan hanya bangga punya smart phone tetapi yang punya tidak smart.

      Apalagi kita tuh sekarang dapat double salary, dari gaji bulanan dan juga sertifikasi, sip kan? Gunakan dong uang sertifikasi untuk upgrade kemampuan, terutama penguasaan teknologi. Jangan pelitlah keluar duit, kan sertifikasi tujuannya untuk peningkatan kesejahteraan dan kemampuan. Sisihkanlah sedikit untuk ikut kursus atau beli buku ketrampilan, biar lebih PD ngajar dengan IT.
       Seandainya IT dikuasai maka banyaklah materi dan media pembelajaran yang dapat kita peroleh. Bahkan kita dapat mengirim tugas, melakukan broadcast dan juga mengajar secara online. Belum punya laptop? Haduh, dikemanakan saja uang sertifikasi? Di tabung? Dibelikan motor? Mobil? Rumah? Tanah? Untuk umrah? Naik haji. Ckck, boleh saja sih tetapi ayolah jadi guru yang profesional dulu baru materi kemudian.
Tahu ga sih, siswa sekarang canggih-canggih, jadi kalau soal IT mereka lebih jago. Namun kita juga haru lebih cerdas dari mereka. Misalnya kita mencari soal dari internet, ya harus dimodifikasi jangan plek, blek persis dan apa adanya. Kalau gitu kejadiannya bisa-bisa siswa sudah punya soal plus kuncinya. Kelihatan kalau kita tidak smart.
Kalau mau ditelusur lebih jauh lagi, agak menggelikan jika guru berangkat ke sekolah membawas tas cangklong. Ini mau ngajar apa ke pasar? Apa muat laptop di dalamnya? Kalau tidak, apa dong isinya? Lipstik? Kartu kredit? HP? Tab? IPAD? Atau surat-surat berharga? Ayolah malu dengan selembar sertifikat pendidik profesional jika fashion masih ditonjolkan.
Pernah suatu ketika seorang guru tidak bisa menyambung kabel laptop ke LCD, minta deh bantuan siswa, kalau hal sepele seperti ini ga bisa, maka wajar deh jika nanti terus dikerjain siswa. Yang kabelnya rusaklah, ada yang ga konek dan lain-lain. Itu baru kabelnya saja tidak paham, apalagi konten materi di dalamnya, file-filenya, power point, materinya, videonya dan yang lainnya. Ah, tambah heran saja.
Belum siswa yang ngetes gurunya, tanya inilah, itulah, padahal dia sudah tahu jawabannya. Kelihatan kan kita tidak siap dan tidak smart. Masih mau jadi guru gaptek? Enggalah ya?

Senin, 23 Januari 2017

MENGAKALI UJIAN NASIONAL 2017

      Ah, yang benar emang bisa mengakali Ujian Nasional? Bisa kok, terutama untuk para guru sih, sebab dalam buku ini dijelaskan bagaimana seorang guru bisa melakukan metode yang tertulis di buku itu. Penjelasan di buku ini jelas kok, step-stepnya, jadi tidak perlu khawatir jika anda tidak mampu melakukannya. Sebab apa yang tertulis dalam buku ini pernah kok dilakukan oleh si penulis sehingga ini true story, kisah nyata. Jadi bukan sesuatu yang baru teori atau sesuatu yang menjadi angan-angan. Ini sudah dibuktikan dan telah dilaksanakan sendiri oleh si penulis. Malah sebelum naskah ini saya tulis menjadi buku, saya sudah melakukan metode ini sebagai karya penelitian saya.
       Pada waktu itu, naskah saya, saya ikutkan dalam Lomba Karya Ilmiah Guru yang diadakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Alhamdulillah, lolos. Kemudian saya diminta datang ke Jakarta dan  diminta mempresentasikan naskah tersebut di depan para juri. Di situlah saya juga jelaskan metode ini bagaimana kita sebagai guru dapat membawa peserta didik meraih keberhasilan dalam mengikuti Ujian Nasional. Jadi isi buku ini berasal dari penelitian? Yups, betul itu hasil penelitian saya yang saya tulis ulang menjadi buku yang In Sha Alloh enak dibaca dan mudah dipraktekkan. 
      Emang apa saja metode dalam buku itu? Ya, sesuai judul bukunya metode yang terdapat dalam buku tersebut menguraikan tentang Early Detection atau deteksi dini. Nah, deteksi dini ini dilakukan terhadap siswa, materi UN dan juga hasil latihan ujian yang dilakukan. Lalu bagaimana cara mendeteksi tersebut biar tidak asal jalan. Menurut saya nih ya, (senyum manis) anda silakan beli buku saya. Buku ini hanya seharga Rp. 47.000 ditambah ongkos kirim. Kalau rumah anda dekat maka saya akan mengantar langsung, tidak perlu ongkos kirim. Yang mau pesan bisa WA saya 081328475275.

Rabu, 09 November 2016

PROGRAM LITERASI JANGAN SETENGAH HATI

      Literasi media adalah kemampuan untuk memahami, menganalisis dan mendekontruksi media. Kemampuan untuk melakukan ini ditujukan agar pemirsa sebagai konsumen media, termasuk anak-anak menjadi sadar (melek) tentang cara media dikontruksi (dibuat) dan diakses (wikipedia.com). Dengan kemampuan literasi media, anak-anak (baca: siswa) mengatahui cara sebuah media dibuat dan bagaimana cara mengakses media tersebut. Kemampuan tersebut, terutama kemampuan mengakses media dapat menumbuhkan budaya membaca dan mungkin juga menulis. Walaupun tulisan yang mereka hasilkan bisa jadi belum memenuhi standar penulisan yang baik. Apalagi jika yang mereka akses adalah sosial media, dimana ragam tulisan sering tidak memenuhi standar penulisan yang baik dan benar. Bagaimanapun hal itu mempunyai dampak positif jika dilihat dari segi kemampuan mengakses media. Berbagai kemampuan siswa di bidang literasi yang kurang menggembirakan itulah yang membuat pemerintah menggalakkan dan membuat program literasi. 
   Salah satunya adalah indek membaca orang Indonesia yang masih rendah sangat rendah. Dari data UNESCO tahun 2012 menunjukkan bahwa indeks tingkat membaca orang Indonesia hanyalah 0,001. Itu artinya, dari 1.000 penduduk, hanya ada 1 orang yang mau membaca buku dengan serius. Dengan rasio ini, berarti di antara 250 juta penduduk Indonesia, hanya 250.000 yang punya minat baca. Padahal dengan membaca orang akan mempunyai wawasan yang luas dan berpengetahuan yang baik. Pada akhrinya dengan wawasan yang luas dan pengetahuan yang baik akan membawa generasi Indonesia menjadi generasi yang cerdas. Generasi yang cerdas ini akan dapat menyelesaikan berbagai permasalahan kehidupan dan permasalahan negara sebab di tangan merekalah masa depan bangsa Indonesia. 

Juara 1 LPSN 2016
Sementara di tingkat sekolah, hampir setiap sekolah memiliki apa yang disebut dengan gerakan literasi sekolah. Gerakan literasi sekolah (GLS) ini diluncurkan oleh Kemdikbud dengan tujuan agar siswa memiliki budaya membaca dan menulis sehingga tercipta pembelajaran sepanjang hayat. GLS ini tertuang dalam permendikbud No.23 Tahun 2015 dan salah satu kegiatan dalam gerakan tersebut adalah kegiatan 15 menit membaca buku non-pelajaran sebelum waktu belajar dimulai. Bahkan di beberapa sekolah mempunyai program yang lebih bervariatif dan lebih maju, tidak ‘hanya’ kegiatan membaca buku non-pelajaran selama 15 menit. Kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan seperti kegiatan workshop kepenulisan, mendatangkan para penulis buku,  membuat buku siswa, membuat perpustakaan kelas, dan lain sebagainya. Kegiatan literasi yang masif di sekolah nampaknya tidak diimbangi dengan keseriusan pemerintah menggalakkan program literasi tersebut. Tidak banyak lomba-lomba yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk memicu dan memotivasi siswa gemar membaca dan menulis. Yang penulis ketahui kegiatan kepenulisan yang diselenggarakan pemerintah yaitu Lomba Penelitian Siswa Nasional (LPSN) yang dulu namanya LPIR, menulis surat kepada presiden, lomba cipta cerpen (FLS2N), lomba cipta puisi (FLS2N), Lomba Karya Jurnalistik Siswa (LKJS), bahkan untuk LKJS kabarnya akan dihilangkan. Menurut penulis, jika memang pemerintah konsen dan serius menggalakkan program literasi seharusnya diperbanyak ragam lomba, jangan malah dihilangkan, bahkan kalau perlu hadiah ditambah. 
Juara 2 Jurnalistik (LKJS 2015)
Para pemenang lomba di atas sering merasa iri dengan hadiah yang didapatkan oleh para olahragawan karena hadiah dan bonusnya yang melimpah padahal jenjang dan tingkat yang diperebutkan sama, tingkat nasional. Kenapa bisa begitu? Apa kalau menulis itu tidak berkeringat sehingga hadiahnya tidak terlalu banyak? Atau adanya sponsor? Terlepas dari hadiah, pemerintah seharusnya cerdas mengembangkan bakat dan minat siswa di bidang literasi sehingga siswa Indonesia dapat bersaing dengan siswa negara lain. Ada beberapa cara untuk menumbuhkan dan mensukseskan program literasi yaitu
  1. Pemerintah memperbanyak lomba-lomba yang berhubungan dengan kegiatan literasi. Walaupun sudah ada beberapa lomba menulis seperti lomba menulis kepada presiden, lomba penelitian siswa nasional (LPSN/LPIR), Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) dan lain-lain, namun jenjang dan ragamnya kurang banyak. Alangkah baiknya jika pemerintah memulai lomba-lomba tersebut dari jenjang Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Lalu ragam lombanya apa saja? Ragam lomba bisa lomba menulis untuk menteri, berapa menteri yang kita miliki itulah ragam lomba yang ada. Lomba menulis untuk Dewan Perwakilan Rakyat, Majelis Permusyawaratan Rakyat dan lembaga pemerintah lainnya. Lembaga pemerintah yang ada diimbau untuk melaksanakan program literasi sebagai salah satu tanggungjawab bersama menggalakkan program pemerintah.
  2. Pemerintah Pusat mengharuskan Pemerintah Daerah dan Lembaga Pemerintah di daerah untuk melaksanakan program literasi misalnya duta baca, duta literasi, sekolah literasi, lomba resensi dan lain-lain. Lomba-lomba tersebut diperuntukkan bagi para pelajar dan mahasiswa di daerah masing-masing. Untuk hadiah mungkin tidak perlu terlalu besar sehubungan dengan pendapatan asli daerah yang berbeda-beda. Namun perlu ditekankan bahwa sertifikat kejuaraaan dapat dipergunakan untuk mendaftarkan ke sekolah lanjutan. Artinya sertifikat menambah nilai siswa waktu dia mendaftar ke sekolah yang lebih tinggi.
  3. Pemerintah dapat menggandeng berbagai media atau penerbit buku untuk menyelenggarakan sebuah event menulis. Dalam event tersebut akan terdapat dua keuntungan, baik bagi pemerintah maupun sponsor itu sendiri. Bagi pemerintah program literasi dapat berkembang pesat dan bagi penerbit dapat materi naskah yang baik sehingga penerbit dapat mempublish karya yang dihasilkan sebagai sebuah buku yang baik dan bermutu.
Itulah kegiatan-kegiatn lanjutan yang dapat pemerintah laksanakan dan terapkan di Indonesia. Dengan kegiatan-kegiatan di atas, penulis meyakini bahwa program literasi dapat berjalan dengan baik dan berkesinambungan sehingga para generasi Indonesia akan terbiasa dengan membaca dan menulis. Pada akhirnya ketika mereka harus berkompetisi dengan negara lain, generasi emas Indonesia akan benar-benar menjadi generasi emas yang berkilau karena kemampuan kognitifnya. Semoga pemerintah serius dalam membangun generasi bangsa menjadi generasi yang gemar membaca dan menulis. 

Daftar Pustaka                       

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.23 Tahun 2015 tentang gerakan membaca 15 menit sebelum pelajaran

Kamis, 25 Agustus 2016

PROGRAM BABONISASI WARGA MISKIN

     Babonisasi? Mungkin ini istilah atau kata yang baru anda dengar, walaupun program ini telah dilaksanakan sejak tahun 2008 di daerah kami, Kabupaten Bantul. Apa itu program Babonisasi? Babonisasi adalah program pemberian subsidi yang berupa ayam babon (ayam betina) kepada setiap peserta didik di Kabupaten Bantul. Apa tujuannya? Menurut beberapa sumber di pemerintahan Kabupaten Bantul, ada tiga tujuan yaitu 
  • Pertama, dengan program Babonisasi diharapkan anak-anak dan orangtua siswa secara tidak langsung dipaksa untuk mempunyai ketrampilan memelihara ayam. Biasanya yang mendapat bantuan ini adalah keluarga yang tidak mampu.
  • Kedua, kemudian setelah babon-babon tersebut bertelur maka telur-telur yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk menambah biaya pendidikan. Misalnya telur-telur tersebut dijual dan uang hasil penjualan dapat dimanfaatkan untuk membeli alat tulis atau membiayai biaya yang lain.
  • Ketiga, selain dimanfaatkan sebagai penambah pemasukan keluarga, sebagian telur yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan gizi makanan sehari-hari. Dengan mengkonsumsi telur-telur yang dihasilkan maka gizi anak-anak di Kabupaten Bantul dapat terjamin.
Itulah harapan dan tujuan yang ingin dicapai dalam program tersebut. Lalu apakah berhasil program Babonisasi tersebut? Ada sebuah penelitian yang dilakukan oleh  Setyawati, E. Yuningtyas dengan Babonisasi sebagai Usaha Pemberdayaan Masyarakat dalam Meningkatkan Kecukupan Gizi Keluarga (Studi Evaluasi tentang Pelaksaaan Program Babonisasi di Kecamantan Srandakan, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta) menyatakan bahwa program Babonisasi tersebut telah berhasil, baik proses maupun hasilnya. Termasuk target sasaran yang dapat subsidi babon juga telah tepat, artinya lebih dari 50% orang yang tidak mampu yang mendapatkan. Oleh karena itu program ini perlu dilanjutkan oleh pemerintah Kabupaten Bantul. Apalagi info dari berbagai sumber menyebutkan bahwa anak-anak dan remaja di Bantul banyak yang dapat berprestasi dalam berbagai lomba, baik lomba tingkat provinsi, nasional maupun internasional. Program ini telah menunjukkan bukti nyata sehingga patut kiranya bahwa program Babonisasi ini menjadi program nasional di Indonesia. Semoga.
Artikel ini diikutsertakan pada Kompetisi Menulis Blog Inovasi Daerahku https://www.goodnewsfromindonesia.id/competition/inovasidaerahku




Jumat, 19 Agustus 2016

HATI TAK SEKERAS BATU

“Tidak boleh. Kamu tidak boleh pergi, apalagi untuk kuliah. Mau jadi apa kamu?” bentak bapak sambil menunjuk ke arahku. Aku lihat bapak sangat marah. Untuk beberapa orang, bapak adalah sosok yang sangat berwibawa dan menakutkan. Sorot mata yang tajam, kumis yang lebat dan badan yang kekar menguatkan hal itu. Apalagi saat bapak marah, semua orang pasti akan takut tetapi aku harus memberanikan diri untuk menyampaikan keinginanku.
“Tapi pak aku...” aku coba membela diri.
“Tidak ada tapi-tapian, silakan kalau kamu mau menuruti kemauanmu tetapi ingat sekali kamu melangkahkan kaki pergi kuliah maka jangan pernah kembali,” ancam bapak. Bapak nampaknya masih marah. Dengan sorot mata yang tajam menghunjam ke arahku. Meredupkan api keberanian yang dari tadi menyala. Api itu tinggal kerlap-kerlip hampir padam. Sebegitu salahkah aku? Apa salahku demikian besar sehingga bapak marah besar hari ini? Aku hanya ingin menciptakan takdirku sendiri, menjadi sarjana dan lebih berguna bagi keluarga, kampung dan negara. Itu saja.
Ibu mendekatiku seperti biasa menenangkan sementara bapak entah pergi kemana.
“Sudahlah le, turuti saja kemauan Bapakmu,” bujuk ibu.
“Tapi bu, aku ingin kuliah dulu,” jawabku.
“Untuk apa kamu kuliah? Toh akhirnya kamu juga menjadi petani kopi seperti Bapak dan Ibu. Mending kamu serius menggarap kebun kopi Bapakmu. Bapakmu sudah semakin tua le. Siapa nanti yang akan membantu?”
“Tapi bu, masih ada mas Rohmad dan mbak Sri,” aku masih mempertahankan pendapatku.
“Benar, tetapi mereka juga kewalahan, apalagi sekarang mereka sudah berkeluarga sehingga tidak bisa maksimal mengurus kebun kopi kita.”
“Ibu, aku tidak keberatan menjadi petani kopi, apalagi mengurus semua kebun kopi milik kita tetapi aku ingin mengenyam bangku kuliah dulu. Lagian jurusan kuliahku tidak jauh-jauh dari ilmu perkebunan,” aku mencoba meyakinkan ibu. Hanya ibu satu-satunya harapanku. Ibulah yang kuharapkan dapat menjadi penolongku mewujudkan impian untuk bisa kuliah. Aku tidak mau seperti kakak-kakakku mengelola perkebunan kopi dengan cara lama dan ilmu yang turun temurun. Aku ingin tau lebih banyak. Aku ingin mengembangkan usaha keluarga. Apakah itu salah?
“ Kamu memang seperti Bapakmu, keras kepala.”
“Nah, berarti aku memang anak Bapak bu,” aku mengajak ibu bercanda. Ibupun ikut tersenyum.
“Yo wislah, terserah kamu,” kata ibu sambil meninggalkanku sendirian di ruang tamu.
“Tapi Bu, tolong bantu aku membujuk Bapak bu,” aku berlari mengejar ibu.
“Ya, nanti Ibu bantu. Tapi tidak bisa menjanjikan hasilnya ya?”
“Ya Bu. Minimal Ibu sudah mencoba,” jawabku. Aku menghentikan langkahku setelah mendengar kesanggupan Ibu. Aku berjalan menuju ke kamar.

-oo0oo-

Sore itu aku lihat bapak dan ibu sedang duduk di teras rumah, bercengkerama. Dihadapan mereka, sebuah meja kecil dengan secangkir kopi dan sepiring pisang goreng terhidang. Kami memang petani kopi dan kopi tetap menjadi minimun pokok kami sama seperti para petani padi yang tetap menjadikan padi sebagai makanan pokoknya. Bedanya kami sering mengolah dan mencampur kopi kami dengan berbagai bahan atau ramuan lainnya. Kadang kami campur dengan susu, cream, jahe dan lainnya. Jenis kopi yang kami tanam adalah Arabika. Terkenal dengan rasanya yang enak. Aku yang dari tadi melihat percakapan antara bapak dan ibu, tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk mendengarkan apa yang mereka bicarakan. Dengan mengendap-endap aku bersembunyi dibalik tembok, berusaha menyimak percakapan mereka. Dengan gesitnya ibu menyodorkan secangkir kopi hitam di hadapan bapak.
“Ini pak, kopinya, jangan sampai dingin lho,” ibu mengingatkan.
“Ya, makasih bune,” jawab bapak sambil menyeruput kopi.
Rupanya kesempatan itu dimanfaatkan dengan baik oleh ibu untuk membuka percakapan tentang masalahku.
“Pak, kenapa to Bapak tidak membolehkan Adit kuliah? Bukankah hasil panen kopi kita cukup untuk membiayai dia kuliah?” Aku mendengar ibu membuka percakapan itu dan aku senang ibu telah berusaha membelaku.
“ Ha! Gini bu, Ibu rela kalau Adit kuliah ke kota jauh dari kita? Terus di sana dia bergaul dengan orang-orang kota dan terpengaruh dengan pergaulan. Kemudian lupa dengan kuliahnya dan lupa dengan kita bu.”
“Ah, itu cuma prasangka Bapak saja. Tidak baik pak seperti itu. Ucapan itu sebuah doa lho pak,”
“Bukan begitu bu, cuma aku khawatir dengan nasib dia kalau kuliah cuma disia-siakan seperti si anu siapa itu bu?” tanya bapak.
“O, si Nawang? Ya jangan samakan anak kita dengan Nawang pak. Setiap anak mempunyai takdirnya sendiri. Kalau Bapak ragu-ragu dengan niat dan iman anak berarti kita belum maksimal mengajarkan anak kita tentang iman dan agamanya. Padahal saya yakin Bapak sudah bagus membimbing agamanya, apalagi dia sekolah di madrasah,” ibu nampaknya berjuang mati-matian. Aku hanya tersenyum mendengar bapak skakmat. Suasana hening aku tidak mendengar percakapan lagi. Apa bapak menyetujui atau bapak berusaha mencari pembelaan yang lain? Aku masih sabar menunggu percakapan selanjutnya.
“Sudahlah bu, aku belum bisa memutuskan,” pungkas bapak. Badanku terasa lemas, aku sudah tidak punya harapan lagi. Satu-satunya harapan hanya ibu dan sekarang ibu nampaknya menemui jalan buntu. Ada rasa jengkel dan tidak percaya dengan percakapan yang sia-sia tadi. Begitu susahnya meyakinkan bapak. Apakah aku pergi saja? Meninggalkan orangtua dan kakak di sini.
“Tetapi ingat pak, anak kita itu nekat lho kalau nanti dia minggat bagaimana?” ibu mengingatkan.
“Eh, iya Bapak tau,”
Bapak berdiri dan meninggalkan ibu sendirian. Ibu diam saja dan tidak berusaha mencegahnya. Akupun pergi dari tempat sembunyi. Suasana kembali hening dan nampaknya yang lain sudah menuju peraduan masing-masing. Malampun semakin larut, hanya suara jangkrik yang terdengar di daerah pegunungan ini. Daerahku dusun Kaliasat, Bondowoso, JawaTimur.
-oo0oo-
Pagi itu semua orang bersiap-siap pergi ke kebun kopi. Yang laki-laki mempersiapkan keranjang, sabit dan cangkul sementara yang perempuan mempersiapkan makanan untuk kami semua dan juga para buruh kopi. Ada lima belas buruh yang membantu kami mengolah dan memanen kopi. Tanaman kopi ini sudah berumur lima tahunan jadi saatnya untuk memanennya. Ini adalah panenan yang pertama untuk kopi Arabika kami dan kami akan memanen lagi setelah 10 atau 15 hari kemudian. Begitulah rutinitas kami para petani kopi. Monoton. Kulihat mas Rohmad sendirian menyiapkan alat-alat pertanian. Nah ini kesempatan aku mencari bantuan yang lain selain ibu.
            “Mas, boleh ngomong ga?” tanyaku sambil sesekali mata lirak lirik takut kalau tiba-tiba bapak muncul dan mengetahui rencanaku.
            “Hem, ada apa?” mas Rohmad balik bertanya.
            “Anu mas, mbok aku dibantuin ngomong sama Bapak,”
            “Ngomong apa?”
            “Ya, itu aku tuh mau kuliah dulu. Maksudku aku ingin meneruskan belajar yang lebih tinggi biar kita bisa mengelola perkebunan dengan lebih baik lagi. Tidak seperti ini. Sudah bagus sih cuma kalau kita punya ilmu yang lebih banyak tentang pekebunan kopi dan manajemen kan akan lebih bagus dan maju,” jawabku panjang lebar.
            “Ehm, ya Insha Allah nanti tak bantu. Tetapi nanti sore saja setelah semua pekerjaan kita beres. Gimana?”
            “Sip, mas. Makasih ya?”
            “Ya. Mas juga bangga kok kalau ada salah satu keluarga kita yang bisa kuliah. Bisa mengeyam pendidikan yang lebih tinggi. Apalagi itu kamu, satu-satunya adikku. Wis tak dukung, semoga besok kamu bisa mempraktekkan ilmumu di kampung kita, yang semuanya petani kopi.”
            “Iya, mas. Tumben mas ngomongnya bisa panjang lebar kali tinggi,” candaku.
            “Ah, kamu bisa saja, ” sahut mas Rahmad sambil melayangkan tinjunya.
Kulihat bapak keluar rumah membawa cangkul, akupun mulai menjauhi mas Rohmad. Aku takut bapak curiga aku mencari dukungan. Setelah semua dirasa siap kamipun berangkat menuju perkebunan kopi. Ada delapan belas orang, aku, mas Rohmad, bapak dan lima belas pekerja yang ikut membantu kami. Kami bekerja membersihkan daun-daun kering yang masih menempel di pohon. Sementara para pekerja memetik buah kopi yang sudah matang. Ada beberapa pohon yang tinggi sehingga mereka menggunakan tangga untuk memetiknya. Berhubung para pekerja sudah cukup mahir memanjat dan memanen kopi maka mereka tidak kesulitan memetiknya. Ada sekitar dua puluh lima karung berisi biji kopi matang yang kami peroleh hari itu. Semua akan dibawa pulang dahulu kemudian kami akan memilah biji kopi yang bagus dan yang kurang bagus. Biasanya untuk biji kopi yang bagus kami akan jual dan menyisakan sedikit untuk acara minum atau menjamu para tamu yang datang. Sedangkan kopi yang kurang bagus akan diolah sendiri menjadi kopi yang rasa pahitnya memiliki daya tarik tersendiri. Itupun kami lakukan dengan cara yang masih tradisional. Maklum ilmu yang kami miliki belum mampu untuk mengolah rasa kopi yang enak seperti di cafe atau restoran mahal di kota-kota besar. Tidak terasa hari semakin siang,. Matahari semakin terasa panas dan sayup-sayup terdengar suara adzan. Inilah saatnya kami istirahat terlebih dahulu.. Dari kejauhan aku melihat mbak Sri dan istri mas Rohmad  naik sepeda motor membawa rangsum, makan siang kami.
            “Ayo semuanya makan dulu, mumpung masih hangat,” ajak mbak Sri.
Tanpa dikomando dua kali semua pekerja menghentikan pekerjaannya dan merapat menuju tempat makanan dihidangkan. Bapak, mas Rohmad dan akupun tak ketinggalan. Menu siang itu adalah nasi bungkus dengan lauk telur goreng dan tempe goreng. Lumayan untuk mengganjal perut yang sudah keroncongan dari tadi. Kami makan dengan lahap. Sementara mbak Sri dan istri mas Rohmad meninggalkan kami dan menuju ke perkebunan kopi untuk melihat hasil panen hari itu. Setelah beristirahat kurang lebih satu jam kamipun bubar menuju ke tempat semula, melanjutkan pekerjaan kami. Tak lupa menyalakan rokok kami masing-masing. Ada beberapa pekerja yang mulai kepanasan dan mereka melepas baju.
            “ Mad, suruh mereka menaikkan karung-karung itu ke atas truk, terus kita pulang,” pinta bapak.
            “Ya pak,”
            Kemudian mas Rohmad menyuruh semua pekerja untuk memasukkan semua karung biji kopi ke bak truk. Tak berapa lama semua karung sudah di atas bak truk. Seperti biasanya aku diminta untuk menjadi sopir truk sementara mas Rohmad dan bapak berboncengan naik sepeda motor. Sedangkan para pekerja  ada yang membawa sepeda motor sendiri dan ada yang ikut naik di truk. Hari itu panen kopi sangat memuaskan karena kemarau cukup panjang sehingga biji kopi bisa kering dengan maksimal. Setelah setengah jam perjalanan, akhirnya kamipun sampai di rumah. Dengan sigap para pekerja menurunkan karung-karung biji kopi dan memasukkan ke gudang penyimpanan. Kemudian di hari berikutnya kami akan memilah-milah biji kopi tersebut. Bapak dan mas Rohmad tiba terlebih dahulu. Mereka tanpa mengenal lelah melanjutkan pekerjaannya membereskan barang-barang yang kami bawa tadi. Begitulah kegiatan kami setiap tahun. Monoton tidak ada kemajuan, tidak ada yang bisa kami lakukan lebih baik lagi. Namun dalam hatiku jika aku bisa kuliah dan mempunyai pengetahuan lebih soal pengolahan dan pengelolaan hasil kopi tentu keluargaku tidak akan terlalu repot seperti ini. Kami belum bisa mengolah kopi dengan baik sehingga kadang harga kopi di tingkat petani sangat murah padahal ketika sudah sampai pabrik harga kopi bisa sangat mahal. Itu yang perlu aku ubah dan perjuangkan sehingga para petani kopi di desaku dapat hidup lebih sejahtera.
-oo0oo-
Sore itu, saat yang aku tunggu-tunggu. Menunggu mas Rohmad bilang kepada bapak tentang niatku pergi kuliah. Sebetulnya bagiku kuliah itu hal yang sangat biasa tetapi kenapa bapak demikian khawatirnya. Apalagi khawatir mengenai pergaulan para mahasiswa sekarang ini. Ah, aku tidak mengerti pemikiran bapak. Bapak seperti biasa duduk di beranda rumah dan seperti biasa juga bersama ibu. Tidak ada yang beda khas suasana orang desa, orang kampung. Di meja juga masih sama ada secangkir kopi hitam dan sepiring tempe goreng. Jenis makanan gorengan inilah yang sering gonta-ganti karena ibu memang wanita yang pandai memasak. Sosok wanita idaman. Kelemahan seorang laki-laki adalah di perutnya, jika perutnya sudah terpuaskan maka dia tidak akan selingkuh. Apa bener ya? Ga taulah aku. Aku masih sekolah tidak memikirkan tentang rumah tangga dulu. Besok kalau aku sudah diwisuda maka aku akan menikahi seorang wanita yang pandai memasak. Ah, itu juga masih lama.
“Pak?” aku mendatangi bapak di teras.
“ Hem,” bapak hanya mendehem.
“ Pak, boleh ya pak Adit kuliah? Adit akan sungguh-sungguh belajar dan nanti kalau sudah diwisuda Adit akan pulang dan membantu Bapak, Ibu, Mbak Sri dan Mas Rohmad.”
“Berapa kali, Bapak bilang? Tidak boleh,” nada bapak meninggi. Ada perubahan raut mukanya.
“Kenapa Bapak tidak membolehkan? Bukankah belajar itu hal yang baik? Bukankah Bapak nanti ikut bangga jika aku berhasil menjadi sarjana.”
“Halah, apa itu? Apa tidak cukup kaya kamu dengan kebun kopi yang luas dan hasil panen yang melimpah? Kurang cukup apa? Bapak rasa itu cukup menghidupi kalian semua selama berpuluh-puluh tahun. Tidak perlu ke kuliah. Nanti yang membantu Bapak siapa?”
“Yang membantu Bapak saya pak, istri saya dan mbak Sri pak,” mas Rohmad menyela percakapan kami. Ini yang kuharapkan bantuan datang.
“Dit, nih tiru kakakmu dia nrimo menggarap kebun kopi dan tidak ingin kuliah yang jauh-jauh ke kota dan hasilnya tidak ada. Hanya menghambur-hamburkan uang saja.”
“Maaf, pak sebetulnya aku juga ingin kuliah Pak. Tetapi melihat Bapak dulu bersikeras melarang aku kuliah maka kuurungkan niatku Pak,” mas Rohmad memberanikan menjawab. Bapak terdiam, tidak berkata apa-apa.
“Sudahlah Pak, biarkan Adit kuliah lagi. Setiap orang mempunyai nasibnya sendiri. Siapa tahu dengan Adit kuliah lagi dia mempunyai ilmu yang cukup untuk mengembangkan perkebunan kita. Toh Adit kuliahnya di jurusan pertanian pak,” ibu ikut meyakinkan. Bapak nampak termenung dan tetap bungkam. Bapak menghela nafas panjang.
“Baiklah. Bapak setuju.” Nyes. Serasa hatiku diredam air es. Setengah tak percaya bahwa bapak akhirnya menyetujui keputusanku. Ini baru pertama kali dalam hidupku bapak mau mengikuti keinginan anak-anaknya. Biasanya bapak kalau sudah berkehendak tidak ada seorangpun yang dapat menghentikan atau merubahnya termasuk ibu. Bapak mempunyai hati yang keras. Namun hari ini hati itu akhirnya bisa ditaklukkan. Hari ini hati itu tidak sekeras baja lagi.
“Tetapi Bapak berpesan. Kamu harus belajar sungguh-sungguh, jangan main-main. Jangan buat Bapak kecewa. Setiap libur kuliah kamu harus pulang dan membantu kakak-kakakmu di sini. Selesaikan kuliahmu dengan cepat dan kembali ke kampung segera,” bapak memperingatkan. Aku hanya mengangguk-anggukkan kepala. Dalam hatiku syarat apapun yang bapak pinta pasti akan aku turuti sebab bagaimanapun ini kesempatan langka yang terjadi dalam keluargaku. Apalagi di desaku juga baru satu orang yang pergi ke kota untuk kuliah, ya mas Nawang. Namun memang mas Nawang tidak serius dengan kuliahnya sehingga hampir tujuh tahun lebih dia tidak lulus. Selama itu juga dia masih mondar-mandir pulang ke kampung.
“Baik, pak. Mohon doa restunya,” pintaku sambil mencium tangan bapak. Kemudian mendekati ibu dan mencium tangan ibu. Ibu nampak terharu dan matanya berkaca-kaca melihatku. Ibu mengusap kepalaku dan menciumnya. Aku sangat bahagia dan tak lupa aku juga menjabat erat tangan mas Rohmad, berkat mas Rohmadlah hati bapak bisa luluh dan mengijinkanku kuliah ke kota. Sore itu langit terasa begitu cerah seakan-akan mewakili hatiku yang berbunga-bunga menemukan kembali semangatku. Tak terasa aku merasa sangat haus. Tanpa memohon mas Rohmad aku ambil gelas kopinya dan sruffff..rasa pahit kopi tak terasa bahkan bagiku itulah kopi termanis yang pernah kuminum.
-oo0oo-
Serayu, 13 Agustus 2016