Jumat, 05 Januari 2018

LOLOS CIPTA PUISI SE-ASEAN #2

   
    Enggak nyangka saja, bisa lolos di lingkup yang lebih luas. Walaupun untuk lomba cipta puisi ini juga sering ikut sih. Modelnya sih kirim, lupakan. Sebab terlalu banyak lomba yang aku ikuti. Malah lomba yang ini pun, tingkat Asean ini aku lupa pernah kirim. Untung ada seorang teman yang ikut lomba, melihat namaku ada diantara 100 peserta yang lolos. Namun sayang temanku itu tidak lolos. Kasihan sih. 

     "Pak, selamat ya. Puisi njenengan lolos." Begitu katanya.
     "Oiya, Pak. Aku wis lali pernah kirim ini. Makasih infonya," jawabku.
     "Sayangnya, puisiku tidak lolos," katanya lagi.
     "Ya, besok dicoba lagi, Pak," ucapku sok bijaksana. 

    Bagiku lolos itu sudah suatu anugerah sih, minimal motivasi menulis on terus. Sebab apa? Sebab selalu ada hasil, selalu ada kebaikan dan selalu ada pengumuman. Apalagi ini yang mengadakan IAIN Purwokerta, sebuah universitas di Jawa Tengah. Tersebab universitas tentu seleksinya tidak main-main. Apalagi saat aku melihat para dewan juri, beuh banyak banget. Malah ada yang berasal dari Thailand. Mau tahu puisiku seperti apa? Entar deh diakhir tulisan ini.

    Kalau kau anggap puisiku biasa saja, ya sudah berarti dewan juri pada khilaf waktu menilai puisiku. :D Namun yang aku suka dari lomba ini adalah setiap peserta hanya boleh mengirimkan satu karya. Apa artinya? Artinya peserta itu dibatasi, tidak boleh ngirim banyak. Jadi puisi yang terbaiklah yang akan dikirim para peserta. Tidak semua puisi dikirimkan. Kalau seperti itu bisa jadi satu peserta mengirim 5 (lima) bahkan lebih puisi. Denger-denger yang mengirimkan ke panitia itu ribuan. Wow kan? Jadi kalau puisimu lolos, tentu ikut yang terbaik bukan? Iya, aja deh.
    
   Sebenarnya aku mempunyai banyak puisi, lebih dari 70 puisi. Kemaren rencana mau kukumpulkan. Kemudian aku kirimkan ke penerbit, ya penerbit Indie tentu saja. Kalau ke penerbit mayor, apalah aku ini dibidang puisi, belum kelasnya WS Rendra, Taufik Ismail dan penyair lain sekaliber mereka. Namun ada keinginan ke sana. Menjadi penyair handal dan diperhitungkan. Jiah. Oiya, hampir lupa. Lomba ini tidak dipungut apa-apa, alias gratis. Dan itu sangat aku favoritkan kalau ada lomba kok gratis. Kalau gratis artinya panitia sudah mempunyai stock dana dan hadiah yang cukup. Tidak perlu mencari sponsor atau menarik uang pendaftaran ke peserta.
    
    Namun sayangnya, lomba ini tidak langsung diumumkan juara 1, 2, dan 3 nya. Kita ada undangan ke IAIN Purwokerto untuk mengikuti seremonial dan launching buku tersebut. Bagus sih, namun kok jauh ya? Iya kalau menang dapat sangu pulang, kalau enggak? Eh, menang dan kalah nomor sekian ding. Lupa. Yang jelas tidak punya waktu untuk ke sana, kan jauh. Butuh empat jam perjalanan dari rumah ke tempat lomba. Akhir kata, apa pun dan siapa pun yang menang, semoga memang layak dan pantas untuk menjadi juara. Terimakasih telah meloloskan aku. 
    Betewe ini puisiku ya? 
MASA DEPAN KITA

Ayo berkumpul, berbaris dan berlapis
Mari merapat dan melompat menggapai derajat
Bersama mengurai masalah
Bersama menjawab gelisah

            Hai, kreator masa depan
            Ayo ciptakan Indonesai yang nyaman
            Setiap jiwa makin berkecukupan
            Setiap anak dapat mencercah pendidikan

Indonesia hanya butuh jiwa
Sebab orang pandai sudah berjuta-juta
Indonesia hanya butuh seni
Sehingga Indonesia indah berseri
Denganmu dahagaku sirna
Bersamamu terjawab semua tanyaku

   Bagus kan? Iya kan? Kan? Anggap saja iya. Buatlah hati ini bangga dan berseri-seri dengan menjawab iya bagus. #Maksa
    

Kamis, 04 Januari 2018

TANTANGAN PENULIS (1)

    Tantangan penulis sebenarnya banyak . Namun sekarang yang mau kita bicarakan adalah tantangan pertama tentang keluarga. Banyak penulis yang mengeluh tidak bisa menulis, tidak bisa ikut forum menulis dan tidak bisa workshop menulis gara-gara keluarga. Selalu beralasan, anaknya banyak, anaknya sering mengganggu dan tidak ada yang momong. Okelah, fix itu untuk ibu-ibu kan? Bahkan ada yang bilang jangan kan nulis, untuk buka WA saja tidak sempat. Duh.
    Kalau seperti itu serasa bahwa hidupnya habis untu ngurusi keluarga. Apa benar segawat itu? Apa iya tidak mempunyai waktu? Baiklah kita tidak perlu berdebat tentang itu. Aku mau mengisahkan tentang teman penulis. Dia seorang ibu, mempunyai anak dan suami, anaknya dua masih kecil-kecil, guru juga, apalagi ya? Oiya, dia membuka kelas menulis. Tuh, kurang sibu apa dia? Namun dia bisa membagi waktu. Bahkan dia produktif dalam menulis. Buku-bukunya hampir tiap bulan terbit. Malah naskah ada yang ngantri di penerbit. Hm, masih jadi masalah tentang keluarga.
    Tetapi mungkin keluarganya mendukung? Iya sih, keluarganya mendukung. Dan aku yakin tanpa dukungan keluarga atau pasangan kita sulit untuk melakukan itu. Sekarang aku mau tanya, sebagai pasangan, yang saling mencintai, apa iya bila salah satu pasangan mempunyai hobby atau kesenangan, pasangan lainnya tidak mendukung? Lalu kadar cinta itu sampai mana? Bukankah orang yang saling mencintai, menyayangi itu menerima dalam keadaan suka dan duka? Di saat pasangan kita menyukai sesuatu, harusnya idealnya pasangannya mendukung. 
     Mendukung itu tidak harus memberi uang, fasilitas atau apa. Cukup mendukung itu membiarkan, tidak menganggu. Kalau level di atasnya, mendukung itu mengantar ke tempat tujuan, tempat yang disukai pasangan kita. Itu mendukung. Tinggal komunikasi saja sih antara pasangan satu dengan yang lainnya. Kalau Anda seorang wanita dan suami Anda gemar memancing atau main sepakbola maka biarkan dia menekuni kegemaran tersebut. Kalau tidak bisa dan tidak suka dengan dua kegiatan tersebut, ya sudah biarkan saja. Tidak perlu dihalang-halangi. Yang penting tugas atau kewajiban seorang suami tidak ditinggalkan. Begitu pun sebaliknya.
     Perempuan boleh berkarier, perempuan boleh berkembang di luar tapi tetap kodrat wanita, tugas wanita tidak boleh diabaikan. Jadi kalau Anda wanita dan suka menulis, plis komunikasikan dengan suami. Apa agenda Anda, apa acara Anda dan apa yang akan Anda lakukan. Bila semua dikomunikasikan Insha Allah bisa berjalan dengan baik dan harmonis. Lalu bagaimana dengan anak? Apakah anak menjadi penghalang? Bila anak masih kecil, maka Anda harus mengalah dan berjuang. Menulislah di kala anak Anda sudah tidur. Apa itu bisa? Bisa banget. Tinggal tanya diri Anda sekuat apa semangat Anda. Sebab banyak orang yang KO oleh rasa kantuk, rasa capek dan rasa malas. Sehingga ya sudah di saat anak Anda tidur, Anda ikut tidur. Menulisnya kapan? Ya, kapan-kapan.
    Berbeda lagi dengan contoh berikut. Seorang ibu-ibu, dia bekerja, guru juga, mempunyai anak dan suami tetap semangatnya luar biasa. Di saat ada workshop penulisan dia selalu ikut. Biar di kata jaraknya jauh dia tempuh. Di kata alamatnya tidak jelas, dia tanya. Pokoknya dia mempunyai semangat yang membara. Dan jarak atau lokasi tidak masalah, toh sudah ada google map kan? Lagian bisa juga minta alamat kepada penyelenggara, terus cari sendiri dan tanya kanan kiri. Ah, kalau niat, nekad dan semangat pasti dapat.
    Ibu itu mempunyai anak yang masih kecil. Itu pun tidak menjadi penghalang bagi dirinya. Malah anaknya diajaknya dalam komunitas itu. Diajaknya anak tersebut dalam workshop tersebut. Jadi di saat dia upgrade tentang ilmu penulisan, dia sekalian momong anak. Hebat bukan? Di saat orang lain beralasan mempunyai anak kecil, dia sudah memecahkan masalahnya. Anak bukan penghalang. Itu malah menjadi tantangan sebesar apa niat untuk mampu menulis. Dan aku salut dengan orang-orang seperti itu.
    Mungkin saja ilmu yang diserap ibu itu tidak banyak, sebab dia membawa anak. Tetapi sedikit apa pun masih lumayan daripada di rumah. Di rumah kita tidak bisa berkembang, apalagi dalam dunia tulis menulis. Kita butuh orang lain untuk berkembang. Entah itu informasi dari teman tentang penulisan, informasi tentang penerbit dan juga informasi tentang penawaran naskah. Yang jelas tidak ada ruginya kalau berkumpul dengan orang-orang yang sehobi. Kalau suami minta pergi ke mana? Ajak saja suami dalam acara tersebut. Siapa tahu dia suka.
     Aku pernah bertanya kepada ibu itu, "Bu, suami tidak marah ibu ikut acara seperti ini?"
     Kemudian dia menjawab, "Tidak Pak. Suamiku marah kalau aku lupa pekerjaan rumah. Saat pekerjaan sebagai istri dilaksanakan, apa pun kegiatanku dia mendukung."
     Mantap. Begitulah sebuah pasangan saling take and give, saling memberi dan menerima. Saling mendukung, wong namanya cinta itu ya mencintai juga apa yang dicintai pasangan kita. Jangan malah marah-marah tidak jelas. 
    Kalau tidak suka ya sudah, yang penting jangan dihalang-halangi. Toh, tidak ada ruginya kan mengikuti acara-acara seperti itu? Menurutuku itu tantangan seorang penulis; mengatasi masalah yang paling dekat. Anak-anak dan pasangan hidupnya. Kalau kedua komponen itu tidak masalah, kok Anda belum menulis, maka yang menjadi masalah adalah Anda. Anda tidak mempunyai keinginan menjadi penulis. Anda malas dan Anda tidak mau berkembang. Itu masalah besar.

Rabu, 03 Januari 2018

MENULIS BUKU ANAK (1)

   
   Menulis buku bukan barang baru bagiku. #Halah. Eh, maksudnya menulis buku dewasa, semacam artikel atau cerita pendek gitu. Namun menulis buku anak ini beda. Sangat jauh beda. Dan aku beruntung pernah tercemplung dalam dunia anak, eh menulis buku anak. 
     Awal menulis buku anak bermula dari adanya lowongan partner menulis dari penulis buku anak. Dia, sebut saja Mas Redy Kuswanto (nama sebenarnya) mencari partner buku anak. Berhubung aku tuh orang yang gemar mencari lomba. Aku menyebut diriku itu Championship Hunter (pemburu kejuaraan). Di mana ada perlombaan, di situlah ada aku. Ya, minimal kalau aku mampu aku berusaha untuk ikut. Kalau tidak mampu biasanya aku akan up grade dengan mbah gugel atau tanya beberapa ahli. Atau orang yang pernah ikut lomba tersebut.
     Ya, pokoknya hampir setiap lomba aku ikut. Bahkan di kalender rumah, banyak corat-coretannya. Itu tandanya deadline suatu lomba. Dengan menuliskan, aku akan selalu lihat dan selalu ingat. Maka bila waktu mengizinkan dan sempat, pasti aku ikut. Jadi bukan suka atau tidak suka, selama itu mampu waktu, aku pasti ikut. Bagaimana kalau tidak mampu dengan jenis lombanya? Aku akan belajar dan mencaritahu. 
      Sebagai contoh, aku pernah ikut lomba membuat naskah skenario film pendek remaja. Dan tanpa banyak belajar dari orang, serius waktu itu aku belajar hanya dari gugel. Aku dapat lolos dan menjadi finalis di sana. Aku diundang ke Bali selama 5 (lima) hari dan mendapat satu laptop. Itu artinya kemampuan itu bisa kita gali. Dan yang lebih penting lagi kita berani mencoba. Soal menang kalah, lolos tidak itu, urusan nanti. Begitu pun untuk lomba-lomba yang lain.
      Aku juga pernah ikut lomba menulis lagu anak. Yah, namanya iseng-iseng berhadiah. Apa salahnya kalau dicoba. Enggak salah sih. Karena enggak salah maka aku coba. Syair sudah ditulis. Ritme atau irama lagu sudah dapat, tinggal not balok. Waktu itu aku tidak bisa membuat not balok. Akhirnya meminta pertolongan teman yang bisa menulis not balok. Akhirnya bisa jadi juga not balok tersebut. Tetapi masih ada kendala lagi, bagaimana dengan rekaman lagu tersebut.
         Bukankah tidak mungkin aku serahkan rekaman lagu dengan musik ala kadarnya. Aku memang bisa bermain gitar namun tidak secanggih Dewa Bujana atau AXL Rose. :D Aku bisa main gitarnya ya masih standar saja sih. Oleh karena itu, agar rekaman lagu itu terdengar merdu maka carilah aku, teman yang bisa main alat musik. Dapatlah seorang teman yang bisa memainkan keyboard, tepatnya organ tunggal. Maka aku minta tolong dia, untuk merekamkan lagu instrumentalia laguku tersebut. Tentu saja setelah kukirimkan not balok.
       Dan apa yang terjadi? Laguku tidak lolos dalam lomba tersebut. Padahal aku sudah berjuang mati-matian dan mengerahkan seluruh energi dan kemampuan. Tetapi memang mungkin bukan rezekiku. Akhirnya aku terima kekalahanku tersebut. Kemudian menjalani hidup seperti biasa. Aku sudah biasa tertolak, tidak lolos dan tidak menang, jadi kalau cuma tidak lolos itu sudah khatam. No galau no risau. Kalah coba lagi, tidak menang, ikut lagi.
       Berbeda dengan dua kisahku di atas, dalam seleksi menulis buku anak, aku lolos. Mas Redy mengumumkan aku sebagai yang terpilih. Betapa bahagia hatiku. Belajar dari pakar anak, eh pakar cerita anak. Ibaratnya aku yang masih newbie di penulisan cerita anak, langsung dapat mastah yang kelibernya nasional. Duh, berat. Namun aku harus berusaha keras. Setelah pengumuman tersebut, aku diajak pertemuan. Kalau tidak salah ingat dua atau tiga untuk membahas konsep buku.
       Kebetulan buku yang mau ditulis lebih komplek. Jadi ceritanya dalam satu judul besar menjadi tiga cerita. Wow. Misalnya nih cerita tentang burung, maka akan dibuat tiga versi. Versi pertama, cerita unik dari burung itu. Fakta unik dari burung itu. Versi kedua tentang burung di zaman nabi. Dan versi ketiga cerita rekaan atau imajinasi tentang burung tersebut. Aku harus membuat dua cerita tersebut, fakta unik binatang dan binatang di zaman nabi. Luar biasa.
      Sebagai pendatang baru aku harus bisa mengimbangi Mas Redy, minimal mengimbangi kecepatan menulis. Kalau soal benar salah, masuk akal atau tidak nanti akan dibetulkan beliau. Ibaratnya aku ini seorang pengrajin kayu. Aku memotong dan membentuk. Kemudian Mas Redy memperhalus dan memberi pernis kemudian dicat. Beliaulah yang membuat cerita itu menjaid asik dan menarik bagi anak-anak. Sementara aku masih belajar lagi tentang dunia tulis menulis buku anak.
         Beruntungnya aku mempunyai anak-anak yang masih kecil. Kadang aku bertanya kepada anakku yang palng besar. Dialah editor pertamaku. Setelah aku selesai menulis, aku biasanya memberikan naskah tersebut kepadanya. Dia biasanya membaca dan memberi komentar. Itu sangat menguntungkan bagiku. Bukankah bukuku nanti dibaca oleh anak-anak juga. Jadi tidak ada salahnya kalau anakku menjadi editor pertamaku. Ya, walaupun kadang mereka minta bayaran. Tidak apa-apa. Toh aku bilang kalau aku memberi bayaran saat naskah itu menjadi buku. Kemudian mendapat royalti. Lagian murah membayar dia, hanya lima ribu rupian per cerita.
       Begitulah lika-likuku menjadi penulis buku anak. Mungkin hanya sekelumit dan semoga bermanfaat bagi pembaca. Khususnya bagi diriku sendiri dulu sih. Yang jelas mulai saat ini aku lebih care dengan buku-buku anak, dunia anak-anak dan anakku. Hal yang paling menarik menulis buku anak adalah aku dan anakku bisa berkolaborasi membaca dan diskusi tentang cerita anak. Bukankah cerita anak bisa menyatukan duniaku dengan dunia anak? Nahm disitulah aku feel home.

Jumat, 15 September 2017

KONTEKSTUAL DAN MASUK AKAL

Jangan tanya tentang definisi di atas sebab arti kontekstual itu cakupannya sangat luas. Luas banget malah. Saking luasnya penafsirannya pun beragam. Nah, untuk penafsiran yang bebas tersebut, sekolah kami menafsirkan pembelajaran kontekstual itu dengan study tour. Dengan kata lain, piknik.
Untuk istilah piknik sendiri jarang kami gunakan karena kesannya gimana gitu. Kayak orang dolan-dolan dan tidak jelas juntrungannya. Kesan yang didapat hanya suka-suka dan hura-hura. Itu kalau menggunakan istilah piknik. Berbeda dengan study tour maka persepsi yang timbul adalah tour atau perjalanan yang mendqtangkan pengetahuan atau setidaknya kita bisa belajar di obyek-obyek wisata tersebut. Hm, apa yang bisa dipelajari dari obyek tersebut? Oh, banyak dong.
Kalau obyeknya ke Bali maka kita belajar tentang kearifan lokal dan kesenian. Kurang masuk akal? Okelah, kita akan mampir dahulu ke pacitan atau daerah Jawa Timur. Kemudian mampir ke museum-museum yang ada di sekitar tempat tersebut Di situlah anak-anak bisa belajar tentang benda-benda prasejarah. Kan itu tercantum dalam pembelajaran IPS, khususnya materi sejarah. Kalaupun tidak, minimal anak-anak belajar tentang masa lalu. Tidak selamanya kan masa lalu harus ditinggalkan dan dilupakan. Ada kalanya kita perlu kenang dan mengambil ibrah, mengambil pelajaran. Ya, pelajaran dari masa lalu. Pelajaran yang menyenangkan atau pelajaran yang menyakitkan. Pelajaran hati saat ditinggalkan, dicampakkan dan diduakan. Eh, ini bahas apa ya? 
Ah, pokoknya apapun yang terjadi di dunia dapat kita jadikan pelajaran, sekecil apapun peristiwa itu, pasti ada hikmah. Pasti ada pesan dan kesan. Namun untuk mendapatkan pesan dan kesan yang baik maka kegiatana pembelajaran kontekstual perlu dikoordinir dan dikelola dengan baik. Seperti kegiataan pagi ini kita rapat koordinasi kegiatan piknik, eh kegiatan pembelajaran kontekstual.