Jumat, 26 Januari 2018

NGERINYA UJIAN NASIONAL TAHUN 2018

  Untuk mengantisipasi jeleknya nilai Ujian Nasional, menyebabkan banyak orang kalang kabut. Jangan kan guru, pemerintah saja sampai kalang kabut. Bahkan selalu berlomba antar daerah. Pemerintah pusat pun tak mau kalah, selalu menaikkan grade dan nilai minimal siswa. Itu pemerintah pusat, bagaimana dengan pemerintah daerah?

     Tetap saja pemerintah daerah saling berlomba. Lomba ini bukan hanya antar provinsi namun juga antar kabupaten.  Seperti yang terjadi di Provinsi Yogyakarta. Di provinsi ini pun saling berlomba antar kabupaten. Tidak kalah juga kotamadya tertantang untuk ikut berlomba. Jadinya berlomba antara 4 kabupaten dan 1 kotamadya. Siapa yang terbaik di tahun ini. Tidak ada yang mau mengalah semua ingin nomor satu. 

    Begitulah yang kami lakukan siang itu, Kamis 25 Januari 2018. Kami juga melakukan persiapan untuk menghadapi Ujian Nasional. Layaknya perang dan menghadapi sebuah monster maka perlu persiapan maksimal. Dari membedah kisi-kisi Ujian Nasional dan mengimbaskan kepada semua guru di kabupaten Bantul. Minimal mereka bisa memahami tentang bentuk soal Ujian Nasional tahun 2018 ini. Kalau ditanya maksimal maka harapannya mereka bisa membuat soal yang mirip dengan Ujian Nasional.

    Apakah bisa Tentu harus bisa dong, apalagi bagi guru kelas 9 wajib bisa membuat soal yang mirip dengan Ujian Nasional. Agar apa? Agar ternyata sulit membuat soal itu. Ternyata susah juga untuk menjawabnya. Dan begitulah yang dirasakan oleh para siswa kita, ngeri dengan Ujian Nasional. Namun mau bagaimana lagi ini hanya proses untuk berkembang, proses untuk maju dan proses untuk dapat diukur secara nasional.


Rabu, 24 Januari 2018

Sepatu Baru Untuk Guru

   
      Senang aja rasanya ada seorang pimpinan yang peduli dengan bawahannya. Ceritanya gini, dia sebut saja bu kepala sekolah membelikan sepasang sepatu kepada semua guru. Ya, semua guru. Tanpa kecuali. Entah uang darimana. Namun aku tidak layak bersuudzon sih. Terima aja dan nikmati saja. Tidak perlu protes. Walaupun ada juga sih teman yang protes katanya sepatunya kegedean.

     Padahal sekolah sudah mengundang si pembuat sepatu. Itu artinya sudah diukur sesuai dengan ukuran kakinya. Lah, kalau akhirnya berbeda dengan ukuran kaki lalu yang salah siapa? Apakah pembuat sepatu? Tentu tidak bukan? Yang salah ya bu kepala sekolah :D Kenapa mengasih sepatu. Kalau tidak dikasih tentu tidak ada yang protes. Kalau tidak dikasih tentu akan membeli sendiri. Pada akhirnya kalau mau protes ya protes pada dirinya sendiri. Wong yang membelikan dirinya sendiri.

      Ada juga yang lebih aneh. Dia minta uangnya saja, terus mau membeli sendiri. Tidak mengikuti prosedur yang dilakukan di sekolah. Kalau di sekolah kan mengundang pembuat sepatu, lalu kita antri untuk ukur sepatu. Kemudian kita menunggu sepatu jadi. Begitu semuanya kecuali si ibu itu. Masak mau minta uangnya saja. Katanya mau membeli sesuai selera sendiri. Katanya kalau dibuatkan nanti takut tidak cocok dan terasa sakit di kaki. Ah, ada-ada saja.

      Iya kalau dibelikan sepatu. Kalau nanti malah dibelikan yang lain? Jilbab mungkin, baju atau malah lauk pauk? :D  Negatif thinking banget nih. Habis enggak masuk akal saja. Kalau dikasih itu ya diterima saja dan dinikmati saja. Tidak perlu mengharapkan yang lain. Wong ini aja gratis. Gratis gitu loh. Malu kan masih menawar.

       Dan ingat mungkin tidak semua sekolah melakukan hal ini. Tidak semua sekolah memberikan sepasang sepatu kepada gurunya. Tepatnya tidak semua kepala sekolah berpikiran dan memikirkan para gurunya. Jadi ini luar biasa saja, memiliki seorang kepala sekolah yang perhatian. Jadi tambah semangat untuk bekerja kalau seperti ini. 

       Padahal lho ya, sebelum memberikan sepatu ini bu kepala pernah memberi tas punggung. Tas itu juga dibuat seragam. Semua guru mempunyai dengan tentu saja logo SMP kita. Itu diberikan setahun yang lalu kalau tidak salah. Pokoknya berlum lama sebab masih bisa dipakai dan layak nih jadi belum lama kan kan? Iya aja ya?

Kamis, 11 Januari 2018

SABU-SABU RESOLUSIKU

Jangan berpikiran negatif dahulu. Sabu-sabu yang kumaksud adalah satu bulan satu buku. Ya, aku menargetkan diri dalam satu bulan bisa menulis satu buku. Berat ya? Jelas. Tetapi kalau tidak berat namanya bukan target, namanya bukan resolusi. Menurutku ya kalau mau berkembang kita harus memaksa diri. Memaksimalkan diri. Mengeluarkan kemampuan kita yang tersembunyi. Jangan manja dan banyak alasan. Lalu bagaimana caranya mengeluarkan kemampuan yang tersembunyi? Menurutku ya, salah satunya mem-puss diri kita. Sejauh mana kita mampu. Seberapa besar tekad kita. Dan seberapa besar kompetensi kita. Begitulah aku.

Pernah membaca buku The Power Of Kepepet? Dalam buku tersebut disebutkan bahwa kekuatan kita akan muncul dan maksimal saat kita kepepet, saat kita terdesak. Nah, pas kita terdesak maka alam bawah sadar kita akan memerintah untuk menyelesaikan. Alam bawah sadar memerintah otak dan otak menyuruh seluruh anggota tubuh bergerak. Kemudian berkreasi dan berkarya. Mungkin saat kita menulis, keringat dingin keluar. Mungkin hati kita berdebar-debar kencang. Degup jantung berdetak semakin cepat. Namun itulah saat kemampuan keluar. Dan akhirnya jadi juga karya kita.

Hal ini tidak hanya dialami satu dua orang saja. Namun banyak orang melakukannya. Saat mereka mengikuti sebuah lomba atau kompetisi, mereka mengirim belakangan. Para peserta lomba biasanya mengirim pada saat-saat terakhir (deadline). Tidak salahnya dengan hal tersebut. Memang gaya mereka seperti itu, bisa berkarya di detik-detik terakhir. Dan hasilnya, tidak kalah dengan peserta yang lain. Itulah kehebatan kekuatan kepepet. Saat mereka kepepet, mereka benar-benar bisa mendorong diri secara maksimal. Serasa ada kekuatan dasyat yang membantu deadliner tersebut.

Kembali ke resolusiku, aku juga ingin memaksa diri menulis buku. Dengan target sebulan menulis satu buku, Insha Allah bisa terlaksana. Minimal sejak awal tahun ini, sudah pasang target tersebut. Aku yakin dan percaya mampu mewujudkan hal tersebut. Kuncinya hanya satu, rajin menulis. Menulis setiap hari, di kala senggang dan sempit. Selalu sempatkan diri menulis beberapa lembar setiap lembar. Aku bisa memanfaatkan fasilitas yang ada. Bisa menulis melalui buku, laptop atau HP. Semua fasilitas tersebut bisa kita gunakan kapan pun dan di mana pun.

Apalagi gadget seperti HP atau Ipad, wah itu teknologi yang sangat membantu. Kita bisa menulis di Ipad atau HP kita jika tidak sempat. Waktu yang sempit dan repot, bisa kita akali dengan menulis menggunakan HP kita. Memang sih tidak bisa menulis berpanjang-panjang. Sebab kalau panjang, mungkin tangan kita akan capek dan loading lama. Maka kita bisa mengakali dengan menulis yang pendek-pendek atau sekadar outline saja. Dengan begitu, saat di rumah dan bisa menggunakan laptop kita bisa tuangkan di situ. Kita bisa tambah dan kembangkan outline tersebut.

Itulah cara kita memaksimalkan gadget yang kita miliki. Jadi gadget jangan hanya digunakan sebagai gaya-gayaan atau life style. Gadget itu ya kalau bisa mendukung aktivitas kita atau mendukung kerjaan kita. Sukur-sukur menjadi alat utama dalam menjalankan tugas kita. Salah satunya ya untuk menulis tersebut. Sehingga di samping sebagai alat komunikasi, gadget bisa menjadi alat menulis. Alat tulis yang fleksibel dibawa ke mana saja. Tidak terbatas dan tidak ribet. Jelas berbeda dengan laptop atau buku tulis. Gadget lebih multi tasking. Gadget bisa lebih banyak pilihan dalam penggunaannya.

Aku pun begitu memanfaatkan HP untuk menulis. Apa yang tebersit dalam pikiran langsung kutulis lewat HP. Beberapa karya tulis kuposting di media sosial. Kadang di Instagram dan kadang di Facebook. Kedua media sosial itulah sebagai sarana aku menyimpan ide-ide yang melintas. Lintasan ide dan gagasan harus segera ditulis sebab bila tertunda maka ide bisa berkurang atau lenyap. Beberapa kali aku membiarkan ide terlintas dan saat mau ditulis ternyata sudah banyak berubah. Awalnya ide itu mengalir dan tampak bagus. Namun saat tertunda dan ditulis lagi menjadi hambar dan ada yang terlupa. Makanya sekarang setiap ada ide muncul, langsung aku tulis.

Dan bila postingan-postingan yang ada media sosial itu aku kumpulkan dan kembangan, pasti akan menjadi buku. Ide yang masih fresh dan sesuai dengan keadaan pada saat itu, sungguh sangat mengasikkan. Setelah dapat banyak postingan yang sejenis dan banyak, aku tinggal mengumpulkan. Kemudian aku tinggal menambah bagian awal sebuah buku (cover, kata pengantar, daftar isi) dan daftar pustaka. Setelah itu, aku bisa menerbitkan naskah tersebut. Tidak peduli, apakah diterbitkan di penerbit mayor atau penerbit indie. Yang jelas naskah tersebut bisa dibukukan.

Entah itu buku solo, buku duet atau buku antologi. Pokoknya satu buku setiap bulan. Aku percaya kalau aku niat dan berusaha pasti bisa. Perhitungan sederhanaku dalam sebulan ada 30 hari. Kalau kita menulis setiap hari 5 lembar maka akan dapat 150 lembar. Jumlah 150 lembar cukup untuk dibuat sebuah buku yang agak tebal. Kalau misalnya tidak bisa menulis 5 halaman, bisa diturunkan misalnya 3 lembar. Maka nominal halaman yang dihasilkan adalah 90 halaman. Itu pun cukup untuk dijadikan buku. So, mau alasan apalagi? Tinggal kita niat atau tidak, bukan?

Lalu bagaimana dengan jenis tulisan? Nah, itu bisa kita spesifikasi sendiri sih. Apa kegemaran kita? Kita suka menulis apa? Sebab banyak jenis tulisan juga. Ada puisi, cerpen, novel, artikel, esai dan lain sebagainya. Bahkan kita bisa menulis kumpulan quote atau kata-kata bijaksana karya kita sendiri. Itu lebih simpel dan mudah. Jadi menulis itu tidak sulit kan? Setidaknya menulis dengan versi kita, menulis secara bebas. Tidak perlu dengarkan orang lain, yang penting adalah originalitas tulisan kita. Selama itu tulisan kita kenapa harus malu, kenapa harus ragu. Hajar saja.

Bagaimana denganku? Aku suka berbagai jenis tulisan. Aku bisa menulis puisi walaupun mungkin kurang bagus. Aku mampu menulis cerpen biarpun kurang greget. Aku bisa menulis artikel dan esai juga. Jadi tinggal pilih sih, bulan ini mau nulis apa. Atau bisa juga semua digabung dan dikombinasikan. Artinya sebulan menulis dua sekalian. Sehingga dalam dua bulan langsung dapat dua buku. Misalnya gini, bulan januari menulis cerpen dan puisi. Itu kan belum selesai maka dilanjut di bulan Pebruari. Sehingga pada bulan Pebruari, kita mendapat dua naskah buku puisi dan cerpen.

Untuk mempermudah ya menulis sesuka kita. sesuai selera kita. Tidak perlu harus nulis ini dan itu dulu. Toh, kita baru belajar menulis. Latihan dulu, latihan lagi dan latihan lagi. nanti lama-lama akan mahir. Bukankah menulis itu sebuah keterampilan, bukan sebuah bakat? Lebih mudah lagi, kita menulis semerdeka kita dan memulai dari sekitar kita. Ditambah hal-hal yang dekat dengan kita. Pas deh. Tulisan itu akan mengalir dan lebih menarik serta hidup. Sebab mengangkat sekitar kita sehingga kita dapat mencurahkan dengan bebas dan menjiwai. Itu menurutku sih.

Setelah menulis lancar ya tinggal diterbitkan saja. Tinggal pilih, mau penerbit apa? Kalau misal tidak bisa terbit di penerbit mayor, ya sudah terbitkan sendiri. Toh, banyak penerbit indie yang memberikan kemudahan dan promosi. Kita bisa memanfaatkan fasilitas yang ditawarkan penerbit tersebut. Tinggal bayar sesuai berapa banyak jumlah buku yang kita inginkan, plus fasilitas tersebut yang diberikan penerbit. Sebab semakin komplit fasilitas yang diberikan penerbit maka akan biaya semakin mahal. Kalau tidak mau rugi ya, buku tersebut dijual kepada teman dan orang lain. Pasti deh, modal akan kembali. Dan aku sudah membuktikan hal tersebut.

Sekarang yang harus kujaga adalah konsisten dan kontinuitas. Sebulan terbit satu buku. Begitu seterusnya sampai jumlah buku yang kutulis melampai usiaku. Paling tidak setiap tahun usiaku terwakili dengan lahirnya sebuah buku. Bukan hanya dirayakan dengan pesta ulang tahun. Namun juga perayaan pesta buku. Kalau orang lain bisa menulis buku dan produktif, aku juga bisa. Kalau kelasnya belum semahir dia atau belum seproduktif dia, minimal aku sudah mengambil jalan yang benar.

Itulah targetku di tahun 2018 ini. Sabu-sabu merupakan target jangka pendek. Ada dua lagi targetku yaitu target jangka menengah dan target jangka panjang. Target menengahku adalah membeli tanah di belakang rumah. Entah kapan bisa terwujud tetapi itu sudah masuk dalam targetku. Sekarang baru merintis dan mengumpulkan dana untuk membeli. Dengan tanah di belakang rumah maka banyak yang bisa kulakukan. Aku bisa membuat Taman Baca Masyarakat (TBM).

TBM ini akan aku manfaatkan untuk berbakti kepada masyarakat sekitar. Paling tidak anak-anak dan masyarakat sekitar bisa membaca buku di rumah. Mereka tidak perlu pergi jauh-jauh untuk membaca buku dan mencari ilmu. Aku bisa menyediakan buku sebab stock buku di rumah juga banyak. Ada buku anak, buku dewasa dan buku pelajaran. Hampir komplit untuk bacaan masyarakat. Kalau pun nanti kurang koleksinya, aku bisa mengajak kerjasama dengan perpustakaan daerah.

Siapa tahu mereka bersedia datang pada hari-hari tertentu. Kemudian meminjamkan bukunya. Dan itu terjadi di TBMku. Dengan TBM tersebut aku berharap menambah pahala dan baktiku kepada lingkungan sekitar. Tidak itu saja sih rencana. Maksudku bukan sekadar TBM yang melayani pinjam meminjam buku, namun lebih dari itu. Aku juga ingin berbagi ilmu kepada mereka. Memberikan pelatihan kepada mereka. Pelatihan baik bagi anak-anak maupun orang tua.

Kalau anak-anak ya tergantung usia mereka. Kalau masih kecil (PAUD/kelas 1-3 SD) kita bisa melakukan pelatihan mewarnai atau menggambar. Bukan aku yang membimbing tetapi aku bisa meminta teman guru menggambar. Dengan bantuan teman maka tidak diperlukan budget yang besar. Sebab aku pun tidak menarik bayaran kepada warga sekitar. Rasanya senang sekali saat melihat mereka asik membaca buku. Rumahku terlihat lebih hidup dan meriah. Mereka dengan antusias memilih-milih buku di rak. Kemudian membalik-balik lembar demi lembar.

Ada juga yang anak yang lebih besar mengobrol. Namun yang mereka bicarakan bukan soal kegiatan mereka. Atau tempat ke mana mereka akan pergi. Mereka sedang berdiskusi, saling tukar menukar gagasan. Mereka mendiskusikan tentang isi buku, tentang ide dalam buku. Sebab isi buku penting bagi mereka. Kemudian di hari-hari yang lain, aku mengadakan bimbingan belajar. Bimbingan belajar bahasa Inggris, Matematika atau mata pelajaran yang lain. Mereka bisa datang pada jam dan waktu-waktu yang sudah terjadwal. Aku usahakan juga bahwa semuanya gratis, tidak dipungut uang sepeserpun.

Itu untuk anak-anak yang fokus ke mata pelajaran di sekolah. Terus waktu yang lain bisa juga diisi dengan pelatihan menulis, berpidato, membuat kerajinan dan lain sebagainya. Intinya kalau sudah mempunyai tempat yang cocok yaitu belakang rumah, Isha Allah semua akan mudah. Setidaknya ada yang mengawasi TBM tersebut. Aku yakin banyak orang-orang yang mau membantuku, tanpa dipungut uang sepeser pun. Terus kalau anak-anak membaca buku maka orangtua (ibu-ibu) kita latih membuat kerajinan tangan. Bisa kerajinan daur ulang  atau masak memasak. Eh, kalau masak memasak enggak saja. Sebab terlalu melebar ke mana-mana. Mending membaca buku cara memasak saja yang lebih simpel dan praktis. Kalau memasak kok terasa agak mengganggu tujuan utama yaitu membaca.

Sering sih aku membayangkan, TBM itu berdiri. Terus aku menangani TBM itu dibantu para pemuda kampung. Mereka ikut mengelola dan merawat barang-barang yang ada di TBM. Kalau mereka tidak bisa pas hari kerja, ya kita bukanya sore dan pas hari Minggu. Sehingga kehadiran TBM ini benar-benar bermanfaat bagi lingkungan sekitar. Ah, bayangan-bayangan itu selalu muncul. Aku selalu senang membayangkan hal tersebut. Itulah resolusi menengahku, membuat TBM di kampung. Sebenarnya ada satu lagi resolusi panjangku. Target paling jauhku. Dan ini sudah kuimpi-impikan jauh-jauh hari. Entah kapan bisa terlaksana.

Itu resolusi tingkat menengah. Ada satu lagi yang menjadi resolusiku; resolusi panjang. Resolusi panjangku adalah aku memiliki sebuah kafe. Ya, kafe. Namun jangan salah sangka dulu. Kafe ini bukan sembarang kafe. Kafe ini masih ada hubungannya dengan duniaku, dunia tulis menulis. Aku ingin memiliki sebuah kafe buku. Di samping kafe itu menyediakan makanan dan minuman, kafe itu menyediakan buku-buku. Buku-buku yang terpajang di dindingnya. Dan juga ada beberapa rak buku di kiri kanan. Orang yang datang ke situ tidak saja ingin kenyang perutnya namun kenyang pula otaknya. Mereka boleh membaca di situ dan mereka juga bisa membeli buku tersebut. Bebas. Mereka akan membeli atau hanya nongkrong dan membaca buku.

Selama ini, kalau para pembeli warung atau angkringan hanya mengobrol, maka di fae ini mereka membaca. Minimal mereka mendiskusikan tentang pengetahuan. Bukan malah ngerumpi atau ghibah orang. Mereka bisa meminjam buku dan dibaca di tempat atau dibawa pulang. Buku-buku yang banyak jenisnya. Buku itu tidak hanya tulisanku, tetapi juga buku tulisan teman-temanku. Terus kadang di hari-hari tertentu, kita mengundang penulis buku atau narasumber untuk mengisi acara. Ya, acara jumpa penulis atau acara bedah buku. Pokoknya format acara tentang dunia tulis menulis. Hm, sungguh impian yang luar biasa, menurutku. Itulah tiga target dalam hidupku. Target pertama yaitu sabu-sabu (satu bulan satu buku). Target kedua, memiliki TBM dan target ketiga memiliki kafe buku. Itu saja sih, keinginanku di tahun 2018 ini.

Sekarang yang menjadi resolusi utamaku adalah sabu-sabu, satu bulan satu buku. Aku harus fokus ke sana. Untuk target yang lain, aku yakin akan mengikuti sebab ketiganya saling mendukung. Insha Allah, keinginanku bisa terwujud dan mohon doanya semoga dilancarkan. Amin.




Senin, 08 Januari 2018

SUSAHNYA MENGAJAK GURU MENULIS

   
Menulis bagi sebagian orang itu hal yang mudah. Bagi sebagian yang lain susah. Apalagi tulisan yang dibuat memakai aturan yang baku. Sebab tanpa aturan atau pedoman yang baku, hampir semua orang bisa menulis. Buktinya banyak orang begitu mudah status. Begitu mudah komen, baik dalam group WA atau dalam sosial media yang lain. Begitu mudah, lancar dan bisa berpanjang-panjang. Tetapi ketika diminta menulis dengann tema tertentu dan aturan tertentu. Mati, sunyi dan berhenti.
   Tidak banyak guru yang mau repot-repot menulis. Sedikit guru yang mau berguru kepada para ahlinya atau penulis.Pun jarang seorang guru yang rela membayar guna mendapatkan ilmu menulis. Bukan bermaksud menyudutkan atau menyalahkan guru. Namun banyak kasus guru hanya mengejar sertifikat. Tanpa sertifikat workshop atau pelatihan akan sepi peminat. Sebab memang sertifikat itu penting untuk guru, minimal digunakan dalam SKP (Sasaran Kinerja Pegawai). Di samping itu, bisa juga digunakan untuk kenaikan PAK (Penilaian Angka Kredit). Begitulah kenyataannya, mau diakui atau tidak.
    Pernah saya membuat sebuah forum atau bisa disebut event organiser (EO). Tujuan event organiser itu jelas membuat event. Namun event seperti apa? Tentu bukan event konser atau pertandingan, bukan. EO yang kubentuk itu mengadakan kegiatan tulis menulis. Sesuai namanya FPPG (Forum Peduli Profesi Guru) maka event-nya tentu kegiatan guru. Pada event yang pertama, cukup banyak peminatnya, sekitar 150 orang. Kurang lebih sebanyak itu sebab banyak teman penulis di sekolah yang ikut. Jadi teman-teman itu membuat event tersebut terlihat banyak dan ramai. Event berjalan lancar dan sukses sebab memang kontribusi yang kami minta tidak banyak. Hanya Rp50.000 rupiah dengan berbagai fasilitas, termasuk sertifikat.
    Dengan uang lima ribu rupiah mereka sudah mendapat snack, makan siang, modul, ilmu dan sertifikat. Ah, pokoknya banyak yang mereka dapat. Mungkin itu yang membuat peserta cukup banyak. Apalagi sertifikat ditanda tangani oleh kepala dinas kabupaten, lengkap sudah fasilitasnya. Mungkin kalau 'hanya' tanda tangan penyelenggara kurang prestisius. Namun tersebab ditanda-tangani kepala dinas, semakin mantaplah para peserta workshop. Oiya saat itu aku juga mengajak kerjasama dengan organisasi guru terbesar di Indonesia. Walaupun yang kuajak kerjasama hanya tingkat kabupatennya. Alhamdulillah menambah meriah pesertanya.
    Saat itu banyak faktor yang membuat sebuah workshop bisa meriah dan ramai. Salah satunya kontribusi yang murah. Mungkin kalau aku naikkan lagi menjadi Rp500.000 atau lebih bisa jadi pesertanya sedikit. Memang menulis itu butuh semangat dan dana. Saat semangat ada dan dana tidak ada, pasti akan mencari. Bagaimana caranya mengikuti workshop menulis. Berbeda dengan dana tersedia tetapi semangat tidak ada, pasti tidak ikut. Apalagi kalau sampai hitung-hitungan, nanti aku dapat apa? Rugi tidak? dan lain sebagainya. Itulah yang menghambat guru berkembang dan maju. Kalau begitu wajar dong kalau guru masih mentok di golongan itu-itu saja.
    Sebab memang untuk kenaikan jabatan diharuskan setiap guru menulis. Minimal golongan IIIb sudah diwajibkan menulis. Nah, menulis yang dimaksud dalam aturan tersebut adalah menulis dengan pedoman tertentu. Bukan menulis status atau menulis di media sosial. Sebab menulis status atau postingan lain tentu 'hanya' curahan emosi di saat itu. Bisa jadi itu tidak permanen dan hanya luapan perasaan sesaat. Namun di saat menulis hal yang serius, hal yang lebih bermanfaat bagi orang lain, ceritanya akan berbeda. Akan terasa berat, sulit dan melelahkan. Bagi banyak orang itu hal yang merepotkan, jadi untuk apa repot-repot? Begitu pikirnya.
    Lebih parah lagi, iming-iming tambahan gaji bagi golongan di atasnya kurang menggiurkan. Berapa sih tambahan gaji untuk golongan atas? Tidak banyak. Malah kalau Anda sudah golongan IV, potongan pajaknya lebih banyak. Jadi nanti akan banyak potongan di setiap kegiatan kedinasan. Itu juga menurunkan minat dan motivasi guru naik pangkat. Sudah syarat susah (harus menulis), tambahan gaji sedikit masih ada potongan pajak yang lebih besar. Lengkap sudah alasan guru untuk berkreasi, inovasi dan berkarya. Untung apa repot-repot kalau gaji yang sekarang sudah cukup. Ditambah tunjangan sertifikasi yang rutin diterima. Yang penting mengajar 24 jam per minggu, tunjangan sertifikasi lancar mengalir ke rekening. 
    Ini mungkin aib dan juga naif namun begitu kejadiannya. Anda boleh mendebat tulisan ini. Namun memang begitu fakta di lapangan. Guru terlalu nyaman dalam zonanya. Guru sudah terbiasa dengan hal-hal yang enak dan melenakan. Sehingga kerepotan sedikit (baca menulis) menjadi sesuatu yang enggan dilaksanakan. Okelah, mungkin Anda akan beralasan menyiapkan administrasi guru. Namun administrasi guru itu kan hampir sama setiap tahun. Kalau pun harus dirombak tentu tidak 100%. Hanya beberapa saja. Kegiatan yang menambah kerjaan ya, pas mau ulangan, setelah ulangan dan mengolah nilai di akhir semester. Hanya itu, selebihnya kegiatan kita adalah sebuah rutinitas. Mengajar hal yang sam. Bukan totally hal yang baru.
    Jadi menurutku, guru itu ya harus berkreasi di bidang yang lain. Sebetulnya bidang ini juga masih ranah guru. Seorang guru itu harus dinamis, wawasan luas dan berinovasi. Kenapa dinamis? Sebab memang ilmu pengetahuan itu dinamis, selalu berkembang. Bagaimana supaya bisa berkembang? Banyak membaca, banyak melihat dan banyak mendengar.Membaca akan membuka wawasan kita. Oh, ternyata cara mengajarku salah. Oh, ternyata ada penemuan baru tentang ini. Begitu seterusnya. Dengan gemar membaca wawasan guru akan luas. Semua siswa pasti gembira manakala gurunya berwawasan luas. Dan terakhir guru harus berinovasi. Kenapa?
    Dalam kegiatan belajar mengajar, tentu guru menemui banyak kendala atau masalah. Masalah media pembelajaran, masalah anak dan masalah buku. Pasti banyak masalah. Di sinilah peran guru untuk memecahkan masalah tersebut. Entah dengan caranya sendiri atau cara orang lain terus dimodifikasi sesuai keadaan sekolah. Itu tugas guru, berinovasi. Dengan inovasi tersebut, maka masalah akan terpecahkan dan pada akhirnya pembelajaran berjalan lancar dan sukses. Nah, apa yang dilakukan guru tersebut jika ditulis akan menjadi karya tulis. Sekarang pertanyaannya, mau tidak guru tersebut menulis kegiatannya?

Jumat, 05 Januari 2018

LOLOS CIPTA PUISI SE-ASEAN #2

   
    Enggak nyangka saja, bisa lolos di lingkup yang lebih luas. Walaupun untuk lomba cipta puisi ini juga sering ikut sih. Modelnya sih kirim, lupakan. Sebab terlalu banyak lomba yang aku ikuti. Malah lomba yang ini pun, tingkat Asean ini aku lupa pernah kirim. Untung ada seorang teman yang ikut lomba, melihat namaku ada diantara 100 peserta yang lolos. Namun sayang temanku itu tidak lolos. Kasihan sih. 

     "Pak, selamat ya. Puisi njenengan lolos." Begitu katanya.
     "Oiya, Pak. Aku wis lali pernah kirim ini. Makasih infonya," jawabku.
     "Sayangnya, puisiku tidak lolos," katanya lagi.
     "Ya, besok dicoba lagi, Pak," ucapku sok bijaksana. 

    Bagiku lolos itu sudah suatu anugerah sih, minimal motivasi menulis on terus. Sebab apa? Sebab selalu ada hasil, selalu ada kebaikan dan selalu ada pengumuman. Apalagi ini yang mengadakan IAIN Purwokerta, sebuah universitas di Jawa Tengah. Tersebab universitas tentu seleksinya tidak main-main. Apalagi saat aku melihat para dewan juri, beuh banyak banget. Malah ada yang berasal dari Thailand. Mau tahu puisiku seperti apa? Entar deh diakhir tulisan ini.

    Kalau kau anggap puisiku biasa saja, ya sudah berarti dewan juri pada khilaf waktu menilai puisiku. :D Namun yang aku suka dari lomba ini adalah setiap peserta hanya boleh mengirimkan satu karya. Apa artinya? Artinya peserta itu dibatasi, tidak boleh ngirim banyak. Jadi puisi yang terbaiklah yang akan dikirim para peserta. Tidak semua puisi dikirimkan. Kalau seperti itu bisa jadi satu peserta mengirim 5 (lima) bahkan lebih puisi. Denger-denger yang mengirimkan ke panitia itu ribuan. Wow kan? Jadi kalau puisimu lolos, tentu ikut yang terbaik bukan? Iya, aja deh.
    
   Sebenarnya aku mempunyai banyak puisi, lebih dari 70 puisi. Kemaren rencana mau kukumpulkan. Kemudian aku kirimkan ke penerbit, ya penerbit Indie tentu saja. Kalau ke penerbit mayor, apalah aku ini dibidang puisi, belum kelasnya WS Rendra, Taufik Ismail dan penyair lain sekaliber mereka. Namun ada keinginan ke sana. Menjadi penyair handal dan diperhitungkan. Jiah. Oiya, hampir lupa. Lomba ini tidak dipungut apa-apa, alias gratis. Dan itu sangat aku favoritkan kalau ada lomba kok gratis. Kalau gratis artinya panitia sudah mempunyai stock dana dan hadiah yang cukup. Tidak perlu mencari sponsor atau menarik uang pendaftaran ke peserta.
    
    Namun sayangnya, lomba ini tidak langsung diumumkan juara 1, 2, dan 3 nya. Kita ada undangan ke IAIN Purwokerto untuk mengikuti seremonial dan launching buku tersebut. Bagus sih, namun kok jauh ya? Iya kalau menang dapat sangu pulang, kalau enggak? Eh, menang dan kalah nomor sekian ding. Lupa. Yang jelas tidak punya waktu untuk ke sana, kan jauh. Butuh empat jam perjalanan dari rumah ke tempat lomba. Akhir kata, apa pun dan siapa pun yang menang, semoga memang layak dan pantas untuk menjadi juara. Terimakasih telah meloloskan aku. 
    Betewe ini puisiku ya? 
MASA DEPAN KITA

Ayo berkumpul, berbaris dan berlapis
Mari merapat dan melompat menggapai derajat
Bersama mengurai masalah
Bersama menjawab gelisah

            Hai, kreator masa depan
            Ayo ciptakan Indonesai yang nyaman
            Setiap jiwa makin berkecukupan
            Setiap anak dapat mencercah pendidikan

Indonesia hanya butuh jiwa
Sebab orang pandai sudah berjuta-juta
Indonesia hanya butuh seni
Sehingga Indonesia indah berseri
Denganmu dahagaku sirna
Bersamamu terjawab semua tanyaku

   Bagus kan? Iya kan? Kan? Anggap saja iya. Buatlah hati ini bangga dan berseri-seri dengan menjawab iya bagus. #Maksa
    

Kamis, 04 Januari 2018

TANTANGAN PENULIS (1)

    Tantangan penulis sebenarnya banyak . Namun sekarang yang mau kita bicarakan adalah tantangan pertama tentang keluarga. Banyak penulis yang mengeluh tidak bisa menulis, tidak bisa ikut forum menulis dan tidak bisa workshop menulis gara-gara keluarga. Selalu beralasan, anaknya banyak, anaknya sering mengganggu dan tidak ada yang momong. Okelah, fix itu untuk ibu-ibu kan? Bahkan ada yang bilang jangan kan nulis, untuk buka WA saja tidak sempat. Duh.
    Kalau seperti itu serasa bahwa hidupnya habis untu ngurusi keluarga. Apa benar segawat itu? Apa iya tidak mempunyai waktu? Baiklah kita tidak perlu berdebat tentang itu. Aku mau mengisahkan tentang teman penulis. Dia seorang ibu, mempunyai anak dan suami, anaknya dua masih kecil-kecil, guru juga, apalagi ya? Oiya, dia membuka kelas menulis. Tuh, kurang sibu apa dia? Namun dia bisa membagi waktu. Bahkan dia produktif dalam menulis. Buku-bukunya hampir tiap bulan terbit. Malah naskah ada yang ngantri di penerbit. Hm, masih jadi masalah tentang keluarga.
    Tetapi mungkin keluarganya mendukung? Iya sih, keluarganya mendukung. Dan aku yakin tanpa dukungan keluarga atau pasangan kita sulit untuk melakukan itu. Sekarang aku mau tanya, sebagai pasangan, yang saling mencintai, apa iya bila salah satu pasangan mempunyai hobby atau kesenangan, pasangan lainnya tidak mendukung? Lalu kadar cinta itu sampai mana? Bukankah orang yang saling mencintai, menyayangi itu menerima dalam keadaan suka dan duka? Di saat pasangan kita menyukai sesuatu, harusnya idealnya pasangannya mendukung. 
     Mendukung itu tidak harus memberi uang, fasilitas atau apa. Cukup mendukung itu membiarkan, tidak menganggu. Kalau level di atasnya, mendukung itu mengantar ke tempat tujuan, tempat yang disukai pasangan kita. Itu mendukung. Tinggal komunikasi saja sih antara pasangan satu dengan yang lainnya. Kalau Anda seorang wanita dan suami Anda gemar memancing atau main sepakbola maka biarkan dia menekuni kegemaran tersebut. Kalau tidak bisa dan tidak suka dengan dua kegiatan tersebut, ya sudah biarkan saja. Tidak perlu dihalang-halangi. Yang penting tugas atau kewajiban seorang suami tidak ditinggalkan. Begitu pun sebaliknya.
     Perempuan boleh berkarier, perempuan boleh berkembang di luar tapi tetap kodrat wanita, tugas wanita tidak boleh diabaikan. Jadi kalau Anda wanita dan suka menulis, plis komunikasikan dengan suami. Apa agenda Anda, apa acara Anda dan apa yang akan Anda lakukan. Bila semua dikomunikasikan Insha Allah bisa berjalan dengan baik dan harmonis. Lalu bagaimana dengan anak? Apakah anak menjadi penghalang? Bila anak masih kecil, maka Anda harus mengalah dan berjuang. Menulislah di kala anak Anda sudah tidur. Apa itu bisa? Bisa banget. Tinggal tanya diri Anda sekuat apa semangat Anda. Sebab banyak orang yang KO oleh rasa kantuk, rasa capek dan rasa malas. Sehingga ya sudah di saat anak Anda tidur, Anda ikut tidur. Menulisnya kapan? Ya, kapan-kapan.
    Berbeda lagi dengan contoh berikut. Seorang ibu-ibu, dia bekerja, guru juga, mempunyai anak dan suami tetap semangatnya luar biasa. Di saat ada workshop penulisan dia selalu ikut. Biar di kata jaraknya jauh dia tempuh. Di kata alamatnya tidak jelas, dia tanya. Pokoknya dia mempunyai semangat yang membara. Dan jarak atau lokasi tidak masalah, toh sudah ada google map kan? Lagian bisa juga minta alamat kepada penyelenggara, terus cari sendiri dan tanya kanan kiri. Ah, kalau niat, nekad dan semangat pasti dapat.
    Ibu itu mempunyai anak yang masih kecil. Itu pun tidak menjadi penghalang bagi dirinya. Malah anaknya diajaknya dalam komunitas itu. Diajaknya anak tersebut dalam workshop tersebut. Jadi di saat dia upgrade tentang ilmu penulisan, dia sekalian momong anak. Hebat bukan? Di saat orang lain beralasan mempunyai anak kecil, dia sudah memecahkan masalahnya. Anak bukan penghalang. Itu malah menjadi tantangan sebesar apa niat untuk mampu menulis. Dan aku salut dengan orang-orang seperti itu.
    Mungkin saja ilmu yang diserap ibu itu tidak banyak, sebab dia membawa anak. Tetapi sedikit apa pun masih lumayan daripada di rumah. Di rumah kita tidak bisa berkembang, apalagi dalam dunia tulis menulis. Kita butuh orang lain untuk berkembang. Entah itu informasi dari teman tentang penulisan, informasi tentang penerbit dan juga informasi tentang penawaran naskah. Yang jelas tidak ada ruginya kalau berkumpul dengan orang-orang yang sehobi. Kalau suami minta pergi ke mana? Ajak saja suami dalam acara tersebut. Siapa tahu dia suka.
     Aku pernah bertanya kepada ibu itu, "Bu, suami tidak marah ibu ikut acara seperti ini?"
     Kemudian dia menjawab, "Tidak Pak. Suamiku marah kalau aku lupa pekerjaan rumah. Saat pekerjaan sebagai istri dilaksanakan, apa pun kegiatanku dia mendukung."
     Mantap. Begitulah sebuah pasangan saling take and give, saling memberi dan menerima. Saling mendukung, wong namanya cinta itu ya mencintai juga apa yang dicintai pasangan kita. Jangan malah marah-marah tidak jelas. 
    Kalau tidak suka ya sudah, yang penting jangan dihalang-halangi. Toh, tidak ada ruginya kan mengikuti acara-acara seperti itu? Menurutuku itu tantangan seorang penulis; mengatasi masalah yang paling dekat. Anak-anak dan pasangan hidupnya. Kalau kedua komponen itu tidak masalah, kok Anda belum menulis, maka yang menjadi masalah adalah Anda. Anda tidak mempunyai keinginan menjadi penulis. Anda malas dan Anda tidak mau berkembang. Itu masalah besar.

Rabu, 03 Januari 2018

MENULIS BUKU ANAK (1)

   
   Menulis buku bukan barang baru bagiku. #Halah. Eh, maksudnya menulis buku dewasa, semacam artikel atau cerita pendek gitu. Namun menulis buku anak ini beda. Sangat jauh beda. Dan aku beruntung pernah tercemplung dalam dunia anak, eh menulis buku anak. 
     Awal menulis buku anak bermula dari adanya lowongan partner menulis dari penulis buku anak. Dia, sebut saja Mas Redy Kuswanto (nama sebenarnya) mencari partner buku anak. Berhubung aku tuh orang yang gemar mencari lomba. Aku menyebut diriku itu Championship Hunter (pemburu kejuaraan). Di mana ada perlombaan, di situlah ada aku. Ya, minimal kalau aku mampu aku berusaha untuk ikut. Kalau tidak mampu biasanya aku akan up grade dengan mbah gugel atau tanya beberapa ahli. Atau orang yang pernah ikut lomba tersebut.
     Ya, pokoknya hampir setiap lomba aku ikut. Bahkan di kalender rumah, banyak corat-coretannya. Itu tandanya deadline suatu lomba. Dengan menuliskan, aku akan selalu lihat dan selalu ingat. Maka bila waktu mengizinkan dan sempat, pasti aku ikut. Jadi bukan suka atau tidak suka, selama itu mampu waktu, aku pasti ikut. Bagaimana kalau tidak mampu dengan jenis lombanya? Aku akan belajar dan mencaritahu. 
      Sebagai contoh, aku pernah ikut lomba membuat naskah skenario film pendek remaja. Dan tanpa banyak belajar dari orang, serius waktu itu aku belajar hanya dari gugel. Aku dapat lolos dan menjadi finalis di sana. Aku diundang ke Bali selama 5 (lima) hari dan mendapat satu laptop. Itu artinya kemampuan itu bisa kita gali. Dan yang lebih penting lagi kita berani mencoba. Soal menang kalah, lolos tidak itu, urusan nanti. Begitu pun untuk lomba-lomba yang lain.
      Aku juga pernah ikut lomba menulis lagu anak. Yah, namanya iseng-iseng berhadiah. Apa salahnya kalau dicoba. Enggak salah sih. Karena enggak salah maka aku coba. Syair sudah ditulis. Ritme atau irama lagu sudah dapat, tinggal not balok. Waktu itu aku tidak bisa membuat not balok. Akhirnya meminta pertolongan teman yang bisa menulis not balok. Akhirnya bisa jadi juga not balok tersebut. Tetapi masih ada kendala lagi, bagaimana dengan rekaman lagu tersebut.
         Bukankah tidak mungkin aku serahkan rekaman lagu dengan musik ala kadarnya. Aku memang bisa bermain gitar namun tidak secanggih Dewa Bujana atau AXL Rose. :D Aku bisa main gitarnya ya masih standar saja sih. Oleh karena itu, agar rekaman lagu itu terdengar merdu maka carilah aku, teman yang bisa main alat musik. Dapatlah seorang teman yang bisa memainkan keyboard, tepatnya organ tunggal. Maka aku minta tolong dia, untuk merekamkan lagu instrumentalia laguku tersebut. Tentu saja setelah kukirimkan not balok.
       Dan apa yang terjadi? Laguku tidak lolos dalam lomba tersebut. Padahal aku sudah berjuang mati-matian dan mengerahkan seluruh energi dan kemampuan. Tetapi memang mungkin bukan rezekiku. Akhirnya aku terima kekalahanku tersebut. Kemudian menjalani hidup seperti biasa. Aku sudah biasa tertolak, tidak lolos dan tidak menang, jadi kalau cuma tidak lolos itu sudah khatam. No galau no risau. Kalah coba lagi, tidak menang, ikut lagi.
       Berbeda dengan dua kisahku di atas, dalam seleksi menulis buku anak, aku lolos. Mas Redy mengumumkan aku sebagai yang terpilih. Betapa bahagia hatiku. Belajar dari pakar anak, eh pakar cerita anak. Ibaratnya aku yang masih newbie di penulisan cerita anak, langsung dapat mastah yang kelibernya nasional. Duh, berat. Namun aku harus berusaha keras. Setelah pengumuman tersebut, aku diajak pertemuan. Kalau tidak salah ingat dua atau tiga untuk membahas konsep buku.
       Kebetulan buku yang mau ditulis lebih komplek. Jadi ceritanya dalam satu judul besar menjadi tiga cerita. Wow. Misalnya nih cerita tentang burung, maka akan dibuat tiga versi. Versi pertama, cerita unik dari burung itu. Fakta unik dari burung itu. Versi kedua tentang burung di zaman nabi. Dan versi ketiga cerita rekaan atau imajinasi tentang burung tersebut. Aku harus membuat dua cerita tersebut, fakta unik binatang dan binatang di zaman nabi. Luar biasa.
      Sebagai pendatang baru aku harus bisa mengimbangi Mas Redy, minimal mengimbangi kecepatan menulis. Kalau soal benar salah, masuk akal atau tidak nanti akan dibetulkan beliau. Ibaratnya aku ini seorang pengrajin kayu. Aku memotong dan membentuk. Kemudian Mas Redy memperhalus dan memberi pernis kemudian dicat. Beliaulah yang membuat cerita itu menjaid asik dan menarik bagi anak-anak. Sementara aku masih belajar lagi tentang dunia tulis menulis buku anak.
         Beruntungnya aku mempunyai anak-anak yang masih kecil. Kadang aku bertanya kepada anakku yang palng besar. Dialah editor pertamaku. Setelah aku selesai menulis, aku biasanya memberikan naskah tersebut kepadanya. Dia biasanya membaca dan memberi komentar. Itu sangat menguntungkan bagiku. Bukankah bukuku nanti dibaca oleh anak-anak juga. Jadi tidak ada salahnya kalau anakku menjadi editor pertamaku. Ya, walaupun kadang mereka minta bayaran. Tidak apa-apa. Toh aku bilang kalau aku memberi bayaran saat naskah itu menjadi buku. Kemudian mendapat royalti. Lagian murah membayar dia, hanya lima ribu rupian per cerita.
       Begitulah lika-likuku menjadi penulis buku anak. Mungkin hanya sekelumit dan semoga bermanfaat bagi pembaca. Khususnya bagi diriku sendiri dulu sih. Yang jelas mulai saat ini aku lebih care dengan buku-buku anak, dunia anak-anak dan anakku. Hal yang paling menarik menulis buku anak adalah aku dan anakku bisa berkolaborasi membaca dan diskusi tentang cerita anak. Bukankah cerita anak bisa menyatukan duniaku dengan dunia anak? Nahm disitulah aku feel home.

Jumat, 15 September 2017

KONTEKSTUAL DAN MASUK AKAL

Jangan tanya tentang definisi di atas sebab arti kontekstual itu cakupannya sangat luas. Luas banget malah. Saking luasnya penafsirannya pun beragam. Nah, untuk penafsiran yang bebas tersebut, sekolah kami menafsirkan pembelajaran kontekstual itu dengan study tour. Dengan kata lain, piknik.
Untuk istilah piknik sendiri jarang kami gunakan karena kesannya gimana gitu. Kayak orang dolan-dolan dan tidak jelas juntrungannya. Kesan yang didapat hanya suka-suka dan hura-hura. Itu kalau menggunakan istilah piknik. Berbeda dengan study tour maka persepsi yang timbul adalah tour atau perjalanan yang mendqtangkan pengetahuan atau setidaknya kita bisa belajar di obyek-obyek wisata tersebut. Hm, apa yang bisa dipelajari dari obyek tersebut? Oh, banyak dong.
Kalau obyeknya ke Bali maka kita belajar tentang kearifan lokal dan kesenian. Kurang masuk akal? Okelah, kita akan mampir dahulu ke pacitan atau daerah Jawa Timur. Kemudian mampir ke museum-museum yang ada di sekitar tempat tersebut Di situlah anak-anak bisa belajar tentang benda-benda prasejarah. Kan itu tercantum dalam pembelajaran IPS, khususnya materi sejarah. Kalaupun tidak, minimal anak-anak belajar tentang masa lalu. Tidak selamanya kan masa lalu harus ditinggalkan dan dilupakan. Ada kalanya kita perlu kenang dan mengambil ibrah, mengambil pelajaran. Ya, pelajaran dari masa lalu. Pelajaran yang menyenangkan atau pelajaran yang menyakitkan. Pelajaran hati saat ditinggalkan, dicampakkan dan diduakan. Eh, ini bahas apa ya? 
Ah, pokoknya apapun yang terjadi di dunia dapat kita jadikan pelajaran, sekecil apapun peristiwa itu, pasti ada hikmah. Pasti ada pesan dan kesan. Namun untuk mendapatkan pesan dan kesan yang baik maka kegiatana pembelajaran kontekstual perlu dikoordinir dan dikelola dengan baik. Seperti kegiataan pagi ini kita rapat koordinasi kegiatan piknik, eh kegiatan pembelajaran kontekstual.

Rabu, 13 September 2017

TEACHER SUPERCAMP KPK

      Menjadi bagian dari Teacher Supercamp itu sesuatu banget. Siapa sangka hanya dengan 5 (lima) lembar kertas bisa berangkat ke Bali dan bergabung dengan guru-guru hebat dari seluruh Indonesia. Guru yang mempunyai ketrampilan khusus sebab hanya ada 4 (empat) bidang lomba di Teacher Supercamp (TSC) yaitu Cerita Bergambar, Komik, Cerita Pendek Anak dan Skenario Film Pendek Remaja. Nah, kebetulan aku lolos di bidang lomba Skenario Film Pendek. Hm, jujur aku belum pernah membuat skenario film pendek sebelumnya. Itu pun aku bisa hanya otodidak, mengandalkan imajinasi dan sedikit browshing di internet.
     Tak dinyana ternyata Skenario yang aku tulis dan berasal dari lingkungan sekitar dapat menarik minat para juri. Sehingga berangkatlah aku ke Bali. Tahu enggak bahwa kita di sana bukan lomba, kita malah dapat ilmu banyak sekali dari ilmu membuat buku dari Bapak Hernowo, ilmu menulis novel dari Ibu Helvi Tiana Rosa, Ilmu tentang perfilman dari Mbak Aci dan ilmu membuat komik. Biarpun semua masih gambaran umum dan belum detail, juga belum mendalam tetapi saat hari kedua, kami dipisah berdasarkan jenis bidang yang kita ikuti. Tentu dong, aku masuk di kelas skenario film pendek yang diajar oleh mbak Aci. Tahu kan siapa Mbak Aci? Mbak Aci itu penulis banyak sinetron dan FTV di televisi. Salah satu karyanya yaitu Si Entong. Nah, disitulah aku baru ngeh dan tahu kalau membuat skenario film itu harus detail dan komplit. Saat mendengar penjelasan tersebut aku menjadi malu sebab karyaku jauh, jauuuuh sekali dari kata sempurna. 
     Tetapi itulah kalau sudah rezeki, tentu tidak akan kemana. Pada waktu itu aku mengangkat cerita tentang kantin kejujuran. Biarpun setiap sekolah ada kantin kejujuran namun mungkin tidak ditulis dan mungkin tidak dibuat skenario. Skenario itu berupa dialog dan keterangan teknik pengambilan gambar. Padahal naskahku hanya membahas tentang dialog saja tanpa keterangan yang lebih komplit. Dan naskahku itu hanya lima lembar saja, ya lima lembar. Tahu enggak kalau teman sekamarku, yang juga sama-sama lolos skenario filmnya, ternyata membuat skenario sebanyak 30 lembar lebih. Beda jauh dengan punyaku. Dia bilang pernah ikut pelatihan seperti itu, berbeda denganku yang modal nekad saja.
    Dan setelah kulihat karyanya memang keren dan lengkap. Tetapi tak apalah itu memang masih mentah punyaku dan mungkin pula karena masih mental dan orisinil maka aku lolos. Apalagi mengangkat kisah nyata jadi klop deh. Setelah mengikuti pelatihan demi pelatihan, aku diwajibkan merevisi naskah, eh bukan hanya aku ding, semua peserta dan mengirimkan kembali. Katanya naskah skenario filmku dan teman-teman mau difilmakn. Aku jadi tidak sabar menunggu. Tahun kemaren diinformasikan tahun ini dbuat film tersebut. Tetapi kok belum ada ya? Ya, daripada nunggu bikin bosan kita lihat saja cuplikan perjalanan kami saat mengikuti TSC ya? Oiya, waktu ikut TSC kami dapat laptop dan program windows asli lho. Ya, namanya KPK masak program windownya bajakan, apalagi palsu kan tidak mungkin. Wong KPK itu Komisi Pemberantasan Korupsi kok mau macam-macam. Langsung saja deh, ini dia perjalanan TSC kami.
     Kalau di video ini aku jarang muncul, ya maaf saja. Sebab sebenarnya aku ini orang yang pemalu, kadang malah introvert. Jadi harap maklum saja. Namun bila diphoto itu terus dikasih amplop plus isinya tentu aku akan tampil maksimal. Dan akan terus-terusan tampil dalam acara tersebut. Ya, namanya juga cari rezeki. Jiah.


Selasa, 22 Agustus 2017

WISATA KULINER BANJARMASIN


Wisata kuliner Banjarmasin, Kalimantan Selatan menjadi agenda pertama di hari pertama. Setelah mendarat dengan agak mulus di bandara udara Syamsudin Nor, aku pun menuju mobil jemputan. Biasa nih kalau KPK punya gawe pasti servisnya habis-habisan. Ga nanggung gitu loh.
   Di bandara sudah ada yang jemput dan mengantar ke hotel. Jadi ingat waktu dulu terpilih Teacher Supercamp tahun 2016. Semua ya hampir sama, dilayani dan diwongke. Seperti kejadian hari ini, di hotel Mercure sudah ada panitia memesankan kamar, kita mah tinggal masuk dan istirahat sejenak. 
    Kebetulan aku terpilih dari sekian ribu, halah lebay, ya pokoknya aku terpilih dari sekian peserta untuk menjadi narasumber workshop anti korupsi. Ya, nanti tugasku share tentang kegiatan nyataku. Entah dalam pembelajaran atau dalam praktik antikorupsi di sekolah. Kita sharing saja. Siapa tahu ide atau kegiatan di sekolahku menginspirasi dan menjadi kegiatan di sekolah yang lain. Termasuk menjadi kegiatan di sekolah peserta workshop. 
    Kata panitia peserta workshop dari peserta TK sampai SMA. Jadi lumyan banyak. Kemudian aku harus ngomong di depan mereka. Presentasi gitu. Kemudian meyakinkan mereka bahwa kegiatan antikorupsi di sekolahku sudah berhasil. Layak mereka tiru. Tetapi memang tempatku sudah melaksanakan beberapa program antikorupsi. Kegiatan tersebut seperti kantin kejujuran, kegiatan membuat poster SPAK (Saya Pelajar Anti Korupsi), pemaparan informasi keuangan di papan pengumuman, website, SMS Gateway (ini dulu) dan masih banyak lagi. Termasuk membuat hiasan gantung anti korupsi dan digantungkan di pohon-pohon depan kelas masing-masing. 
   Berhubung aku tiba di hotel siang hari, maka acara makan siang sudah lewat, tinggal nunggu makan malam. Makan malam yang ditunggu-tunggu juga belum ada, maka aku pun berinisiatif mencari makanan sendiri. Malu kan kalau asal datang dan makan di hotel yang masih asing gitu. Dari pada nunggu lama dan perut kelaparan aku keluar hotel mencari makan. Untungnya hotel itu bersebelahan dengan sebuah mall. Dari sekian pilihan makanan yang ada di mall, aku memilih makan di KFC, bukan apa-apa dan bukan pula anti makanan Indonesia. Hanya dalam bayanganku KFC itu ayamnya kriuk dan renyak jadi tentu lebih krispi. 
    Apalagi minyak dalam daging ayamnya tidak terlalu banyak, malah bisa dibilang tidak ada minyak goreng yang menempel di ayam gorengnya. Jadilah aku pesan satu dada goreng, dua nasi (maklum dari siang belum makan), soup bening dan soft drink. Begitu kelar bayar, kuterima makanan di nampan dan mencari tempat duduk. Hm, kayaknya enak nih, duduk di dekat kaca, pinggin jalan. Makan sambil melihat orang lalu lalang, ramai dan bisa cuci mata. Nampan sudah kutaruh dan menarik kursi kemudian duduk senyaman mungkin. 
    Makan malam siap disantap. Suapan pertama masuk ke mulus dengan mulus dan lanjut ke suapan kedua. Belum masuk ke mulut, ada WA dari panitia KPK kalau malam ini akan makan malam di sebuah warung makan yang terkenal di Banjarmasin. Kita mau wisata kuliner yang ada di Banjarmasing, Kalimantan Selatan. Pak sopir ternyata orang sini dan hafal daerah ini serta menu makanan yang enak. Akhirnya, kita berlima meluncur ke masakan yang maknyus dan top markotop, namanya Lontong Orari.
   Denger-denger dulu warung makan ini ada di stasiun radio Orari jadi dipakailah nama itu. Di warung makan Orari ini yang paling enak katanya lontong Haruan, ayam dan telurnya. Langsung saja deh, tanpa pesan mereka sudah memesankan menu andalan itu. Tak berapa lama, lontong Haruan pun mendarat di depanku. Dan rasanya mak nyus. Sekilas seperti gulai tetapi lebih manis dan rasanya nendang. Wah, enggak rugi bisa ke sana dan mencicipi makanan lezat tersebut. Kurasa kalau aku tidak menulis tentu aku tidak bisa terbang ke mana-mana. Itulah keuntungan kita mau menulis, bisa merasakan wisata kuliner di Banjarmasin. Sudah transportasi dan akomodasi gratis masih ditraktir makanan enak-enak. Luar biasa.

TIPS PANJANG UMUR

   Tips memanjangkan umur kali ini diekpos oleh media AlaUlala, yang belum terbukti kebenarannya. Jadi tidak perlu diambil hati atau ambil yang lain. Entar kalau asal ambil, dikira maling lho. Eits, kenapa jadi jauh amat bahasannya, wis lah langsung saja. Nih tipsnya, semoga berhasil ya?

1. Nikmati hidupmu dengan ikhlas, saat senang, susah atau terpuruk, usahakan bahagia, ya minimal senyum walau pahit. Karena pahit itulah nanti ada obatnya, contohnya jamu. #ups

2. Tidak usah dengarkan nada-nada miring, apalagi nada fals, cuekkan saja. Sebab bikin telinga memerah saja.

3. Tetap melaju dan fokus ke depan, tidak perlu tengak-tengok, apalagi lihat ke belakang sebab sudah ada spion, gunakan saja itu.

4. Berjuanglah dengan orang-orang yang tersayang dan baik, tidak perlu mengajak orang syirik apalagi mengajak negara api, entar bikin panas saja.

5. Yakinlah pada diri sendiri, tetapi jangan percaya pada diri sendiri, nanti jadi musyik. Percaya saja sama Alloh, jangan pada diri sendiri.

6. Jika semua tips di atas tidak manjur membuat Anda panjang umur maka Anda boleh buat sendiri. Sebab tidak ada obat untuk segala penyakit. (Bagaimanapun umur kita sudah dibatasi, tidak usah dibuat panjang atau malah dipanjang-panjangin, ini bukan resep mak gembrot).

MERDEKA MENULIS

MERDEKA MENULIS
Banyak orang menulis untuk kaya dan terkenal, itu sah-sah saja, boleh-boleh saja. Namun cobalah renungkan kembali, apakah kamu merasa terpaksa, tertuntut dan terobsesi dengan hal itu. Jika jawabnya ya, maka kamu belum merdeka dalam menulis.

Menurutku merdeka menulis itu jika dalam hatimu tertanam rasa senang melakukan sehingga menulis itu menjadi hobi. Bukan karena dituntut untuk bisa begini dan menghasilkan itu. Merdeka dalam berkarya itu, melakukan karena suka, bukan karena terpaksa atau malah ingin mengejar harta. Jika masih seperti itu, perbaikilah niat awal menulis, mengejar materi atau sekadar berbagi?

Jumat, 18 Agustus 2017

BARIS BERBARIS DAN MENULIS

BARIS BERBARIS DAN MENULIS

Bari berbaris di simpang lima Bejen
Saat melihat lomba baris berbaris yang begitu banyak apresiasinya padahal hanya tingkat kabupaten, duh hati menjadi sedih. Bukan apa-apa, cuma kenapa hal seperti itu, tidak berlaku di dunia tulis-menulis?

Dunia tulis-menulis yang sepi peminat bahkan saat juara tingkat nasional pun tidak dilirik. Apalagi dijadikan contoh yang baik untuk siswa yang lain. Bahkan sebagai guru, aku kesulitan merekrut siswa. Sungguh, susahnya minta ampun. Sementara menjadi pasukan baris berbaris, komandan baris berbaris atau mayoret drumb band menjadi impian setiap siswa. Apakah karena dunia tulis-menulis sepi apresiasi dan jauh dari hingar bingar? Sementara baris berbaris dan drumband jauh lebih meriah, wah dan megah? Kenapa menulis menjadi momok sehingga yang ikut ekstra pun bisa dihitung dengan jari? Itu pun akan berkurang seiring berjalannya waktu. Aku tahu menulis itu berat di pikiran, sementara baris berbaris berat di badan.

Pertanyaan selanjutnya adalah apa yang salah dengan negeri ini? Katanya literasi dijalankan di setiap sekolah, lalu kenapa majalah sekolah saja tidak ada? Katanya negara menggalakkan gerakan literasi sekolah (GLS), tetapi kenapa lomba menulis untuk siswa saja tidak ada? Pernah memang dulu, dulu sekali. Ada lomba jurnalistik atau LKJS, kemudian dihapus karena ada penghematan anggran. Hello? Kalau penghematan suruh para wakil rakyat menghemat, suruh para pejabat berhemat, jangan generasi muda menjadi tumbalnya. Mungkin semua hanya proyek dan literasi itu hanya...ah entahlah, aku tidak mau mengumpat. Apalagi aku tidak mau diciduk hanya karena mengkritik pemerintah. Maafkan aku pemerintah, itu semua salah saya dan salah siswa. Kenapa siswa malas berpikir? Apakah menulis susah? Atau mereka cuma wegah? Tak tahulah.

Hal ini berbanding terbalik dengan lomba baris berbaris, pemerintah, entah pemerintah pusat maupun daerah menggelontorkan dana yang tidak sedikit. Padahal hanya sekelumit. Lihatlah persiapan berhari-hari dan menghabiskan biaya yang berjeti-jeti padahal hanya untuk sehari. Ironi. Mereka yang ikut baris berbaris pun tidak pernah diberi sertifikat, yang mungkin berguna untuk melanjutkan sekolah. Namun kendala mungkin pesertanya banyak dan bukan by name, namun mereka berkelompok. Ah, itu hanya alasan. Berbeda dengan lomba tulis menulis, siapa yang juara dia mendapat sertifikat yang bisa menambah poin nilai saat mendaftar ke jenjang sekolah berikutnya. Tetapi saja menulis tidak menariknya, menulis tidak majis, yang dapat menghipnotis generasi muda keranjingan dunia menulis. Duh, mimpiku kepagian.

Oh, negeriku, ironi negari penuh sensasi dimana gerakan literasi hanya fantasi dan ilusi. Aku sedih melihat kenyataan ini, kapan negeriku menyadari, literasi pasti aksi bukan hanya basa basi

Senin, 14 Agustus 2017

TIPS MEMILIH PASANGAN


         Apa susahnya sih memilih pasangan? Hm, emang tidak susah sih, tetapi susah bingit, kadang yang kita anggap jodoh kita, pasangan kita, eh ternyata bukan. Begitupun sebaliknya yang semula kita anggap tetangga dan teman biasa eh, ternyata pasangan kita. Begitulah, pasangan atau jodoh itu rahasia Allah SWT namun tidak ada salahnya juga jika kita mau memastikan bahwa si A atau si B itu pasangan kita bukan. Untuk lebih detailnya kamu bisa baca uraian berikut ini. Jika Tips Memilih Pasangan ini tidak sesuai dengan harapanmu, ya anggap saja ini sekedar solusi ringan dan norak. Selebihnya cari sendiri ya, wong pasangan-pasanganmu sendiri. Entar kalau dicarikan dikira kembali ke zaman Siti Nurbaya atau Malin Kundang, eits Malin Kundang bukan tentang jodoh ding, itu tentang anak yang tidak berbakti kepada ibunya karena sudah mempunyai jodoh yang cantik. Ups, salah, langsung saja deh, nih tipsnya.

  1. Pastikan pasangan kita itu manusia, sebab kalau uang namanya pesangon bukan pasangan. Pasangan yang kamu pilih usahakan jangan yang matre, yang sederhana saja, apa adanya jangan ada apanya. Pokoknya kalau pasanganmu manusia maka jauhkan tabiatnya yang mata duitan, kalau terpaksanya dia mata duitan ya sudah kamu kasih pesangon saja. Beres.
  2. Pastikan juga pasangan kita bukan Amuba, sebab pasangan itu bereproduksi, bukan membelah diri
  3. Jika pasangan kamu laki-laki, pastikan dia sudah bekerja, sebab kalau tidak, kamu yang akan dikerjai #eh
  4. Jika pasanganmu perempuan, pastikan dia bisa masak, sebab kalau tidak, dia akan berlangganan Go Food
  5. Jika pasanganmu dekat, maka jauhkanlah biar ada kesan LDR (Long Distance Relationship), hubungan jarak jauh.
  6. Jika pasanganmu jauh, biarkan saja, selama perginya mencari modal untuk bangun rumah, bukan nyari serep.
Begitulah enam resep yang dijamin tidak manjur sebab hidup itu dinamis apalagi yang namanya manusia, bisa jadi esok tempe sore dele, atau bisa juga esok tempe sore tahu. 

Jumat, 31 Maret 2017

GURU KOK GAPTEK?

      Tuntutan jaman memaksa guru harus dapat mengungguli siswanya. Apalagi dalam hal teknologi. Tidak perlu mahirlah, cukup melek teknologi saja. Ya, seperti memanfaatkan teknologi sebagai sumber belajar atau media pembelajaran. Jangan hanya bangga punya smart phone tetapi yang punya tidak smart.

      Apalagi kita tuh sekarang dapat double salary, dari gaji bulanan dan juga sertifikasi, sip kan? Gunakan dong uang sertifikasi untuk upgrade kemampuan, terutama penguasaan teknologi. Jangan pelitlah keluar duit, kan sertifikasi tujuannya untuk peningkatan kesejahteraan dan kemampuan. Sisihkanlah sedikit untuk ikut kursus atau beli buku ketrampilan, biar lebih PD ngajar dengan IT.
       Seandainya IT dikuasai maka banyaklah materi dan media pembelajaran yang dapat kita peroleh. Bahkan kita dapat mengirim tugas, melakukan broadcast dan juga mengajar secara online. Belum punya laptop? Haduh, dikemanakan saja uang sertifikasi? Di tabung? Dibelikan motor? Mobil? Rumah? Tanah? Untuk umrah? Naik haji. Ckck, boleh saja sih tetapi ayolah jadi guru yang profesional dulu baru materi kemudian.
Tahu ga sih, siswa sekarang canggih-canggih, jadi kalau soal IT mereka lebih jago. Namun kita juga haru lebih cerdas dari mereka. Misalnya kita mencari soal dari internet, ya harus dimodifikasi jangan plek, blek persis dan apa adanya. Kalau gitu kejadiannya bisa-bisa siswa sudah punya soal plus kuncinya. Kelihatan kalau kita tidak smart.
Kalau mau ditelusur lebih jauh lagi, agak menggelikan jika guru berangkat ke sekolah membawas tas cangklong. Ini mau ngajar apa ke pasar? Apa muat laptop di dalamnya? Kalau tidak, apa dong isinya? Lipstik? Kartu kredit? HP? Tab? IPAD? Atau surat-surat berharga? Ayolah malu dengan selembar sertifikat pendidik profesional jika fashion masih ditonjolkan.
Pernah suatu ketika seorang guru tidak bisa menyambung kabel laptop ke LCD, minta deh bantuan siswa, kalau hal sepele seperti ini ga bisa, maka wajar deh jika nanti terus dikerjain siswa. Yang kabelnya rusaklah, ada yang ga konek dan lain-lain. Itu baru kabelnya saja tidak paham, apalagi konten materi di dalamnya, file-filenya, power point, materinya, videonya dan yang lainnya. Ah, tambah heran saja.
Belum siswa yang ngetes gurunya, tanya inilah, itulah, padahal dia sudah tahu jawabannya. Kelihatan kan kita tidak siap dan tidak smart. Masih mau jadi guru gaptek? Enggalah ya?

Senin, 23 Januari 2017

MENGAKALI UJIAN NASIONAL 2017

      Ah, yang benar emang bisa mengakali Ujian Nasional? Bisa kok, terutama untuk para guru sih, sebab dalam buku ini dijelaskan bagaimana seorang guru bisa melakukan metode yang tertulis di buku itu. Penjelasan di buku ini jelas kok, step-stepnya, jadi tidak perlu khawatir jika anda tidak mampu melakukannya. Sebab apa yang tertulis dalam buku ini pernah kok dilakukan oleh si penulis sehingga ini true story, kisah nyata. Jadi bukan sesuatu yang baru teori atau sesuatu yang menjadi angan-angan. Ini sudah dibuktikan dan telah dilaksanakan sendiri oleh si penulis. Malah sebelum naskah ini saya tulis menjadi buku, saya sudah melakukan metode ini sebagai karya penelitian saya.
       Pada waktu itu, naskah saya, saya ikutkan dalam Lomba Karya Ilmiah Guru yang diadakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Alhamdulillah, lolos. Kemudian saya diminta datang ke Jakarta dan  diminta mempresentasikan naskah tersebut di depan para juri. Di situlah saya juga jelaskan metode ini bagaimana kita sebagai guru dapat membawa peserta didik meraih keberhasilan dalam mengikuti Ujian Nasional. Jadi isi buku ini berasal dari penelitian? Yups, betul itu hasil penelitian saya yang saya tulis ulang menjadi buku yang In Sha Alloh enak dibaca dan mudah dipraktekkan. 
      Emang apa saja metode dalam buku itu? Ya, sesuai judul bukunya metode yang terdapat dalam buku tersebut menguraikan tentang Early Detection atau deteksi dini. Nah, deteksi dini ini dilakukan terhadap siswa, materi UN dan juga hasil latihan ujian yang dilakukan. Lalu bagaimana cara mendeteksi tersebut biar tidak asal jalan. Menurut saya nih ya, (senyum manis) anda silakan beli buku saya. Buku ini hanya seharga Rp. 47.000 ditambah ongkos kirim. Kalau rumah anda dekat maka saya akan mengantar langsung, tidak perlu ongkos kirim. Yang mau pesan bisa WA saya 081328475275.