Kamis, 20 September 2018

DEMI PENAMPILAN SEORANG GURU

    Menjadi abdi negara, terutama pendidik di Bantul harus banyak yang diingat. Apa yang diingat? Salah satunya yang harus diingat adalah penampilan. Penampilan? Ya. Kalau tidak mau diketawain teman-teman dan siswa maka berpenampilanlah sesuai hari dan momennya.

Bantul memiliki aturan yang berbeda dengan negara lain, eh tempat lain. Kalau di belahan bumi lain (baca : daerah lain) baju hijau satpam tidak dipakai, bagi daerah kami tetap dipakai.

    Kami memakai baju ijo lumut itu setiap Senin. Jadi kalau Senin ngumpul untuk upacara, maka kami tampak seperti agar agar atau pudding hijau. Kadang orang menyebutnya pudding pandan wangi.
   Itu Senin. Kalau Selasa beda lagi, kita pakai baju kuning keki. Keki itu istilah saja bukan sejenis sifat sirik atau iri hati ya?  Lalu Rabu, kita memakai baju biru dongker. Ini juga istilah warna saja, bukan nama artis film; siapa itu Adipati Dongker. Bukan. Jangan salah ya?
    Selanjutnya Kamis, kami pakai baju batik. Terserah batiknya. Mau parang rusak, parang wedang atau parangtritis. Bebas. Kemudian hari Jumat, kami harus pakai baju putih dan celana hitam. Atau kalau mau, kita boleh pakai seragam olahraga. Dengan catatan; kaosnya berwarna putih. Begitulah ketentuan seragam di daerah kami.
    Eh, iya itu belum ditambah dengan hari-hari atau momen tertentu. Pas tanggal 17 tiap bulan, kami memakai baju korpri. Tanggal 20 tiap bulan, kami memakai pakaian adat dan setiap tanggal 25, kami memakai baju seragam PGRI. Hum, cukup rumit ya? Begitulah

Lah, kalau lupa?

Kalau lupa ya nasibnya sama kayak saya pagi ini, harus balik pulang dan berubah menjadi seperti di bawah ini. Untung tidak tiap hari salahnya

Jumat, 07 September 2018

MAKANAN GURU YANG MUBAZIR

     
     Setiap kegiatan entah itu workshop, diklat atau yang lain, selalu saja ada kegiatan makan snack atau makan besar. Mungkin tidak masalah ketika makanan sudah tersaji dalam dus atau tempat makan. Baik itu makanan kecil atau makanan berat. Sebab dengan terbungkus rapi seperti itu maka kita bisa membawa pulang saat makanan tersebut tidak habis. Kita bisa membawanya sebagai oleh-oleh atau diberikan orang lain. Pokoknya makanan itu bisa "diselamatkan."
     Beda kasus bila makanan dalam kegiatan edukatif itu prasmanan. Kita bisa memilih makanan apa saja. Dari makanan pembuka sampai makanan penutup, semua tersedia. Kita bisa memilih sesuka hati dan memilih yang disenangi. Namun sayangnya, banyak orang yang tidak memperhitungkan kekuatan perut. Banyak saya lihat orang mengambil semua makanan. Makanan tertumpuk penuh di sebuah piring. Bahkan hampir semua makanan dimuat dalam sebuah piring yang terbatas. Dalam bayangan saya, apa mungkin semua akan termakan habis? Mengingat semua makanan dibawa ke meja makannya. Belum minuman dan desertnya.
    Ya, Allah. Apa yang kukhawatirkan terjadi. Banyak makanan yang tidak dimakan dan tersisa sia-sia. Tidak tertuntaskan. Ada yang sudah secuil dirasakan. Ada yang masih utuh dan bertumpuk rapat dengan makanan yang lain. Semua makanan teronggok sempurna di atas piring. Lalu pertanyaannya, apakah ada yang mau mengambil atau memakannya? Tidak ada yang akan mengambil dan memakannya sebab bukankah itu makanan sisa. Meskipun kondisi makanan tersebut masih utuh. Jadi menurut saya makanan seperti itu sia-sia belaka. Makanan yang terlihat utuh tapi tetap menjadi sampah. 

Selasa, 28 Agustus 2018

GURU MITRA 1 SMP

   
    Tahun ini dapat pekerjaan baru sebagai guru mitra 1. Apa sih guru mitra 1 itu? Hum, apa ya? Ya kurang lebih guru yang saling berbagi. Guru mitra 1 berbagi pengalaman mengajar kepada guru mitra 2. Kemudian guru mitra2 mengajarkan pengalaman kepada guru mitra 3. Kita akan saling berbagi pengalaman. 
     Untuk memperlancar tugas guru mitra 1, kami diundang di Hotel Savero, Bogor Jalan Pajajaran.

Minggu, 10 Juni 2018

PENGUMUMAN PEMENANG MENULIS BUKU BACAAN 2018

    Alhamdulillah wa syukurilah, bisa terpilih dari 73 penulis bahan bacaan. Enggak yangka saja dari 1.300 peserta bisa terpilih. Padahal lho ya merasa bukuku biasa saja, malah photo yang kugunakan hanya menggunakan kamera HP. Terus ngirimnya juga mepet, terus masih ada beberapa yang diperbaiki. Tetapi ya itu tadi, kalau Alloh sudah bilang kun fayakun, ya jadilah. Menjadi pemenang. Perjuangan selama ini terbayar sudah. Dari mendatangi narasumber yaitu dua siswa yang berprestasi. Kemudian menuliskannya. Merubah tulisan dengan bahasa Aku, jadi menjadi POV 1.
    Kemudian tulisan jadi, kirimlah ke layouter. Nah, di sini juga ada yang menolong mencarikan layouter. Beberapa kali membetulkan layout buku, karena kurang ini dan itu. Akhirnya menyerah, sudahlah kesalahan kesalahan kecil lupakan saja. Sebab waktu sudah mengejar. Oiya cover buku sudah jauh-jauh hari pesan sebab ada teman yang mampu bikin cover. Alhamdulillah kedua duanya (cover dan layout) jadi dua hari sebelum deadline. 
    Padahal yang dikirim bukan file tetapi hardcopy. Itu artinya panitia hanya menerima bentuk fisiknya. So, itu harus dicetak lebih dari tiga. Walaupun panitia hanya menghendaki tiga exemplar yang dikirim. Tetapi masak aku tidak menyimpan atau mempunyai bukti buku tersebut. Akhirnya aku cetak 8 exemplar buku di jalan Gejayan. Meluncurlah aku ke sana siang itu. Dengan sedikit paksaan ke toko tersebut, agar diselesaikan besok siang. Artinya hanya sehari sebab aku tidak boleh terlambat mengirim. Kan deadline cap pos hari itu. Tidak boleh telat.
    Hari berikutnya, aku datang ke toko tersebut dan jadilah. Aku ambil setelah itu pergi ke kantor pos. Setelah lengkap, dikasihkan amplop dan kirimlah. Kelarlah semua, tinggal berdoa. Kalau dihitung-hitung kemarin itu habis 800ribu. Engga papa lah habis segitu. Kan sekarang aku dapat hadiah 10juta. Asek. Belum ditambah diundang ke Jakarta dua kali. Undangan pertama nanti tanggal 18 - 20 Juni 2018. Pasti deh pulang dari Jakarta masih dikasih sangu wkwk. Ngarep.com