Sabtu, 05 Januari 2019

LOMBA CERPEN TAHUN 2019

    Kali ini, saya mau membahas sebuah lomba cerita pendek yang diadakan oleh ICLA dan Rayakultura. Lomba ini hadiahnya cukup mengiurkan, 45 juta man. Memang ada 2 kategori sih: Pelajar dan Umum. Nah, untuk pelajar hadiahnya tentu lebih kecil, wong masih pelajar. Kan pelajar belum banyak keperluan dibandingkan orangtua atau orang dewasa. Oleh karena itu, bila Anda masuk kategori umum, entah itu pegawai, dosen, guru, ibu rumah tangga atau siapa pun, hadiahnya besar lho.

Untuk juara 1 saja sebesar 5juta. Terus juara 2 Rp. 3.500.000 dan juara 3 Rp. 1.500.000.

     Yang paling menyenangkan adalah juara tambahan. Meskipun tidak ada yang berharap menjadi juara harapan, namun bila pas apes, daripada tidak menang mending dapat juara harapan. Juara harapan pada lomba ini diambil sebanyak 11 karya. Lalu setiap karya diberi hadiah sebesar 750ribu. Lumayan kan? Oke,deh untuk info lebih lengkap dapat diakses pada flier berikut.
   
Lomba Cipta Cerita Pendek  Genre Sastra Hijau 2019 kali ini mengangkat tema:

MERAWAT DAN MELESTARIKAN BUMI RUMAH KITA SATU-SATUNYA

Seperti yang kutulis di atas bahwa hadiah total Rp 45 Juta. 45 Juta, men. Tidak itu saja bagi 20  Karya Cerita Pendek  Pilihan akan dibukukan. Di samping pilihan, Cerita Pendek Terbaik mendapat penghargaan ICLaw Golden Pen  Award dan Cerita Pendek   Terpilih mendapat  penghargaan ICLaw Golden Pen  Appreciation

Kegiatan ini digagas oleh  Yeni Fatmawati

Sudah penasaran mau ikut?
Lomba terbuka untuk 2 (dua)  kategori:
(A)  Tingkat   SMA/SLTA
(B) Tingkat Mahasiswa & Umum (Guru, Dosen, Pecinta/Pelestari Lingkungan dan Masyarakat Umum).

Persayaratan Lengkapnya;
  1. Peserta WNI maupun WNA  yang tinggal di Indonesia  maupun  di luar negeri. Lomba dibuka  6 Januari  2019 dan ditutup  30 Maret  2019  pukul 24.00 WIB
  2. Cerita pendek  (cerpen)  bersumber dari kisah nyata sekitar kita/pengalaman pribadi/ pemikiran idealis dan kultural (kearifan lokal) untuk memperkaya bobot  cerpen dan bisa menginspirasi serta aplikatif.
  3. Cerpen yang dilombakan  karya asli,  ditulis dalam bahasa Indonesia dan boleh menggunakan bahasa daerah atau istilah kearifan lokal di dalam dialog para tokohnya dijelaskan dalam catatan kaki (foot-note)
  4. Panjang Cerpen   antara 3.000 – 6.000 kata,  ditulis dengan huruf Times New Roman, font 12, berjarak 1,5 spasi dan margin kiri kanan rata.
  5. Setiap peserta boleh  mengirimkan maksimal 2 (dua) judul judul,  dilampiri scanning KTP atau Kartu Pelajar/Kartu Mahasiswa, foto pose bebas  dan Surat Pernyataan Karya Asli yang ditandatangani di atas Materai Rp 6.000,-  dikirim melalui e-mail:  cerpencintabumi@gmail.com
  6. Naskah cerpen   yang dilombakan menjadi milik Panitia Lomba  dan hak cipta milik penulisnya/cerpenisnya 
  7. Pemenang lomba diumumkan pada Hari Bumi 22 April 2019 pukul 24.00 WIB,  melalui Medsos, Press-Release,  di Website: www.iclaw.co.id dan www.rayakultura.net
  8. Jumlah Pemenang Lomba yang ditentukan oleh Dewan Juri  sebagai berikut:
  • Kategori Kategori A  pemenangnya terdiri dari Pemenang I, II dan III serta 3 (tiga) Karya Unggulan
  • Kategori C pemenangnya terdiri dari Pemenang I, II dan III serta 11 Karya Unggulan

Hadiah untuk Pemenang:

Kategori A
Pemenang I mendapat Uang Tunai  Rp 2.000.000,00 + ICLaw Golden Pen Award; Pemenang II mendapat Uang Tunai Rp 1.500.000,00 + ICLaw Golden Pen Appreciation; Pemenang III mendapat Uang Tunai Rp 1.000.000,00 + ICLaw Golden Pen Appreciation dan 3 (tiga) Karya Unggulan masing-masing mendapat Uang Tunai Rp 750.000,00 + ICLaw Golden Pen Appreciation

Kategori B
Pemenang I mendapat Uang Tunai Rp 5.000.000,00 + ICLaw Golden Pen Award; Pemenang II mendapat Uang Tunai Rp 3.500.000,00 + ICLaw Golden Pen Appreciation; Pemenang III mendapat Uang Tunai Rp 1.500.00,00 + ICLaw Goden Pen Appreciation dan 11 Karya Unggulan masing-masing mendapat Uang Tunai Rp 750.000,00 + ICLaw Golden Pen Appreciation

Catatan:
  1.  Semua hadiah dipotong pajak sesuai aturan pemerintah yang berlaku
  2. Pemenang yang karyanya dimuat dalam Antologi Cerpen Pemenang Lomba akan mendapat 1 (satu) eksemplar buku
  3. Seluruh peserta lomba akan mendapat penghargaan Piagam Peserta Lomba  dalam bentuk digital, dikirim melalui e-mail

Hum, Dewan Jurinya keren-keren; Naning Pranoto, Maman S. Mahayana, Wiyatmi, Yeni Fatmawati, Adri Darmadji Woko, Didien Pradoto, Shinta Miranda


    Nah tunggu apalagi? Mumpung masih banyak waktu kan sampai Maret tuh. Maka segera cari ide, tulis dan kirimkan. Eh, iya jangan lupa sesuaikan kriteria ya? Semoga sukses ya? 

Sabtu, 29 Desember 2018

Guru Idola

     Setelah tidak berhasil datang ke workshop, aku (kembali) datang ke bank. Penasaran saja, kenapa nasabah kok padat merayap.
Setelah memarkir sepeda motor, aku menuju pintu bank.
    Dengan sigap mbak satpam membukakan pintu. Meskipun ini bukan yang pertama tapi kalau yang membuka pintu, embak embak kok tambah Mak nyes. Eh, bukan ding itu ternyata efek AC bank. 
Mbak sekuriti tersenyum manis, aku pun membalas.
     "Mau ke mana, teller atau customer service?" tanyanya ramah.
     "Ke Teller, Mbak."
   Mbak sekuriti pun memijit mesin antrian. Teeeet. Keluarlah selembar kertas antrian. Nomor 132. Hum, cukup banyak. Dan ternyata hidupku tidak bisa jauh jauh dari angka 13. Kalau kemarin angka 134 sekarang angka 132. Jian,
Dia mengangsurkan nomor antrian.
Kuterima sambil mengucapkan banyak terimakasih. Kemudian aku membawa nomor itu sambil mencari tempat duduk. Mata kuedarkan dan tertumbuk kepada sosok ibu ibu.
Wajahnya begitu akrab. Dengan kacamata putih, seperti dulu. 10 tahun yang lalu. Oiya, aku baru ingat kalau beliau adalah guru SMA ku.
   Raut mukanya masih sama. Bersih. Masih cantik. Sedikit sekali goresan penuaan di wajahnya. Masih menawan. Masih ngangenin. Eh, enggak ding.
    Dulu beliau mengajar mapel IPS Sejarah. Beliaulah yang mengajarkan tentang sejarah dan masa lalu. Jadi kalau orang lain melupakan masa lalu tapi beliau malah nyuruh mengingat. Itulah mengapa kami, para siswanya sulit untuk move on. 

Minggu, 23 Desember 2018

Pelatihan Kok Bayar?

Ada aja sih orang yang menganggap pelatihan itu tidak perlu bayar. Bahkan dia akan sangat eman eman mengeluarkan uang untuk itu. Padahal nih ya kalau bayar itu kan lebih greget.
Coba bayangkan kalau kita bayar maka kita akan merasa sayang bila kegiatan itu kita sia siakan.

Kebalikannya, kalau tidak bayar, kita akan mendengarkan pemateri dengan santai sebab tidak bayar. Saat mempraktekkannya pun juga santai, kan tidak bayar. Terus akhir sesi, merasa tidak ada tuntutan apa apa, wong tidak bayar.

Jadi kadang saya suka heran, ketika ada orang atau siapa pun woro woro tentang pelatihan atau workshop, terus orang berbondong bondong ingin ikut. Namun ketika penyelenggara menuliskan membayar sekian ratus atau sekian juta jadi mikir. Jadi gamang. Ikut enggak, ikut enggak sampai ganti tahun.

Ada keraguan dan mungkin juga sayang untuk mengeluarkan biaya. Aku jadi geli sendiri.
Padahal kalau kita mau berpikir terbalik. Dari bayar pelatihan tersebut, kita jadi termotivasi, ini harus jadi. Syukur syukur ada sesuatu yang dihasilkan setelah pelatihan, pokoknya semacam dendam deh.

Kan sudah bayar, sayang kan kalau disia-siakan. Nah harusnya gitu.

Lagian kalau untuk beli lainnya saja tidak sayang. Masak untuk nutrisi otak masih mikir mikir. Namun ya tetap harus piroritas, jangan mentang mentang suka ilmu dan gampang punya duit terus semua diikuti. Entar jadinya tidak fokus dan malah pikirannya bercabang cabang. Kayak selingkuh gitu. #ups

Lalu pertanyaan selanjutnya, apa aku pernah ikut pelatihan yang berbayar? Eits, ya pernah dong. Sering malah. Enggak kapok? Enggak. Meskipun kadang tidak sesuai harapan kita. Yups. Kadang ikut pelatihan namun belum dapat berbuat sesuatu sesuai pelatihan tersebut.
Namun tak apa. Aku yakin kalau pertama misalnya tidak sesuai dengan tujuan kita, itu tetap saja bermanfaat bagi kita suatu saat nanti.

Mungkin secara langsung atau tidak langsung hal itu tetap bermanfaat. Yang penting kita serius, yakin deh pasti bermanfaat.

Karena jamaknya, bila tidak bayar kita sering meremehkan baik materinya maupun pembicaranya. Biasa begitu. Tapi kalau berbayar, kita biasanya lebih serius. Eh, tapi ini tergantung orangnya ding.

Nah, kalau kamu masih suka yang tidak berbayar, ya enggak papa juga sih.

Namun saranku kalau mau gratis tis tis dan dapat ilmu, ya ikut lomba saja. Kalau ikut lomba kan, biarpun tidak menang kan dapat ilmu gratis plus piknik. Halan halan.

Kamis, 13 Desember 2018

PERKAWINAN YANG IDEAL

    Tadi malam dapqt undangan menghadiri resepsi pernikahan seorang guru TK. Dia adalah guru TK anakku. Berbeda dengan resepsi pernikahan yang sudah sudah, pernikahan ini tampak berbeda.
Dari mulai undangan yang jelas tertulis 
"Tidak menerima sumbangan dalam bentuk apa pun."
   Itu artinya apa? Artinya bahwa mereka (para pengantin) tidak menerima, baik itu kado maupun amplop. So, jarang sekali kan ada pernikahan seperti itu. Memang selayaknya begitu. Namanya juga pesta, pesta perkawinan ya idealnya syukuran, bukan cari pengembalian atau cari modal. Ups.
   Ya kalau namanya syukuran itu ya siap kehilangan uang. Siap tombok dan bermodal besar. Kalau para tamu masih memasukkan amplop atau bingkisan sekilas terkesan kita pergi ke warung. Bedanya kalau ke warung kita bayar belakangan tapi kalau resepsi kita bayar di depan. Iya benar dulu ada analoginya begitu.
Nah, setelah ada resepsi pernikahan ini analogi miring itu terbantahkan.
    Tidak banyak orang yang sanggup menjalanan pesta perkawinan tanpa bingkisan dan amplop. Bahkan masih banyak juga orang yang benar benar kaya. Namun masih menerima sumbangan. Serius. Entahlah alasannya apa.
     Aku yakin sih, bahwa orang melakukan itu (resepsi tanpa sumbangan) bukan karena dia kaya atau sudah cukup, tapi memang sudah ikhlas berbagi. Tidak takut rugi. Sehingga tidak mengharapkan sumbangan orang lain lagi. Dia hanya memberi dan bersyukur telah resmi menjadi suami istri.
Jadi siapa yang sesungguhnya orang kaya?
   Tapi itu sih masalah pribadi, suka suka yang mau mengadakan resepsi dan pernikahan. Kalau memang sudah bisa berbagi ya berbagi saja tidak perlu mengharapkan sumbangan orang lain.
   Namun ada juga yang nekad, sudah tertulis tidak menrima sumbangan, masih saja dipaksa untuk menerima. Katanya itu tanda kasih sayang. Ya, ampun. Kalau kasih sayang mbok dipeluk atau dicium saja temantennya. #eaa Bagaimanapun ini termasuk pola perkawinan yang unik, menarik dan inovatif. Perkawinan tanpa sumbangan perlu dicontoh.
Itu perkawinannya. 

   Ada juga lho model undangan perkawinan yang unik, menarik dan nyentrik. Iya, pernah ada pengantwn yang mengirmkan undangan perkawinan menggunakan google drive. Jadi link atau alamat google drive tersebut dikirm ke WA atau e-mail tamu yang diundang. Unik kan?
   Ini berbeda dengan undangan kebayakan yang masih memakai kertas tebal. Undangan tebal yang dicetak lalu disebar, tak lama kemudian dibuang dan menjadi sampah.
   Itu kalau tidak menukil ayat ayat suci Al- quran tak masalah. Tapi kalau ada tulisan ayat atau surat dalam bahasa Arab tentu tidak boleh dibuang sembarangan. Tulisan suci itu tidak boleh sembarang ditruh atau dibuang.
Nah, kalau pakai file kan lebih aman, paperless dan efesien.
   Biar pun begitu, aku masih setuju bila perkawinan mengundang banyak tamu. Kenapa? Karena menghindari syuudzon. Orang kalau dikumpulkan dan diberitahu si fulan sudah menikah dengan si A, maka terhindarlah mereka dari fitnah.
  Lagian mengumpulkan teman dan berbagi rezeki kepada orang lain tentu mendapat banyak pahala kan?
  So, siapa yang akan mengundangku lagi dengan tulisan "Tidak menerima sumbangan dalam bentuk apa pun"