Selasa, 25 Oktober 2011

BILA SELEKSI SERTIFIKASI DARI HULU (LAGI)

Kecurangan sertifikasi telah banyak diketahui oleh umum dan mungkin menjadi rahasia umum bila ada (banyak) guru yang memanipulasi bukti-bukti berkas portofolio yang dinilaikan ketika mereka akan ikut sertifikasi. Ini sangat mencemaskan dan memprihatinkan bila dipandang bahwa yang melakukan hal tersebut adalah seorang guru yang harus digugu dan ditiru. Untuk mendapatkan 1 kali gaji para guru berusaha semaksimal mungkin tampil sempurna dengan memenuhi semua kriteria yang ada dalam poin-poin penilaian sertifikasi. Sekarang rasanya terlambat bila kita keluhkan dan menimpakan kesalahan tersebut dengan memperketat seleksi sertifikasi di masa yang akan datang. Hal itu menjadi tidak adil dengan perlakuan yang ditimpakan kepada calon atau guru yang belum sertifikasi. Wong yang lama saja belum profesional masak menuntut yang baru untuk profesional, bukankah nantinya para junior akan mencontoh para senior mereka? Bila pemerintah berniat mau membenahi dan memajukan pendidikan di negeri ini maka jalan satu-satunya adalah melakukan sertifikasi lagi dari guru-guru senior dulu kemudian baru para guru yang dibawahnya dan seterusnya. Mungkin ini akan makan waktu, tenaga dan keuangan yang banyak tetapi hasilnya akan dapat kita pertanggung jawabkan kepada masyarakat khususnya pengguna jasa pendidikan. Bila sertifikasi melalui pemberkasaan portofolio tidak atau kurang kredibel dan valid maka kembali ke pola plpg (pendidikan dan latih profesi guru) selama waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan guru yang benar-benar profesional. Kalau pada evaluasi sistem sertifikasi dengan pola plpg tidak bagus cari format yang lain seperti pendidikan profesi guru selama 1 tahun.Penulis yakin bahwa ini akan menghasil guru yang mumpuni dalam mendidik dan mengajar peserta didik.Disamping itu pagu anggaran yang diusulkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) sebesar Rp 64 triliun tidak akan sia-sia jika yang diperoleh adalah guru-guru yang mempunyai kompetensi dan profesional (KR-25-10-2011). Kadang penulis juga heran dengan beberapa teman yang sudah mendapat sertifikasi sementara masa kerjanya belum terlalu lama, apalagi ada teman penulis yang sudah mendapat sertifikasi tetapi tidak ada perubahan yang signifikan dengan karakter dan sikapnya sebagai seorang pendidik yang profesional. Seperti harus rajin, disiplin, well prepare dalam kegiatan belajar mengajar, dapat menjadi panutan junior, menunjukkan atensi terhadap peserta didik dan teman sejawat dan lain-lain.Karakter seperti itu nampaknya tidak ada agenda perubahan beberapa rekan guru yang sudah mendapatkan sertifikasi. Para guru tersebut hanya rajin ketika adanya supervisi dari pengawa yaitu rajin mempersiapkan dokumen dan berkas yang dibutuhkan dalam penilaian pengawas. Sungguh ironis. Seorang guru yang sering mengejar-ngejar peserta didik untuk rajin mengerjakan pekerjaan rumah dan tugas yang lain tetapi guru yang bersangkutan tidak dapat menerapkan sikap tersebut terhadap dirinya. Sungguh bukan salah orang lain atau pegawai lain bila ada kecemburan ketika melihat dan mendengar para guru memperoleh tambahan gaji sebesar 1 kali gaji tanpa ada konsuensi logis dengan peningkatan pendapatan tersebut. Nampaknya perlu mekanisme baru dan merubah pola-pola lama sertifikasi tersebut karena yang kita peroleh dan hasilkan bukan sosok guru yang kompeten tetapi hanya kompeten dalam menyiapkan dokumen bukan menyiapkan diri menghadapi peserta didik yang butuhn seorang guru yang profesional dan kompeten

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar yang membangun sangat berguna tidak hanya bisa mencaci tetapi berikan juga solusi