Kamis, 21 November 2013

JAVA INTERNATIONAL LIBRARY : PERPUSTAKAAN BERGAYA LOKAL TETAPI KUALITAS INTERNASIONAL

(Juara Harapan II Lomba Menulis Artikel Perpusda DIY 2013) 


Perkembangan pesat perpustakaan di berbagai daerah perlu kita syukuri karena hampir di tiap kecamatan bahkan setiap dusun telah berdiri perpustakaan. Di samping pesatnya perkembangan perpustakaan, sekarang juga mucul berbagai bentuk atau model perpustakaan. Ada model perpustakaan berbasis komunitas yang beranggotakan masyarakat dari berbagai tingkat usia, pendidikan dan latar belakang, perpustakaan berbasis pengetahuan, perpustakaan berbasis pasar, yang intinya koleksi buku disediakan berdasarkan permintaan atau keinginan pasar (baca:pemustaka) dan lain – lain.  Dalam amanat Undang-Undang Dasar 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, peran perpustakaan sangatlah penting. Perpustakaan dapat menjadi jembatan bagi para pencari sumber pengetahuan dan ketrampilan. Perpustakaan bukan lagi monopoli orang – orang intelek atau berpendidikan tetapi hampir semua golongan dapat menimba ilmu di perpustakaan. Pengusaha kecil, peternak, petani, dan profesi-profesi yang lain dapat mencari pengetahuan di perpustakaan karena perpustakaan dapat menyajikan dan menyediakan bacaan yang mereka inginkan. Jika mereka tidak menemukan di perpustakaan dusun, mereka dapat mencari perpustakaan di tingkat daerah dan provinsi. Kalaupun mereka belum menemukan yang mereka cari, mereka dapat mengakses internet yang telah disediakan di perpustakaan secara gratis.
 Sekarang perpustakaan telah berkembang demikian maju, perpustakaan tidak hanya menyediakan hard copy atau buku tetapi sarana untuk mengakses soft copy termasuk akses internet telah mereka sediakan.  Namun sayangnya masih banyak perpustakaan yang belum mengindahkan tentang pentingnya pelayanan prima (excellent service) sehingga kelengkapan koleksi buku dan kecanggihan sarana-prasarana yang disediakan kurang berarti. Malah bisa-bisa para pengunjung kecewa dan antipasti dengan perpustakaan karena keramahan dan profesionalisme pustakawan tidak dijaga dan ditingkatkan. Oleh karena itu, peningkatan dan pengembangan perpustakaan tidak hanya sarana – prasarana tetapi juga sumber daya manusia (SDM) yang ada di perpustakaan. Sebelum kita membahas tentang pengembangan perpustakaan yang sesuai dengan kekhasan daerah masing – masing, ada baiknya kita membahas tentang pengertian dan model perpustakaan yang ada terlebih dahulu.
      A.    Pengertian perpustakaan
Menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan, Perpustakaan Nasional adalah lembaga pemerintah non departemen yang melaksanakan tugas pemerintahan dalam bidang perpustakaan yang berfungsi sebagai perpustakaan pembina, perpustakaan rujukan, perpustakaan deposit, perpustakaan penelitian, perpustakaan pelestarian dan pusat jejaring perpustakaan, serta berkedudukan di ibukota negara. Bagi perpustakaan nasional mungkin hal itu tidak menjadi kendala karena terpenuhinya sumber dana, sarana-prasaran dan sumber daya manusia (SDM) sehingga tidak menjadi masalah seandainya perpustakaan nasional memiliki berbagai fungsi. Tetapi untuk perpustakaan yang berada di tingkat bawah, alangkah baiknya jika mengkhususkan diri pada salah satu fungsi dengan mengoptimalkan koleksi dan SDM. Dengan banyaknya fungsi perpustakaan memberikan kesempatan kepada para pengelola untuk mengembangkan perpustakaan atau kalau tidak mungkin pengelola perpustakaan dapat menfokuskan diri kepada salah satu fungsi perpustakaan. Ciri khas sebuah perpustakaan, baik koleksi buku maupun sarana-prasaran akan menjadi nilai lebih dan daya tarik bagi para pengunjung.
Darmono (2001:2) mengemukakan bahwa Perpustakaan pada hakekatnya adalah pusat sumber belajar dan sumber informasi bagi pemakainya. Perpustakaan sebagai pusat sumber belajar dan informasi artinya bahwa perpustakaan tidak harus selalu berupa koleksi buku semata, tetapi dapat ditambah dengan koleksi – koleksi yang dapat melengkapi kekhasan perpustakaan itu sendiri. Misalnya perpustakaan berfungsi sebagai perpustakaan penelitian maka di dalam perpustakaan tersebut berisi hasil – hasil penelitian dan juga koleksi buku yang dapat dijadikan referensi untuk penelitian tersebut. Sementara Wafford (2001) menterjemahkan perpustakaan sebagai salah satu organisasi sumber belajar yang menyimpan, mengelola dan memberikan layanan bahan pustaka baik buku maupun non buku kepada masyarakat tertentu maupun masyarakat umum. Definisi perpustakaan yang disampaikan oleh Wafford inilah yang menjadi inspirasi penulis bahwa perpustakaan jangan hanya terbelenggu dengan penyimpanan dan peminjaman buku semata. Padahal perpustakaan dapat mengembangkan ‘kegunaaan’ perpustakaan sebagai sumber belajar dari berbagai bentuk bahan pengetahuan yang dapat dimanfaatkan oleh pemustaka. Melalui pengertian perpustakaan yang disampaikan Wafford perpustakaan bisa merubah diri dan memperluas lingkup peran sertanya sebagai sumber belajar untuk khalayak.
      B.     Model – model perpustakaan
Perpustakaan adalah suatu unit kerja dari satu badan atau lembaga tertentu yang mengelola bahan-bahan pustaka, baik berupa buku-buku maupun bukan berupa buku (non book material) yang diatur secara sistematis menurut aturan tertentu sehingga dapat digunakan sebagai sumber informasi oleh setiap pemakainya. Dari berbagai bentuk perpustakaan yang ada perpustakaan berbasis pasarlah yang akan banyak dimanfaatkan dan diakses oleh pemustaka karena apa yang mereka inginkan sesuai dengan yang disediakan oleh perpustakaan tersebut. Perpustakaan yang berbasis pasar akan memberikan nuansa yang sangat berbeda pada perpustakaan pada umumnya. Karena pelayanan akan diberikan berdasarkan kebutuhan penggunanya. Biasanya pelayanan pada perpustakaan hanya berdasarkan keinginan pengelola perpustakaan dan persediaan (bantuan) yang diberikan pemerintah; entah itu bermanfaat atau hanya menjadi pajangan di lemari perpustakaan, namun apabila dilaksanakan berbasis pasar maka pelayanan akan diberikan berdasarkan kebutuhan, permintaan, dan keinginan customer. Sebagai contoh kecil adalah penyediaan buku pada perpustakaan di sebuah perguruan tinggi.
      C.     Pengembangan perpustakaan
Berdasarkan pengertian yang disampaikan para ahli di atas maka pengembangan perpustakaan dapat dilakukan seluas-luasnya, dengan catatan tidak melanggar undang-undang yang ada, termasuk tidak boleh mencari keuntungan dari perpustakaan tersebut. Pengembangan perpustakaan menurut Blasius Sudarsono dalam bukunya “Antologi Kepustakawan Indonesia” mengatakan bahwa pembangunan perpustakaan umum di Indonesia masih sangat lemah (Sudarsono, 2006 : 164). Ini disebabkan oleh beberapa factor seperti sumber daya manusia, sarana-prasarana dan pelayanan. Di sini penulis akan mencoba memberikan gambaran perpustakaan yang menurut penulis dapat menjadi daya tarik dan mempunyai ciri khas kedaerahan, khususnya Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Jika hal ini dapat membuat perpustakaan dapat berperan banyak dalam meningkatkan dan mencerdaskan kehidupan bangsa, kenapa tidak kita lakukan?
                  1.      Sumber Daya Manusia (SDM) atau Pustakawan
Sumber daya manusia di perpustakaan dapat terdiri dari pustakawan, tenaga administrasi dan operator komputer yang senantiasa selalu ditingkatkan kualitasnya dengan diikutsertakan dalam kegiatan pelatihan, seminar-seminar, loka karya, workshop dan kongres dibidang perpustakaan maupun disiplin ilmu yang relevan. Dengan mengikutsertakan dalam berbagai kegiatan pelatihan, seminar dan lain-lain akan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan. Kalau perlu juga dilakukan studi banding ke perpustakaan yang terbaik, yang ada di Indonesia maupun luar negeri. Di samping itu juga melakukan pemilihan pustakawan terbaik setiap setahun sekali sehingga akan memacu dan memotivasi para pustakawan selalu tampil professional.
Keprofesionalan pustakawan dan pengelola perpustakaan juga dapat dibangun dari luar semisal cara berpakaian. Pemakaaian seragam pegawai bagi pustakawan baik dan sah – sah saja tetapi untuk menunjukkan eksistensi kelokalan maka alangkah baiknya jika pustakawan menggunakan pakaian adat. Sebagai contoh untuk pustakawan di Jogjakarta, pustakawan memakai pakaian adat jawa; laki – laki mengenakan blangkon dan sorjan dan perempuan menggunakan kebaya. Alangkah elegan dan indahnya dipandang mata. Kalau DKI saja berani mewajibkan para pegawai pemerintah memakai pakainan adat betawi, masak kita tidak dapat mewajibkan para pegawai perpustakaan memakai pakaian tradisional. Di samping itu, para petugas dapat memberikan contoh dan model pakaian jawa kepada para generasi muda atau pemustaka yang datang ke perpustakaan. Namun pakaian jawa yang kelihatan pemakaiannya ribet dapat di antisipasi dengan membuat model yang praktis dan simpel tetapi tidak mengurangi esensi pakaian tersebut.
Pemakaian busana Jawa merupakan upaya luar yang dapat dilakukan, sementara upaya dari dalam dapat dilakukan dengan menggali sifat atau water dasar orang Jawa. Dengan menggali kepribadian orang Jawa maka akan terbentuk budaya dan kepribadian Jawa yang adiluhung. Endraswara (2003) mengatakan bahwa watak dasar orang Jawa adalah sikap nrima. Nrima adalah menerima segala sesuatu dengan kesadaran spiritual-psikologis, tanpa merasa nggrundel (menggerutu karena kecewa di belakang).orang Jawa begitu menjunjung tinggi sifat keramahtamahan dan nilai kerukunan antar sesama sehingga begitu menghindari konflik demi mencapai kedamaian dalam hidup (Suseno, 2001). Dengan menggali watak – watak yang ada berdasarkan asal usul merupakan sebuah strategi untuk menunjukkan eksistensi dan menggali kebudayaan serta adat istiadat yang hidup di masyarakat.

2.      Sarana Prasarana
Untuk sarana dan prasarana yang ada di perpustakaan baiknya diciptakan sebagai tempat dan sumber belajar sehingga dari luar harus sudah memberikan kesan dan ciri khas sebuah gedung perpustakaan  daerah tertentu. Oleh karena untuk saran dan prasarana, penulis membagi dalam beberapa bagian seperti:
a)      Gedung atau bangungan perpustakaan
Gedung perpustakaan harus yang benar-benar dirancang untuk perpustakaan, dimana lokasinya harus strategis dan mudah dijangkau oleh masyarakat penggunanya serta diperlengkapi dengan sarana dan fasilitas pendukung seperti aula, ruang layanan, ruang pengolahan, ruang staf dan pimpinan, toilet, areal parkir yang memadai dan memperhatikan kenyamanan pengguna untuk membaca.
Untuk gedung mungkin tulisan ini agak terlambat atau kalau memungkinkan dipugar kembali, penulis menyarankan untuk membuat gedung yang bercirikas lokal. Kalau perpustakaan di Jogjakarta, maka baiknya gedungnya berbentuk joglo dengan arsitektur jawani. Pemberian hiasa janur- janur dan beraneka ketrampilan tangan dari daun kelapa tersebut dapat dijadikan hiasan menambah kesan adat dan budaya Jawa. Kita dapat mencontoh budaya yang ada di pulau Bali, hampir semua tempat memberikan corak dan ciri khas bali, entah itu bentuk bangungan/gedung maupun hiasan – hiasan yang lain. Untuk itu alangkah baiknya jika di Jogjakarta juga menerapkan model gedung berciri Jogjakarta. Ini juga sebagai sumber belajar para generasi muda dalam memahami bentuk bangungan daerah tertentu.
b)      Cafe atau mini resto dalam perpustakaan
Penulis berpendapat bahwa tidak tabu untuk membiarkan para pengunjung membawa makanan dan minuman. Malah kalau perlu pihak perpustakaan membuka sebuah cafe atau mini resto yang menyediakan  makanan d  dan minuman ringan. Cafe ini berada di dalam gedung perpustakaan dengan model self service. Para pengunjung dapat mengambil dan melayani sendiri karena ini merupakan bagian dari kantin kejujuran. Dengan harapan bahwa perpustakaan juga ikut andil dalam membangun karakter bangasa yang jujur dan berani. Pendapatan cafe ini akan selalu di audit setiap minggu dan diinformasikan kepada para pengujung tentang hasil dari cafe kejujuran tersebut. Apakah cafe mengalami keuntungan atau kerugian dalam berniaga? Jangan lupa juga ucapkan juga terimakasih kepada pengunjung atas kejujurannya berbelanja di cafe kejujurannya.Perpustakaan Sebagai Lembaga Nirlaba Perpustakaan sebagai lembaga informasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat tidak menitikberatkan pada pencarian keuntungan materi. Mari bersama – sama kita ciptakan generasi penerus yang jujur dan berani.
c)      Interior dan eksterior perpustakaan
Interior yang ada di perpustakaan baiknya dihias dengan ciri khas Indonesia atau kedaerahan seperti untuk Jawa bisa dengan memberikan wayang geber atau berjejernya beberapa wayang di sudut perpustakaan. Nah kalau memungkinkan juga dipajang beberapa gamelan di dalam gedung perpustakaan dengan diberikannya tulisan nama gamelan tersebut. Untuk nguri-nguri kesenian tradisional, khususnya karawitan, pihak perpustakaan dapat memberikan kursus atau diklat nabuh gamelan pada waktu – waktu tertentu. Dengan cara tersebut maka perpustakaan dapat sebagai sumber belajar dan sekaligus pelestari kesenian Jawa.

3.      Pelayanan atau service
Layanan perpustakaan dapat berupa layanan terbuka (open acces) dan layanan tertutup (closed acces). Sedangkan sistem layanan untuk perpustakaan umum ada baiknya diterapkan adalah sistem layanan terbuka (open acces). Sementara itu fasilitas-fasilitas yang perlu diberikan oleh perpustakaan untuk dapat dikatakan ideal adalah : (a) layanan otomasi, (b) layanan foto copy, (c) layanan pandang dengan (audio visual), (d) layanan hotspot (wifi) internet, (e) layanan untuk orang dengan kondisi khusus (cacat).
a)      Peminjaman
komputer dalam otomasi perpustakaan ini terdiri dari : (a) Sistem akuisisi dan pemesanan bahan pustaka, (b) Sistem sirkulasi, (c) Sistem pengatalogan, (d) Kontrol terbitan berseri. Sedangkan perangkat lunak (software) yang dapat digunakan atau dipilih diantara yang beredar di pasaran sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan finansial perpustakaan itu sendiri. Perangkat lunak itu antara lain adalah NCI-Bookman, INMAGIC, LIBRARIAN, Micro CDS/ISIS ataupun versi Windowsnya yaitu Winisis, VTLS, TINLIB dan lain-lain. Penerapan komputer atau otomasi perpustakaan tentulah berdasarkan pertimbangan terhadap kemampuan komputer yang sangat cepat dan tepat dalam pekerjaan yang sering dan selalu berulang-ulang. Sehingga dengan menggunakan komputer biaya pengerjaannya akan lebih murah dibanding dengan tenaga manusia (Davis, 1986:43).Fungsi Deposit Sesuai arti kata deposit yakni menyimpan, maka perpustakaan merupakan tempat menyimpan informasi yang dibutuhkan oleh para pemakai. Fungsi penyimpanan yang dimaksudkan menyimpan informasi yang telah dikemas dalam berbagai bentuk kemasan. Pada umumnya orang mengenal perpustakaan sebagai tempat menyimpan buku, akan tetapi perkembangan saat ini, informasi dapat dikemas dalam bentuk CD atau VCD.
b)      Menjalin komunitas
Menurut pasal 12 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007, tentang Perpustakaan, menyebutkan bahwa perpustakaan melakukan kerja sama dengan berbagai pihak untuk meningkatkan layanan kepada pemustaka. Tujuan kerjasama ini adalah untuk meningkatkan jumlah pemustaka yang dapat dilayani dan meningkatkan mutu layanan perpustakaan.Untuk menjalin kerjasama dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu yang formal atau informal. Menjalin kerjasama secara formal adalah dengan menjalin kerjasama dengan warga sekolah dan warga masyarakat. Kerjasama secara informal yaitu dengan menjalin kerjasama dengan para pengguna facebook atau twitter. Ketika para pengunjung datang dan meminjam buku, pustakawan dapat meminta alamat facebook atau twitter untuk menjalin kerjasama di kemudian hari. Dengan fasilitas tersebut pustakawan dapat menginformasikan tentang buku – buku baru dan info – info yang berhubungan dengan perpustakaan seperti lomba yang diadakan perpustakaan pusat atau perpustakaan daerah.
c)      Peningkatan promosi dan publikasi
fungsi publikasi ini dapat dimaksimalkan sebagai media komunikasi informasi, agar hasil karya sivitas akademik dikenal dan dimanfaatkan oleh berbagai pihak. Perpustakaan perlu menambah tenaga kerja yang mahir menangani Teknologi Informasi. Tujuannya adalah meningkatkan promosi dan publikasi karena bagaimanapun sebuah lembaga atau instanti perlu terus melakukan promosi dan publikasi atas kegiatan – kegiatannya.
Kesimpulan
Gambaran dan impian tersebut yang terangkum di bawah ini antara lain adalah : (1) gedung dan bangunan yang megah atau mewah dengan sejumlah ruangan yang memadai dengan tidak meninggalkan kekhasan daerah dimana gedung perpustakaan berdiri, (2) para pegawai yang bersemangat, berintegritas, berdisiplin dan menjiwai serta loyal kepada pekerjaan, (3) lokasi yang strategis dengan lahan yang luas dan mudah diketahui masyarakat dan mudah dijangkau pengunjung disertai sejumlah papan penunjuk yang jelas, (4) sarana dan prasarana yang memadai dengan menambah fasilitas yang mampu membuat nyaman, perlengkapan/inventaris kantor yang baik dan standar, seperti meubiler; hiasan kekayaan lokal, alat transportasi, dan beberapa mesin untuk mendukung pelaksanaan aktivitas organisasi, (5) sumber informasi (koleksi) bahan pustaka yang relatif lengkap, bervariasi, bermutu dan jumlah yang memadai dan selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (up to date), (6) tersedia dan dilengkapi penerapan teknologi, terutama teknologi informasi, dan (7) sistem, prosedur dan mekanisme kerja yang baik. Hal tersebut seperti apa yang telah disampaikan oleh Supriyanto, 2006 : 28 dengan menambah beberapa sarana dan prasarana yang lebih menunjukkan kekhasan suatu daerah. Dengan kemampuan financial dan SDM yang memadai maka Java Internasional Library : perpustakaan bergaya lokal tetapi kualitas internasional, dapat terwujud. Di tingkat local kita dapat memberikan contoh dan memberi pengetahuan kepada masyarakat  dan di tingkat internasional kita tidak kalah dengan perpustakaan yang ada di dunia. Ini menjadi kebanggan tersendiri bagi kita.

 
Daftar Pustaka

Darmono, Manajemen dan Tata Perpustakaan Sekolah (Cet. I; Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2001), h. 2
Sudarsono, Blasius.2006. Antologi Kepustakawanan Indonesia. Jakarta : Pengurus Pusat IPI bekerja sama dengan Sagung Seto
Davis, William S.. 1986. Sistem pengolahan informasi. Jakarta : Erlangga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar yang membangun sangat berguna tidak hanya bisa mencaci tetapi berikan juga solusi