(Juara Harapan II Lomba Menulis Artikel Perpusda DIY 2013)
Perkembangan pesat
perpustakaan di berbagai
daerah perlu
kita syukuri karena hampir
di tiap kecamatan bahkan setiap dusun telah berdiri perpustakaan. Di samping pesatnya perkembangan perpustakaan,
sekarang juga mucul berbagai bentuk atau model perpustakaan. Ada model
perpustakaan berbasis komunitas yang beranggotakan masyarakat
dari berbagai tingkat usia, pendidikan dan latar belakang, perpustakaan berbasis pengetahuan, perpustakaan
berbasis pasar, yang intinya koleksi buku disediakan berdasarkan permintaan
atau keinginan pasar (baca:pemustaka) dan lain – lain. Dalam amanat Undang-Undang Dasar 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, peran perpustakaan
sangatlah penting. Perpustakaan dapat menjadi jembatan bagi para pencari sumber
pengetahuan dan ketrampilan. Perpustakaan
bukan lagi monopoli orang – orang intelek atau berpendidikan tetapi hampir
semua golongan dapat menimba ilmu di perpustakaan. Pengusaha kecil, peternak,
petani, dan profesi-profesi
yang lain dapat mencari pengetahuan di perpustakaan karena
perpustakaan dapat menyajikan dan menyediakan bacaan yang mereka inginkan. Jika mereka tidak menemukan di
perpustakaan dusun, mereka dapat mencari perpustakaan di tingkat daerah dan
provinsi. Kalaupun mereka belum menemukan yang mereka cari, mereka dapat mengakses
internet yang telah disediakan di perpustakaan secara gratis.
Sekarang perpustakaan telah
berkembang demikian maju, perpustakaan tidak hanya menyediakan hard copy atau
buku tetapi sarana untuk mengakses soft copy termasuk akses internet telah
mereka sediakan. Namun
sayangnya masih banyak perpustakaan yang belum mengindahkan tentang pentingnya
pelayanan prima (excellent service) sehingga kelengkapan koleksi buku dan kecanggihan
sarana-prasarana yang disediakan kurang berarti. Malah bisa-bisa para pengunjung
kecewa dan antipasti dengan perpustakaan karena keramahan dan profesionalisme
pustakawan tidak dijaga dan ditingkatkan. Oleh karena itu, peningkatan dan
pengembangan perpustakaan tidak hanya sarana – prasarana tetapi juga sumber
daya manusia (SDM) yang ada di perpustakaan. Sebelum kita membahas tentang
pengembangan perpustakaan yang sesuai dengan kekhasan daerah masing – masing,
ada baiknya kita membahas tentang pengertian dan model perpustakaan yang ada
terlebih dahulu.
A.
Pengertian perpustakaan
Menurut
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan, Perpustakaan Nasional
adalah lembaga pemerintah non departemen yang melaksanakan tugas pemerintahan
dalam bidang perpustakaan yang berfungsi sebagai perpustakaan pembina,
perpustakaan rujukan, perpustakaan deposit, perpustakaan penelitian,
perpustakaan pelestarian dan pusat jejaring perpustakaan, serta berkedudukan di
ibukota negara. Bagi
perpustakaan nasional mungkin hal itu tidak menjadi kendala karena terpenuhinya
sumber dana, sarana-prasaran dan sumber daya manusia (SDM) sehingga tidak
menjadi masalah seandainya perpustakaan nasional memiliki berbagai fungsi. Tetapi
untuk perpustakaan yang berada di tingkat bawah, alangkah baiknya jika
mengkhususkan diri pada salah satu fungsi dengan mengoptimalkan koleksi dan
SDM. Dengan banyaknya fungsi perpustakaan memberikan kesempatan kepada para
pengelola untuk mengembangkan perpustakaan atau kalau tidak mungkin pengelola
perpustakaan dapat menfokuskan diri kepada salah satu fungsi perpustakaan. Ciri
khas sebuah perpustakaan, baik koleksi buku maupun sarana-prasaran akan menjadi
nilai lebih dan daya tarik bagi para pengunjung.
Darmono (2001:2) mengemukakan
bahwa Perpustakaan pada hakekatnya adalah pusat sumber belajar dan sumber
informasi bagi pemakainya.
Perpustakaan sebagai pusat sumber belajar dan informasi artinya bahwa
perpustakaan tidak harus selalu berupa koleksi buku semata, tetapi dapat
ditambah dengan koleksi – koleksi yang dapat melengkapi kekhasan perpustakaan
itu sendiri. Misalnya perpustakaan berfungsi sebagai perpustakaan penelitian
maka di dalam perpustakaan tersebut berisi hasil – hasil penelitian dan juga
koleksi buku yang dapat dijadikan referensi untuk penelitian tersebut.
Sementara Wafford (2001) menterjemahkan perpustakaan sebagai salah satu
organisasi sumber belajar yang menyimpan, mengelola dan memberikan layanan
bahan pustaka baik buku maupun non buku kepada masyarakat tertentu maupun
masyarakat umum. Definisi perpustakaan yang disampaikan oleh Wafford inilah yang
menjadi inspirasi penulis bahwa perpustakaan jangan hanya terbelenggu dengan
penyimpanan dan peminjaman buku semata. Padahal perpustakaan dapat
mengembangkan ‘kegunaaan’ perpustakaan sebagai sumber belajar dari berbagai
bentuk bahan pengetahuan yang dapat dimanfaatkan oleh pemustaka. Melalui
pengertian perpustakaan yang disampaikan Wafford perpustakaan bisa merubah diri
dan memperluas lingkup peran sertanya sebagai sumber belajar untuk khalayak.
B.
Model – model perpustakaan
Perpustakaan
adalah suatu unit kerja dari satu badan atau lembaga tertentu yang mengelola
bahan-bahan pustaka, baik berupa buku-buku maupun bukan berupa buku (non book
material) yang diatur secara sistematis menurut aturan tertentu sehingga dapat
digunakan sebagai sumber informasi oleh setiap pemakainya. Dari berbagai bentuk perpustakaan yang ada perpustakaan berbasis pasarlah
yang akan banyak dimanfaatkan dan diakses oleh pemustaka karena apa yang mereka
inginkan sesuai dengan yang disediakan oleh perpustakaan tersebut. Perpustakaan
yang berbasis pasar akan memberikan nuansa yang sangat berbeda pada
perpustakaan pada umumnya. Karena
pelayanan akan diberikan berdasarkan kebutuhan penggunanya. Biasanya
pelayanan pada perpustakaan hanya berdasarkan keinginan pengelola perpustakaan dan persediaan (bantuan) yang diberikan pemerintah; entah itu bermanfaat
atau hanya menjadi pajangan di lemari perpustakaan, namun
apabila dilaksanakan berbasis pasar maka pelayanan akan diberikan berdasarkan
kebutuhan, permintaan, dan keinginan customer.
Sebagai contoh kecil adalah penyediaan buku pada perpustakaan di sebuah
perguruan tinggi.
C.
Pengembangan perpustakaan
Berdasarkan pengertian yang disampaikan para ahli di atas maka
pengembangan perpustakaan dapat dilakukan seluas-luasnya, dengan catatan tidak
melanggar undang-undang yang ada, termasuk tidak boleh mencari keuntungan dari
perpustakaan tersebut. Pengembangan perpustakaan menurut Blasius Sudarsono dalam bukunya “Antologi Kepustakawan Indonesia” mengatakan
bahwa pembangunan perpustakaan umum di Indonesia masih sangat lemah (Sudarsono,
2006 : 164).
Ini disebabkan oleh beberapa factor seperti sumber daya manusia,
sarana-prasarana dan pelayanan. Di sini penulis akan mencoba memberikan
gambaran perpustakaan yang menurut penulis dapat menjadi daya tarik dan
mempunyai ciri khas kedaerahan, khususnya Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Jika hal ini dapat membuat perpustakaan dapat berperan banyak dalam meningkatkan
dan mencerdaskan kehidupan bangsa, kenapa tidak kita lakukan?
1. Sumber
Daya Manusia (SDM) atau Pustakawan
Sumber daya manusia di perpustakaan dapat terdiri dari
pustakawan, tenaga administrasi dan operator komputer yang senantiasa selalu
ditingkatkan kualitasnya dengan diikutsertakan dalam kegiatan pelatihan,
seminar-seminar, loka karya, workshop dan kongres dibidang perpustakaan maupun
disiplin ilmu yang relevan. Dengan mengikutsertakan dalam berbagai kegiatan
pelatihan, seminar dan lain-lain akan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan.
Kalau perlu juga dilakukan studi banding ke perpustakaan yang terbaik, yang ada
di Indonesia maupun luar negeri. Di samping itu juga melakukan pemilihan
pustakawan terbaik setiap setahun sekali sehingga akan memacu dan memotivasi
para pustakawan selalu tampil professional.
Keprofesionalan pustakawan dan pengelola perpustakaan
juga dapat dibangun dari luar semisal cara berpakaian. Pemakaaian
seragam pegawai bagi pustakawan baik dan sah – sah saja tetapi untuk
menunjukkan eksistensi kelokalan maka alangkah baiknya jika pustakawan
menggunakan pakaian adat. Sebagai contoh untuk pustakawan di Jogjakarta,
pustakawan memakai pakaian adat jawa; laki – laki mengenakan blangkon dan
sorjan dan perempuan menggunakan kebaya. Alangkah elegan dan indahnya dipandang
mata. Kalau DKI saja berani mewajibkan para pegawai pemerintah memakai pakainan
adat betawi, masak kita tidak dapat mewajibkan para pegawai perpustakaan
memakai pakaian tradisional. Di samping itu, para petugas dapat memberikan
contoh dan model pakaian jawa kepada para generasi muda atau pemustaka yang
datang ke perpustakaan. Namun pakaian jawa yang kelihatan pemakaiannya ribet
dapat di antisipasi dengan membuat model yang praktis dan simpel tetapi tidak
mengurangi esensi pakaian tersebut.
Pemakaian busana Jawa merupakan upaya luar yang dapat
dilakukan, sementara upaya dari dalam dapat dilakukan dengan menggali sifat
atau water dasar orang Jawa. Dengan menggali kepribadian orang Jawa maka akan
terbentuk budaya dan kepribadian Jawa yang adiluhung. Endraswara
(2003) mengatakan bahwa watak dasar orang Jawa adalah sikap nrima. Nrima adalah
menerima segala sesuatu dengan kesadaran spiritual-psikologis, tanpa merasa
nggrundel (menggerutu karena kecewa di belakang).orang Jawa begitu menjunjung
tinggi sifat keramahtamahan dan nilai kerukunan antar sesama sehingga begitu
menghindari konflik demi mencapai kedamaian dalam hidup (Suseno, 2001). Dengan menggali watak – watak yang ada berdasarkan asal usul merupakan
sebuah strategi untuk menunjukkan eksistensi dan menggali kebudayaan serta adat
istiadat yang hidup di masyarakat.
2. Sarana
Prasarana
Untuk sarana dan prasarana yang ada
di perpustakaan baiknya diciptakan sebagai tempat dan sumber belajar sehingga
dari luar harus sudah memberikan kesan dan ciri khas sebuah gedung
perpustakaan daerah tertentu. Oleh
karena untuk saran dan prasarana, penulis membagi dalam beberapa bagian
seperti:
a) Gedung
atau bangungan perpustakaan
Gedung perpustakaan harus yang
benar-benar dirancang untuk perpustakaan, dimana lokasinya harus strategis dan
mudah dijangkau oleh masyarakat penggunanya serta diperlengkapi dengan sarana
dan fasilitas pendukung seperti aula, ruang layanan, ruang pengolahan, ruang
staf dan pimpinan, toilet, areal parkir yang memadai dan memperhatikan
kenyamanan pengguna untuk membaca.
Untuk gedung mungkin tulisan ini
agak terlambat atau kalau memungkinkan dipugar kembali, penulis menyarankan
untuk membuat gedung yang bercirikas lokal. Kalau perpustakaan di Jogjakarta,
maka baiknya gedungnya berbentuk joglo dengan arsitektur jawani. Pemberian hiasa
janur- janur dan beraneka ketrampilan tangan dari daun kelapa tersebut dapat
dijadikan hiasan menambah kesan adat dan budaya Jawa. Kita dapat mencontoh
budaya yang ada di pulau Bali, hampir semua tempat memberikan corak dan ciri
khas bali, entah itu bentuk bangungan/gedung maupun hiasan – hiasan yang lain.
Untuk itu alangkah baiknya jika di Jogjakarta juga menerapkan model gedung
berciri Jogjakarta. Ini juga sebagai sumber belajar para generasi muda dalam
memahami bentuk bangungan daerah tertentu.
b) Cafe
atau mini resto dalam perpustakaan
Penulis berpendapat bahwa tidak
tabu untuk membiarkan para pengunjung membawa makanan dan minuman. Malah kalau
perlu pihak perpustakaan membuka sebuah cafe atau mini resto yang
menyediakan makanan d dan minuman ringan. Cafe ini berada di dalam
gedung perpustakaan dengan model self service. Para pengunjung dapat mengambil
dan melayani sendiri karena ini merupakan bagian dari kantin kejujuran. Dengan
harapan bahwa perpustakaan juga ikut andil dalam membangun karakter bangasa
yang jujur dan berani. Pendapatan cafe ini akan selalu di audit setiap minggu
dan diinformasikan kepada para pengujung tentang hasil dari cafe kejujuran
tersebut. Apakah cafe mengalami keuntungan atau kerugian dalam berniaga? Jangan
lupa juga ucapkan juga terimakasih kepada pengunjung atas kejujurannya
berbelanja di cafe kejujurannya.Perpustakaan Sebagai Lembaga Nirlaba
Perpustakaan sebagai lembaga informasi dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat tidak menitikberatkan pada pencarian keuntungan materi.
Mari bersama – sama kita ciptakan generasi penerus yang jujur dan berani.
c) Interior
dan eksterior perpustakaan
Interior yang ada di perpustakaan
baiknya dihias dengan ciri khas Indonesia atau kedaerahan seperti untuk Jawa
bisa dengan memberikan wayang geber atau berjejernya beberapa wayang di sudut
perpustakaan. Nah kalau memungkinkan juga dipajang beberapa gamelan di dalam
gedung perpustakaan dengan diberikannya tulisan nama gamelan tersebut. Untuk
nguri-nguri kesenian tradisional, khususnya karawitan, pihak perpustakaan dapat
memberikan kursus atau diklat nabuh gamelan pada waktu – waktu tertentu. Dengan
cara tersebut maka perpustakaan dapat sebagai sumber belajar dan sekaligus
pelestari kesenian Jawa.
3. Pelayanan
atau service
Layanan perpustakaan dapat berupa layanan terbuka (open
acces) dan layanan tertutup (closed acces). Sedangkan sistem
layanan untuk perpustakaan umum ada baiknya diterapkan adalah sistem layanan
terbuka (open acces). Sementara itu fasilitas-fasilitas yang perlu
diberikan oleh perpustakaan untuk dapat dikatakan ideal adalah : (a) layanan
otomasi, (b) layanan foto copy, (c) layanan pandang dengan (audio visual),
(d) layanan hotspot (wifi) internet, (e) layanan untuk orang
dengan kondisi khusus (cacat).
a) Peminjaman
komputer dalam otomasi
perpustakaan ini terdiri dari : (a) Sistem akuisisi dan pemesanan bahan
pustaka, (b) Sistem sirkulasi, (c) Sistem pengatalogan, (d) Kontrol terbitan
berseri. Sedangkan perangkat lunak (software) yang dapat digunakan
atau dipilih diantara yang beredar di pasaran sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan finansial perpustakaan itu sendiri. Perangkat lunak itu antara lain
adalah NCI-Bookman, INMAGIC, LIBRARIAN, Micro CDS/ISIS ataupun versi Windowsnya
yaitu Winisis, VTLS, TINLIB dan lain-lain. Penerapan komputer atau otomasi
perpustakaan tentulah berdasarkan pertimbangan terhadap kemampuan komputer yang
sangat cepat dan tepat dalam pekerjaan yang sering dan selalu berulang-ulang.
Sehingga dengan menggunakan komputer biaya pengerjaannya akan lebih murah dibanding
dengan tenaga manusia (Davis, 1986:43).Fungsi
Deposit Sesuai arti kata deposit yakni menyimpan, maka perpustakaan merupakan
tempat menyimpan informasi yang dibutuhkan oleh para pemakai. Fungsi
penyimpanan yang dimaksudkan menyimpan informasi yang telah dikemas dalam
berbagai bentuk kemasan. Pada umumnya orang mengenal perpustakaan sebagai
tempat menyimpan buku, akan tetapi perkembangan saat ini, informasi dapat
dikemas dalam bentuk CD atau VCD.
b) Menjalin
komunitas
Menurut pasal 12 Undang-Undang Nomor 43 Tahun
2007, tentang Perpustakaan, menyebutkan bahwa perpustakaan melakukan kerja sama
dengan berbagai pihak untuk meningkatkan layanan kepada pemustaka. Tujuan
kerjasama ini adalah untuk meningkatkan jumlah pemustaka yang dapat dilayani
dan meningkatkan mutu layanan perpustakaan.Untuk
menjalin kerjasama dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu yang formal atau
informal. Menjalin kerjasama secara formal adalah dengan menjalin kerjasama
dengan warga sekolah dan warga masyarakat. Kerjasama secara informal yaitu
dengan menjalin kerjasama dengan para pengguna facebook atau twitter. Ketika
para pengunjung datang dan meminjam buku, pustakawan dapat meminta alamat
facebook atau twitter untuk menjalin kerjasama di kemudian hari. Dengan
fasilitas tersebut pustakawan dapat menginformasikan tentang buku – buku baru
dan info – info yang berhubungan dengan perpustakaan seperti lomba yang
diadakan perpustakaan pusat atau perpustakaan daerah.
c) Peningkatan
promosi dan publikasi
fungsi publikasi ini dapat dimaksimalkan sebagai media
komunikasi informasi, agar hasil karya sivitas akademik dikenal dan
dimanfaatkan oleh berbagai pihak. Perpustakaan perlu
menambah tenaga kerja yang mahir menangani Teknologi Informasi. Tujuannya
adalah meningkatkan promosi dan publikasi karena bagaimanapun sebuah lembaga
atau instanti perlu terus melakukan promosi dan publikasi atas kegiatan –
kegiatannya.
Kesimpulan
Gambaran
dan impian tersebut yang terangkum di bawah ini antara lain adalah : (1) gedung
dan bangunan yang megah atau mewah dengan sejumlah ruangan yang memadai dengan tidak meninggalkan kekhasan daerah dimana gedung perpustakaan berdiri, (2)
para pegawai yang bersemangat, berintegritas, berdisiplin dan menjiwai serta
loyal kepada pekerjaan, (3) lokasi yang strategis dengan lahan yang luas dan
mudah diketahui masyarakat dan mudah dijangkau pengunjung disertai sejumlah
papan penunjuk yang jelas, (4) sarana dan prasarana yang memadai dengan menambah fasilitas yang mampu membuat nyaman, perlengkapan/inventaris
kantor yang baik dan standar, seperti meubiler; hiasan kekayaan lokal, alat transportasi, dan beberapa
mesin untuk mendukung pelaksanaan aktivitas organisasi, (5) sumber informasi
(koleksi) bahan pustaka yang relatif lengkap, bervariasi, bermutu dan jumlah
yang memadai dan selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (up
to date), (6) tersedia dan dilengkapi penerapan teknologi, terutama
teknologi informasi, dan (7) sistem, prosedur dan mekanisme kerja yang baik. Hal tersebut seperti apa yang telah disampaikan oleh Supriyanto,
2006 : 28 dengan menambah beberapa sarana dan prasarana yang lebih menunjukkan kekhasan suatu daerah. Dengan kemampuan financial dan SDM yang memadai maka Java
Internasional Library
: perpustakaan
bergaya lokal tetapi kualitas internasional, dapat terwujud. Di tingkat local kita dapat memberikan
contoh dan memberi pengetahuan kepada masyarakat dan di tingkat internasional kita tidak kalah
dengan perpustakaan yang ada di dunia. Ini menjadi kebanggan tersendiri bagi kita.
Daftar Pustaka
Darmono, Manajemen
dan Tata Perpustakaan Sekolah (Cet. I; Jakarta: Gramedia Widiasarana
Indonesia, 2001), h. 2
Sudarsono, Blasius.2006. Antologi Kepustakawanan
Indonesia. Jakarta : Pengurus Pusat IPI bekerja sama dengan Sagung Seto
Davis, William S..
1986. Sistem pengolahan informasi. Jakarta : Erlangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komentar yang membangun sangat berguna tidak hanya bisa mencaci tetapi berikan juga solusi